Anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika mengatakan Pemerintah Provinsi Bali harus tetap optimistis dalam menghadapi tekanan ekonomi sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
"Kita harus optimistis, sekurang-kurangnya pemerintah provinsi sudah ada penghasilan (dari pajak kendaraan bermotor-red). Orang Bali itu masih taat 'nyamsat', meskipun untuk jual beli mobil makin rendah volumenya," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi secara virtual dengan jajaran Bappeda dan Dinas Sosial Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu tidak memungkiri sektor pendapatan daerah yang selama ini menggantungkan dari pariwisata sudah "kedodoran" sehingga untuk berbagai perencanaan pembangunan harus dilakukan sejumlah penyesuaian.
Menurut dia, selain masyarakat Bali masih taat membayar pajak, daerah setempat juga masih memiliki peluang dari perhatian pemerintah pusat.
"Pusat sangat berharap kepada Bali dan mereka akan melakukan berbagai upaya agar Bali bisa hidup. Dengan Bali bisa hidup, maka orang di luar Bali pun bisa hidup. Contohnya saja perajin di Jawa Timur juga ikut lesu karena selama ini mereka juga menjadikan Bali sebagai pangsa pasar," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika bangga generasi muda Bali mulai lirik pertanian
Pastika menambahkan, dibandingkan dengan daerah lain, Bali juga subur sehingga bisa tetap menghasilkan berbagai komoditas pertanian. Selain dari aspek kebencanaan juga tidak separah daerah lain.
"Kalau di daerah lain, selain mereka harus 'mikirin' COVID-19 juga menghadapi ancaman banjir hingga tanah longsor," ujar anggota Komite 2 DPD RI itu.
Mantan Kapolda Bali itupun menyoroti terkait potensi peningkatan angka kemiskinan di Bali karena pandemi ini. Namun, harapannya jangan terlalu dalam. "Saya mengapresiasi kebijakan Pasar Gotong Royong Krama Bali yang digagas Pemprov Bali untuk memberikan wadah bagi para petani yang bingung memasarkan hasil produksinya," ujarnya pada acara yang dipandu oleh I Nyoman Baskara itu.
Pastika menaruh harapan besar agar perencanaan pembangunan disusun dengan cermat, di tengah proyeksi penghasilan dan belanja yang bisa berubah-ubah sesuai perkembangan politik dan ekonomi di tengah pandemi.
"Dengan rencana yang benar, maka akan mencegah kerusakan di masa mendatang. Perencanaan yang benar adalah separuh dari keberhasilan," katanya sembari mengharapkan bisa mendapatkan informasi program dari OPD yang diajukan ke pusat agar bisa dilakukan pengawalan.
Baca juga: Pastika optimistis pertanian Bali bisa lebih baik
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan kondisi fiskal di Pemerintah Provinsi Bali memang relatif lebih aman dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota karena pendapatan asli daerahnya (PAD) mayoritas dari pajak kendaraan bermotor.
Untuk pendapatan daerah, tidak saja bersumber dari PAD, juga mendapat dana transfer dari pemerintah pusat. Ia tidak memungkiri Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus dari pemerintah pusat untuk Bali memang ada sedikit penurunan karena dampak pandemi.
Dia mengemukakan, pada 2020 ini DAU untuk Bali yang semula sekitar Rp1,2 triliun, lalu diturunkan menjadi Rp1,1 triliun. Termasuk DAK dari alokasi semula Rp1,3 triliun, turun menjadi Rp1,1 triliun.
Pemprov Bali juga telah merealokasi anggaran hingga Rp756 miliar yang digunakan untuk penanganan dampak COVID-19. Meskipun pandemi, sejumlah proyek-proyek strategis juga tetap dikawal seperti pembangunan Dermaga Segitiga Emas Sanur-Nusa Penida-Nusa Lembongan, penataan kawasan Pura Besakih, pembangunan shortcut Mengwitani-Buleleng dan sebagainya.
Untuk penganggaran tahun 2021, lanjut Ika, pemerintah pusat juga mewajibkan supaya pemerintah daerah tetap mengalokasikan anggaran untuk penanganan COVID-19. Jika dari sisi kesehatan sudah tertangani dengan baik, maka harus dialokasikan untuk penanganan dari dampak ekonomi dan sosial.
Baca juga: Senator Pastika serap aspirasi petani Bali
Sedangkan Kepala Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Fakir Miskin Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali I Wayan Parmiasa dalam kesempatan itu banyak mengulas sejumlah program sosial yang telah digelontorkan pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan dampak pandemi seperti Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, program Sembako, Bansos Tunai dan sebagainya.
Hanya saja persoalannya, lanjut Parmiasa, penerima program tersebut tidak boleh menerima bantuan dobel dari program di kementerian lainnya yang sesungguhnya terkait. "Jika dianalogikan, jangan mereka hanya mendapatkan ikan, tetapi juga sebaiknya mendapatkan kail," ucapnya.
Parmiasa pun tidak memungkiri jika bantuan sosial atau stimulus tersebut sesungguhnya tidak bisa juga seluruhnya memenuhi kebutuhan bulanan masyarakat, seperti halnya untuk bantuan beras hanya 15 kilogram untuk sebulan.
