Bank Sampah "Tresna Sari" di Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, yang berdiri sejak dua tahun lalu, kini telah memiliki sebanyak 90 orang nasabah.
"Bahkan dalam enam bulan, nasabah bisa memperoleh fulus Rp1 juta lebih dari hasil penjualan sampah anorganik yang dikumpulkan," kata Perbekel Desa Sumerta Kelod, I Gusti Ketut Anom Suardana, saat diwawancarai di Denpasar, Minggu.
Baca juga: Gubernur Bali: Atasi sampah butuh dukungan semua pihak
Nasabah bank sampah itu bisa melakukan penarikan tabungan sampah setiap enam bulan sekali, tepatnya pada saat Hari Raya Galungan.
"Para nasabah bisa membeli daging dan sarana upacara dari hasil menabung sampah saat perayaan Hari Raya Galungan," kata Perbekel Desa Sumerta Kelod itu.
Masyarakat melakukan pemilahan sampah di rumah masing-masing sebelum dibawa ke kantor desa untuk ditimbang dan proses penimbangan sampah ini dilakukan dua kali dalam sebulan.
Selanjutnya, jumlah timbangan dari sampah plastik tersebut dicatat dalam buku tabungan untuk kemudian dicairkan setiap enam bulan sekali.
Baca juga: Unmas Denpasar - Pemkot Denpasar kerjasama atasi masalah sampah
Selain dicairkan dalam bentuk uang, poin yang dimiliki oleh nasabah bisa langsung ditukarkan kebutuhan pokok di Bumdes.
"Selain mendatangkan uang, dengan cara ini bisa mencegah demam berdarah, karena biasanya air hujan tergenang di kaleng atau gelas plastik sehingga akan menjadi sarang jentik nyamuk," katanya.
Sampah organik digunakan sebagai pupuk, sedangkan untuk sampah anorganik ini dibawa ke kantor desa untuk ditabung.
Saat ini, pihaknya juga sedang menggalakkan pemilahan sampah dari hulu dengan membuat dua buah lubang sampah organik di halaman kantor desa.
Nantinya, sampah organik yang dihasilkan di lingkungan desa dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebagai upaya pemanfaatan sampah menjadi pupuk. "Enam bulan kemudian, kami angkat sampahnya dan kami gunakan sebagai pupuk di lingkungan ini," katanya.
Baca juga: Badung raih penghargaan nasional KLHK dalam pengelolaan sampah
Sebelum meminta masyarakat melakukan pemilahan sampah, instansi desalah yang memberi contoh terlebih dahulu untuk membangun semangat dan memotivasi warga sekitar untuk peduli lingkungan.
"Kami berharap semua kantor yang ada di wilayah Desa Sumerta ini mau melakukannya sehinga tidak ada sampah ke luar kantor, dengan begitu sedikit demi sedikit kita bisa mengurangi sampah yang masuk ke TPA," katanya.
Kegiatan tersebut sebagai upaya menjaga lingkungan yang dimulai dengan memanfaatkan sampah-sampah di halaman rumah maupun perkantoran sekaligus untuk mengurangi membeludaknya volume sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Bahkan dalam enam bulan, nasabah bisa memperoleh fulus Rp1 juta lebih dari hasil penjualan sampah anorganik yang dikumpulkan," kata Perbekel Desa Sumerta Kelod, I Gusti Ketut Anom Suardana, saat diwawancarai di Denpasar, Minggu.
Baca juga: Gubernur Bali: Atasi sampah butuh dukungan semua pihak
Nasabah bank sampah itu bisa melakukan penarikan tabungan sampah setiap enam bulan sekali, tepatnya pada saat Hari Raya Galungan.
"Para nasabah bisa membeli daging dan sarana upacara dari hasil menabung sampah saat perayaan Hari Raya Galungan," kata Perbekel Desa Sumerta Kelod itu.
Masyarakat melakukan pemilahan sampah di rumah masing-masing sebelum dibawa ke kantor desa untuk ditimbang dan proses penimbangan sampah ini dilakukan dua kali dalam sebulan.
Selanjutnya, jumlah timbangan dari sampah plastik tersebut dicatat dalam buku tabungan untuk kemudian dicairkan setiap enam bulan sekali.
Baca juga: Unmas Denpasar - Pemkot Denpasar kerjasama atasi masalah sampah
Selain dicairkan dalam bentuk uang, poin yang dimiliki oleh nasabah bisa langsung ditukarkan kebutuhan pokok di Bumdes.
"Selain mendatangkan uang, dengan cara ini bisa mencegah demam berdarah, karena biasanya air hujan tergenang di kaleng atau gelas plastik sehingga akan menjadi sarang jentik nyamuk," katanya.
Sampah organik digunakan sebagai pupuk, sedangkan untuk sampah anorganik ini dibawa ke kantor desa untuk ditabung.
Saat ini, pihaknya juga sedang menggalakkan pemilahan sampah dari hulu dengan membuat dua buah lubang sampah organik di halaman kantor desa.
Nantinya, sampah organik yang dihasilkan di lingkungan desa dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebagai upaya pemanfaatan sampah menjadi pupuk. "Enam bulan kemudian, kami angkat sampahnya dan kami gunakan sebagai pupuk di lingkungan ini," katanya.
Baca juga: Badung raih penghargaan nasional KLHK dalam pengelolaan sampah
Sebelum meminta masyarakat melakukan pemilahan sampah, instansi desalah yang memberi contoh terlebih dahulu untuk membangun semangat dan memotivasi warga sekitar untuk peduli lingkungan.
"Kami berharap semua kantor yang ada di wilayah Desa Sumerta ini mau melakukannya sehinga tidak ada sampah ke luar kantor, dengan begitu sedikit demi sedikit kita bisa mengurangi sampah yang masuk ke TPA," katanya.
Kegiatan tersebut sebagai upaya menjaga lingkungan yang dimulai dengan memanfaatkan sampah-sampah di halaman rumah maupun perkantoran sekaligus untuk mengurangi membeludaknya volume sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021