Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menemukan lima hoaks (kabar bohong) seputar vaksinasi COVID-19 selama Januari hingga minggu pertama Februari 2021, kemudian meminta masyarakat lebih berhati-hati mengakses informasi yang menyesatkan itu.
"Ada lima kabar bohong temuan Kemenkominfo RI terkait dengan COVID-19 yang diminta untuk disebarluaskan kepada publik sebagai bentuk klarifikasi," kata anggota Satgas KIM COVID-19 Kemenkominfo RI di Pamekasan Fathol Arifin di Pamekasan, Jumat.
Ia menyebutkan sejumlah hoaks, antara lain kabar tentang form pendaftaran vaksinasi COVID-19 yang mengatasnamakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tes PCR yang harus mencontoh kultur pembiakan angrek, serta kabar yang menyebutkan bahwa WHO tidak lagi menganjurkan masyarakat menggunakan masker.
Baca juga: Pemilik akun Facebook Noni Vhian ditangkap terkait ujaran kebencian
Anggota Satgas KIM COVID-19 dari Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pamekasan Hebat ini meminta para pegiat KIM di seluruh Indonesia untuk menyebarluaskan kabar bohong yang menyesatkan itu melalui media yang dikelola masing-masing KIM.
Selain tentang kabar yang bohong yang beredar di sejumlah daerah, Kemenkominfo RI juga mengklarifikasi kabar bohong tentang adanya warga Pamekasan yang terpaksa dirujuk ke rumah sakit setelah divaksin COVID-19.
Sesuai dengan rilis yang disampaikan Kemenkominfo RI, kata Arif, foto yang diunggah ke media sosial tentang kabar itu merupakan foto santri yang keracunan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Kadur, beberapa tahun lalu.
Akan tetapi, oknum warganet yang mengunggah gambar itu memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan merupakan korban vaksinasi.
"Padahal, bukan," kata Arif menegaskan.
Baca juga: Teknologi pada pusaran arus informasi pandemi
Analis Kebijakan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Annisa Nur Muslimah menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati mengakses informasi di media sosial sebab kabar bohong yang kini banyak beredar umumnya bersumber dari media sosial, bukan media massa.
"Baiknya sebelumnya share diperhatikan dahulu link medianya. Setelah itu, bandingkan dahulu dengan media massa lainnya," katanya.
Sebelumnya, Kasi Kemitraan Komunikasi Publik pada Dinas Komunikasi dan Informatikan Kominfomatika (Diskominfo) Pemkab Pamekasan Imam Wahyudi dalam dialog virtual bertajuk "Pencegahan COVID-19 Melalui Media dan Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan" menyatakan bahwa kabar bohong memang merupakan salah satu persoalan serius yang perlu diperhatiakan oleh semua kalangan.
Untuk menangkap berita yang tidak bertanggung jawab dan menyesatkan pemahaman publik tersebut, dia memandang perlu peningkatan peran kelompok informasi masyarakat (KIM).
Baca juga: Peneliti: Orang tidak akan meninggal karena divaksin COVID-19
Ia berharap KIM menjadi ujung tombak dalam menangkal penyebaran kabar bohong yang sering pihaknya temukan di media sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Ada lima kabar bohong temuan Kemenkominfo RI terkait dengan COVID-19 yang diminta untuk disebarluaskan kepada publik sebagai bentuk klarifikasi," kata anggota Satgas KIM COVID-19 Kemenkominfo RI di Pamekasan Fathol Arifin di Pamekasan, Jumat.
Ia menyebutkan sejumlah hoaks, antara lain kabar tentang form pendaftaran vaksinasi COVID-19 yang mengatasnamakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tes PCR yang harus mencontoh kultur pembiakan angrek, serta kabar yang menyebutkan bahwa WHO tidak lagi menganjurkan masyarakat menggunakan masker.
Baca juga: Pemilik akun Facebook Noni Vhian ditangkap terkait ujaran kebencian
Anggota Satgas KIM COVID-19 dari Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pamekasan Hebat ini meminta para pegiat KIM di seluruh Indonesia untuk menyebarluaskan kabar bohong yang menyesatkan itu melalui media yang dikelola masing-masing KIM.
Selain tentang kabar yang bohong yang beredar di sejumlah daerah, Kemenkominfo RI juga mengklarifikasi kabar bohong tentang adanya warga Pamekasan yang terpaksa dirujuk ke rumah sakit setelah divaksin COVID-19.
Sesuai dengan rilis yang disampaikan Kemenkominfo RI, kata Arif, foto yang diunggah ke media sosial tentang kabar itu merupakan foto santri yang keracunan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Kadur, beberapa tahun lalu.
Akan tetapi, oknum warganet yang mengunggah gambar itu memberikan keterangan bahwa yang bersangkutan merupakan korban vaksinasi.
"Padahal, bukan," kata Arif menegaskan.
Baca juga: Teknologi pada pusaran arus informasi pandemi
Analis Kebijakan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Annisa Nur Muslimah menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati mengakses informasi di media sosial sebab kabar bohong yang kini banyak beredar umumnya bersumber dari media sosial, bukan media massa.
"Baiknya sebelumnya share diperhatikan dahulu link medianya. Setelah itu, bandingkan dahulu dengan media massa lainnya," katanya.
Sebelumnya, Kasi Kemitraan Komunikasi Publik pada Dinas Komunikasi dan Informatikan Kominfomatika (Diskominfo) Pemkab Pamekasan Imam Wahyudi dalam dialog virtual bertajuk "Pencegahan COVID-19 Melalui Media dan Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan" menyatakan bahwa kabar bohong memang merupakan salah satu persoalan serius yang perlu diperhatiakan oleh semua kalangan.
Untuk menangkap berita yang tidak bertanggung jawab dan menyesatkan pemahaman publik tersebut, dia memandang perlu peningkatan peran kelompok informasi masyarakat (KIM).
Baca juga: Peneliti: Orang tidak akan meninggal karena divaksin COVID-19
Ia berharap KIM menjadi ujung tombak dalam menangkal penyebaran kabar bohong yang sering pihaknya temukan di media sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021