Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Ali Humaidi, M.Si berpendapat bahwa konten video yang beredar di media sosial seperti YouTube, Facebook, dan Twitter lebih berbahaya pengaruhnya bagi masyarakat, khususnya remaja dan anak-anak, dibanding keberadaan bioskop dan film-filmnya.
Film-film di bioskop, menurut Ali Humaidi, merupakan konten yang sudah melalui dan lulus sensor, serta sudah ditentukan batasan usia penontonnya berdasarkan isi filmnya, sedangkan konten video dan film di media sosial sebagian besar tidak melalui proses itu.
"Kalau di media sosial ini kan tidak terlalu ketat, dan bisa diakses oleh siapa saja, serta bisa ditonton kapan saja," katanya kepada ANTARA di Pamekasan, Jumat.
Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Madura itu menyampaikan hal itu menanggapi adanya penolakan sebagian ormas Islam di Pamekasan terhadap keberadaan gedung bioskop.
Kelompok yang menolak ini menilai keberadaan bioskop berpotensi mendatangkan maksiat, dan mencederai nilai-nilai Islam.
Padahal, menurut Ali Humaidi, yang seharusnya diperhatikan secara saksama adalah peredaran video di media sosial seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan juga blog.
Lebih berbahaya karena isi konten media sosial beredar tanpa melalui penyaringan lantaran diunggah langsung oleh penggunanya.
"Dan video di media sosial ini sudah ada di masing-masing orang melalui telepon seluler yang mereka miliki. Jadi sangat bebas," katanya.
Sedangkan film-film bioskop hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu, juga dengan batasan umur yang telah ditentukan. Atas dasar itulah, sambung dia, bioskop mengalami tren positif akhir-akhir ini.
Bioskop bukan hanya sebatas hiburan belaka, akan tetapi juga telah dimanfaatkan menjadi media dalam menyebarkan misi dakwah melalui film yang ditampilkan.
Ia mencontohkan, seperti film religi berjudul "Ketika Cintah Bertasbih", serta film-film lainnya yang bernada dakwah, termasuk film tentang perjuangan Islam.
Sementara itu, di Pulau Madura, saat ini sudah ada dua kabupaten yang memiliki gedung bioskop, yakni Kabupaten Sumenep dan yang terbaru di Kabupaten Pamekasan.
Hanya saja, keberadaan bioskop di Kabupaten Pamekasan menuai penolakan oleh sebagian ormas Islam dengan alasan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Bahkan pada Jumat (14/2) sore, kelompok ini berunjuk rasa ke kantor Pemkab Pamekasan meminta agar gedung bioskop baru bernama "Kota Cinema Mall" yang terletak di Desa Sentol, Pamekasan itu ditutup.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Film-film di bioskop, menurut Ali Humaidi, merupakan konten yang sudah melalui dan lulus sensor, serta sudah ditentukan batasan usia penontonnya berdasarkan isi filmnya, sedangkan konten video dan film di media sosial sebagian besar tidak melalui proses itu.
"Kalau di media sosial ini kan tidak terlalu ketat, dan bisa diakses oleh siapa saja, serta bisa ditonton kapan saja," katanya kepada ANTARA di Pamekasan, Jumat.
Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Madura itu menyampaikan hal itu menanggapi adanya penolakan sebagian ormas Islam di Pamekasan terhadap keberadaan gedung bioskop.
Kelompok yang menolak ini menilai keberadaan bioskop berpotensi mendatangkan maksiat, dan mencederai nilai-nilai Islam.
Padahal, menurut Ali Humaidi, yang seharusnya diperhatikan secara saksama adalah peredaran video di media sosial seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan juga blog.
Lebih berbahaya karena isi konten media sosial beredar tanpa melalui penyaringan lantaran diunggah langsung oleh penggunanya.
"Dan video di media sosial ini sudah ada di masing-masing orang melalui telepon seluler yang mereka miliki. Jadi sangat bebas," katanya.
Sedangkan film-film bioskop hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu, juga dengan batasan umur yang telah ditentukan. Atas dasar itulah, sambung dia, bioskop mengalami tren positif akhir-akhir ini.
Bioskop bukan hanya sebatas hiburan belaka, akan tetapi juga telah dimanfaatkan menjadi media dalam menyebarkan misi dakwah melalui film yang ditampilkan.
Ia mencontohkan, seperti film religi berjudul "Ketika Cintah Bertasbih", serta film-film lainnya yang bernada dakwah, termasuk film tentang perjuangan Islam.
Sementara itu, di Pulau Madura, saat ini sudah ada dua kabupaten yang memiliki gedung bioskop, yakni Kabupaten Sumenep dan yang terbaru di Kabupaten Pamekasan.
Hanya saja, keberadaan bioskop di Kabupaten Pamekasan menuai penolakan oleh sebagian ormas Islam dengan alasan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Bahkan pada Jumat (14/2) sore, kelompok ini berunjuk rasa ke kantor Pemkab Pamekasan meminta agar gedung bioskop baru bernama "Kota Cinema Mall" yang terletak di Desa Sentol, Pamekasan itu ditutup.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020