"Selain itu, untuk di kawasan perdesaan, model pendidikan virtual pun menyisakan persoalan karena masyarakat harus membeli kuota internet hingga ratusan ribu rupiah, di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kita harus optimistis, sekurang-kurangnya pemerintah provinsi sudah ada penghasilan (dari pajak kendaraan bermotor-red). Orang Bali itu masih taat 'nyamsat', meskipun untuk jual beli mobil makin rendah volumenya," kata Pastika saat melakukan penyerapan aspirasi secara virtual dengan jajaran Bappeda dan Dinas Sosial Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu tidak memungkiri sektor pendapatan daerah yang selama ini menggantungkan dari pariwisata sudah "kedodoran" sehingga untuk berbagai perencanaan pembangunan harus dilakukan sejumlah penyesuaian.
Menurut dia, selain masyarakat Bali masih taat membayar pajak, daerah setempat juga masih memiliki peluang dari perhatian pemerintah pusat.
"Pusat sangat berharap kepada Bali dan mereka akan melakukan berbagai upaya agar Bali bisa hidup. Dengan Bali bisa hidup, maka orang di luar Bali pun bisa hidup. Contohnya saja perajin di Jawa Timur juga ikut lesu karena selama ini mereka juga menjadikan Bali sebagai pangsa pasar," ucapnya.
Baca juga: Mangku Pastika bangga generasi muda Bali mulai lirik pertanian
Pastika menambahkan, dibandingkan dengan daerah lain, Bali juga subur sehingga bisa tetap menghasilkan berbagai komoditas pertanian. Selain dari aspek kebencanaan juga tidak separah daerah lain.
"Kalau di daerah lain, selain mereka harus 'mikirin' COVID-19 juga menghadapi ancaman banjir hingga tanah longsor," ujar anggota Komite 2 DPD RI itu.
Mantan Kapolda Bali itupun menyoroti terkait potensi peningkatan angka kemiskinan di Bali karena pandemi ini. Namun, harapannya jangan terlalu dalam. "Saya mengapresiasi kebijakan Pasar Gotong Royong Krama Bali yang digagas Pemprov Bali untuk memberikan wadah bagi para petani yang bingung memasarkan hasil produksinya," ujarnya pada acara yang dipandu oleh I Nyoman Baskara itu.
Pastika menaruh harapan besar agar perencanaan pembangunan disusun dengan cermat, di tengah proyeksi penghasilan dan belanja yang bisa berubah-ubah sesuai perkembangan politik dan ekonomi di tengah pandemi.
"Dengan rencana yang benar, maka akan mencegah kerusakan di masa mendatang. Perencanaan yang benar adalah separuh dari keberhasilan," katanya sembari mengharapkan bisa mendapatkan informasi program dari OPD yang diajukan ke pusat agar bisa dilakukan pengawalan.
Baca juga: Pastika optimistis pertanian Bali bisa lebih baik
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan kondisi fiskal di Pemerintah Provinsi Bali memang relatif lebih aman dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota karena pendapatan asli daerahnya (PAD) mayoritas dari pajak kendaraan bermotor.
Untuk pendapatan daerah, tidak saja bersumber dari PAD, juga mendapat dana transfer dari pemerintah pusat. Ia tidak memungkiri Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus dari pemerintah pusat untuk Bali memang ada sedikit penurunan karena dampak pandemi.
Dia mengemukakan, pada 2020 ini DAU untuk Bali yang semula sekitar Rp1,2 triliun, lalu diturunkan menjadi Rp1,1 triliun. Termasuk DAK dari alokasi semula Rp1,3 triliun, turun menjadi Rp1,1 triliun.
Pemprov Bali juga telah merealokasi anggaran hingga Rp756 miliar yang digunakan untuk penanganan dampak COVID-19. Meskipun pandemi, sejumlah proyek-proyek strategis juga tetap dikawal seperti pembangunan Dermaga Segitiga Emas Sanur-Nusa Penida-Nusa Lembongan, penataan kawasan Pura Besakih, pembangunan shortcut Mengwitani-Buleleng dan sebagainya.
Untuk penganggaran tahun 2021, lanjut Ika, pemerintah pusat juga mewajibkan supaya pemerintah daerah tetap mengalokasikan anggaran untuk penanganan COVID-19. Jika dari sisi kesehatan sudah tertangani dengan baik, maka harus dialokasikan untuk penanganan dari dampak ekonomi dan sosial.
Baca juga: Senator Pastika serap aspirasi petani Bali
Sedangkan Kepala Bidang Perlindungan dan Pemberdayaan Fakir Miskin Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali I Wayan Parmiasa dalam kesempatan itu banyak mengulas sejumlah program sosial yang telah digelontorkan pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan dampak pandemi seperti Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, program Sembako, Bansos Tunai dan sebagainya.
Hanya saja persoalannya, lanjut Parmiasa, penerima program tersebut tidak boleh menerima bantuan dobel dari program di kementerian lainnya yang sesungguhnya terkait. "Jika dianalogikan, jangan mereka hanya mendapatkan ikan, tetapi juga sebaiknya mendapatkan kail," ucapnya.
Parmiasa pun tidak memungkiri jika bantuan sosial atau stimulus tersebut sesungguhnya tidak bisa juga seluruhnya memenuhi kebutuhan bulanan masyarakat, seperti halnya untuk bantuan beras hanya 15 kilogram untuk sebulan.
"Selain itu, untuk di kawasan perdesaan, model pendidikan virtual pun menyisakan persoalan karena masyarakat harus membeli kuota internet hingga ratusan ribu rupiah, di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020