Anggota DPD Made Mangku Pastika mengusulkan agar Pemprov Bali menghimpun kalangan industri untuk memberikan pelatihan keterampilan pada tenaga kerja di bidang pariwisata dan sektor lainnya agar masyarakat siap menghadapi tren kebutuhan dunia kerja di masa pandemi COVID-19.
"Urusan pariwisata ini banyak sekali yang berkepentingan, bukan hanya orang Bali, terutama orang berduit secara nasional maupun internasional," kata Pastika dalam penyerapan aspirasi secara virtual di Denpasar, Selasa.
Menurut mantan Kapolda Bali itu, jika peningkatan keterampilan, khususnya bagi mereka yang dirumahkan atau terkena PHK, hanya mengandalkan dari pemerintah, tentunya jumlah anggaran yang tersedia terbatas.
"Oleh karena itu, barangkali bisa saya sarankan, dinas pariwisata bisa mengelola dengan baik, yang punya kepentingan terhadap Bali itu coba dihimpun. Mereka (pengusaha/investor-red) tentu tidak mau usahanya mati, termasuk kalangan perbankan juga bermaksud sama karena duitnya juga duit bank," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika: optimalkan potensi kawasan pesisir dan pantai di Bali
Kalangan industri, lanjut Pastika, harus dikerahkan supaya mereka mau berusaha. "Mau mati beneran usahanya, atau keluar lagi sedikit untuk memulihkan pelan-pelan," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Peningkatan keterampilan yang difasilitasi industri, tambah dia, tentu sebelumnya harus melalui kajian akademis maupun tren berdasarkan data yang akurat.
Pastika pun menyoroti terkait rencana pelatihan pemandu wisata budaya, pengelola homestay, pemandu wisata arung jeram dan sebagainya yang didanai dari pemerintah pusat dengan anggaran Rp493 juta lebih. Sedianya pelatihan dilaksanakan mulai 2021 untuk 200 tenaga kerja di Bali.
Pihaknya menyetujui adanya pelatihan, namun kalau hanya dengan jumlah peserta 40 orang untuk satu jenis pelatihan, akan jauh sekali perbandingannya dengan ratusan ribu tenaga kerja yang terdampak pandemi COVID-19 di Bali.
Baca juga: Anggota DPD ajak petani Bali berorientasi pasar dan teknologi
Selain itu, kata dia, harus dipertimbangkan juga tren perilaku wisatawan di masa setelah pandemi COVID-19. Jangan sampai memberikan pelatihan yang justru tidak laku, atau bahkan yang jangan-jangan ahlinya sudah banyak.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Pariwisata Dinas Pariwisata Provinsi Bali Ida Kade Sugita mengatakan terkait pelatihan yang didanai pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus dengan alokasi anggaran sebesar Rp493 juta lebih itu datang dari pemerintah pusat dan bukan merupakan aspirasi daerah.
"Harapan kami, Bapak selalu anggota DPD dapat mempertegas dan melanjutkan di pemerintah pusat agar berbagai pelatihan tetap dilaksanakan. Ini karena kita sangat membutuhkan kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan masyarakat yang terkena PHK," ucap Sugita.
Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Dr Nyoman Sunarta mengatakan dampak pandemi COVID-19 telah membuat banyak SDM Bali yang potensial terpaksa "tidur" dan "ditidurkan", serta akhirnya harus tinggal di desa.
Baca juga: Pastika: Bali harus optimistis hadapi tekanan ekonomi karena pandemi
Pariwisata di era normal baru, pihaknya melihat kecenderungan mengarah pada wisatawan individu dan kelompok kecil, seperti wisata minat khusus, alam, wisata pedesaan, budaya dan adat istiadat yang unik, sehingga akan berdampak pada hotel-hotel besar," ucapnya.
