Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, terus memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat di tingkat desa terkait dengan kebijakan-kebijakan strategis yang dilakukan untuk masyarakat dalam penanganan COVID-19.

"Kami memiliki berbagai kebijakan strategis yang dilakukan terkait dengan adanya pandemi COVID-19," ujar Wakil Bupati Badung yang juga Wakil Ketua I Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 setempat I Ketut Suiasa, saat sosialisasi di wilayah Kuta Selatan, Badung, Selasa.

Ia menjelaskan sejumlah kebijakan strategis yang telah diambil tersebut di antaranya adalah menggratiskan biaya PDAM, pemberian sembako untuk masyarakat paling terdampak (keluarga kurang mampu/Keluarga Penerima Manfaat), insentif untuk masyarakat Badung yang terkena PHK atau dirumahkan.

Baca juga: Wabup Badung: Gunakan BST untuk kebutuhan pokok

"Kami juga telah menyiapkan rumah singgah untuk Pekerja Migran Indonesia yang tiba dari luar negeri dan bagi tenaga kesehatan, pembiayaan BPJS, pengadaan masker untuk masyarakat Badung serta pengadaan Alat Pelindung Diri serta insentif kepada tenaga medis," katanya.

Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp274,9 miliar yang terdiri dari penanganan masalah kesehatan sebesar Rp131,8 miliar, penanganan dampak ekonomi Rp16,9 miliar dan penyediaan social safety net atau jaring pengaman sosial sebesar Rp126 miliar yang bersumber dari belanja tak terduga dalam APBD TA. 2020.

Dalam sosialisasi tersebut, Wabup Suiasa mengakui memang terdapat asumsi atau pertanyaan dari masyarakat yaitu Pemkab Badung terkesan lambat dalam mengambil langkah penanganan COVID-19, khususnya yang bersifat pemberian bantuan ke masyarakat.

Baca juga: Pemkab Badung serahkan bantuan paket sembako dari guru

Menurut dia, munculnya asumsi itu merupakan hal yang wajar terlebih dalam kondisi saat ini masyarakat menginginkan penanganan yang cepat dan semua butuh bantuan. Namun, ia menjelaskan sejumlah faktor penyebab yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

Wabup Suiasa mengatakan COVID-19 statusnya sudah menjadi bencana nasional yang merupakan tanggung jawab nasional dimana kebijakan daerah sifatnya mensubstitusi dan mensublimasi kebijakan pemerintah pusat.

Untuk dapat menyusun kebijakan daerah yang bersinergi, sinkron dan tidak bertentangan dengan kebijakan pusat, tentunya pemerintah daerah memerlukan waktu untuk melakukan konsolidasi dan sinkronisasi aturan-aturan tersebut sehingga tidak terjadi konflik kebijakan.

Baca juga: KORPRI Badung bantu 59.017 masker hasil produksi UKM

"Substitusi dan sublimasi juga bermakna pemerintah daerah harus jeli melihat ruang aspek atau hal yang belum tercakup dalam kebijakan pusat sehingga tidak terjadi duplikasi kebijakan ataupun penerimaan manfaat secara ganda," ungkapnya

Ia memberi contoh, kebijakan Pemkab Badung terkait pemberian insentif untuk pekerja sektor non-formal belum dapat dieksekusi sebelum Kebijakan Kartu Pra Kerja dari pusat dilaksanakan. Hal itu juga sama dengan permasalahan terkait pemberian insentif untuk tenaga medis yang juga belum dapat dilaksanakan karena program serupa yang dicanangkan pusat juga belum berjalan.

"Sebetulnya Pemkab Badung sudah menyiapkan kebijakan dan program termasuk telah menyiapkan anggaran terkait penanganan COVID-19. Namun, kami harus melakukan sinkronisasi dan konsolidasi dengan aturan pusat. Hal ini yang membutuhkan waktu cukup lama sehingga ada kesan keterlambatan realisasi program kepada masyarakat," ujar Wabup Suiasa.

Baca juga: Pemkab Badung siapkan inovasi daerah penerapan protokol COVID-19

Ia menambahkan, dengan berbagai kebijakan yang sudah diambil oleh Pemkab Badung, pihaknya berharap pandemi COVID-19 dapat segera berlalu serta kehidupan dan perekonomian masyarakat bisa kembali normal.

"Mari sama-sama lawan COVID-19 dengan gotong royong, gerak cepat, tanggap darurat dan tepat sasaran sehingga program-program pembangunan di Kabupaten Badung bisa kami lanjutkan sesuai harapan bersama," katanya.

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020