"Bali selama ini menjual apa yang wisatawan mau, kenapa tidak berani menjual apa yang kita punya? Di antaranya kembali ke desa, memulai membangun pariwisata desa dengan tiga modal dasar utama, yakni memperkuat jati diri orang Bali, kembali ke tradisi dan kembali ke alam," ucap Sunarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Urusan pariwisata ini banyak sekali yang berkepentingan, bukan hanya orang Bali, terutama orang berduit secara nasional maupun internasional," kata Pastika dalam penyerapan aspirasi secara virtual di Denpasar, Selasa.
Menurut mantan Kapolda Bali itu, jika peningkatan keterampilan, khususnya bagi mereka yang dirumahkan atau terkena PHK, hanya mengandalkan dari pemerintah, tentunya jumlah anggaran yang tersedia terbatas.
"Oleh karena itu, barangkali bisa saya sarankan, dinas pariwisata bisa mengelola dengan baik, yang punya kepentingan terhadap Bali itu coba dihimpun. Mereka (pengusaha/investor-red) tentu tidak mau usahanya mati, termasuk kalangan perbankan juga bermaksud sama karena duitnya juga duit bank," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika: optimalkan potensi kawasan pesisir dan pantai di Bali
Kalangan industri, lanjut Pastika, harus dikerahkan supaya mereka mau berusaha. "Mau mati beneran usahanya, atau keluar lagi sedikit untuk memulihkan pelan-pelan," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Peningkatan keterampilan yang difasilitasi industri, tambah dia, tentu sebelumnya harus melalui kajian akademis maupun tren berdasarkan data yang akurat.
Pastika pun menyoroti terkait rencana pelatihan pemandu wisata budaya, pengelola homestay, pemandu wisata arung jeram dan sebagainya yang didanai dari pemerintah pusat dengan anggaran Rp493 juta lebih. Sedianya pelatihan dilaksanakan mulai 2021 untuk 200 tenaga kerja di Bali.
Pihaknya menyetujui adanya pelatihan, namun kalau hanya dengan jumlah peserta 40 orang untuk satu jenis pelatihan, akan jauh sekali perbandingannya dengan ratusan ribu tenaga kerja yang terdampak pandemi COVID-19 di Bali.
Baca juga: Anggota DPD ajak petani Bali berorientasi pasar dan teknologi
Selain itu, kata dia, harus dipertimbangkan juga tren perilaku wisatawan di masa setelah pandemi COVID-19. Jangan sampai memberikan pelatihan yang justru tidak laku, atau bahkan yang jangan-jangan ahlinya sudah banyak.
Sementara itu, Kepala Bidang Sumber Daya Pariwisata Dinas Pariwisata Provinsi Bali Ida Kade Sugita mengatakan terkait pelatihan yang didanai pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus dengan alokasi anggaran sebesar Rp493 juta lebih itu datang dari pemerintah pusat dan bukan merupakan aspirasi daerah.
"Harapan kami, Bapak selalu anggota DPD dapat mempertegas dan melanjutkan di pemerintah pusat agar berbagai pelatihan tetap dilaksanakan. Ini karena kita sangat membutuhkan kegiatan yang bisa meningkatkan kemampuan masyarakat yang terkena PHK," ucap Sugita.
Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Dr Nyoman Sunarta mengatakan dampak pandemi COVID-19 telah membuat banyak SDM Bali yang potensial terpaksa "tidur" dan "ditidurkan", serta akhirnya harus tinggal di desa.
Baca juga: Pastika: Bali harus optimistis hadapi tekanan ekonomi karena pandemi
Pariwisata di era normal baru, pihaknya melihat kecenderungan mengarah pada wisatawan individu dan kelompok kecil, seperti wisata minat khusus, alam, wisata pedesaan, budaya dan adat istiadat yang unik, sehingga akan berdampak pada hotel-hotel besar," ucapnya.
"Bali selama ini menjual apa yang wisatawan mau, kenapa tidak berani menjual apa yang kita punya? Di antaranya kembali ke desa, memulai membangun pariwisata desa dengan tiga modal dasar utama, yakni memperkuat jati diri orang Bali, kembali ke tradisi dan kembali ke alam," ucap Sunarta.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020