Puluhan siswa-siswi dari 13 SMP di Kota Denpasar mengikuti lomba "mesatua banyol" atau bercerita menggunakan Bahasa Bali dengan disisipi dagelan atau humor sebagai salah satu upaya untuk melestarikan bahasa Ibu dari Pulau Dewata itu.
"Kami mengapresiasi ajang Pekan Remaja Sadar Aksara (Parasara) yang didalamnya ada lomba mesatua banyol. Kegiatan ini untuk memperkenalkan Bahasa Bali dikalangan milenial, sehingga tidak lupa dengan bahasa Ibu," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Denpasar I Wayan Gunawan saat membuka acara Parasara tersebut di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Jalan WR Supratman No 169 Denpasar, Sabtu.
"Cupak Grantang, Pan Balang Tamak, I Lutung lan I Kakua, hingga Lomba Desa" menjadi judul sederetan cerita yang ditampilkan puluhan siswa SMP dalam lomba "mesatua banyol" itu.
Para siswa terlihat kreatif mengolah satua (cerita) Bali menjadi lawakan segar dan lucu. Sontak penampilan siswa ini mampu membuat penonton terpingkal-pingkal dengan penampilan mereka.
Bukan hanya itu, para lawak cilik ini tampil lihai dengan menggunakan kostum sesuai karakter mereka. Untuk menguatkan karakter dalam adegan, para peserta ada yang menggunakan gambelan sebagai "backsound".
"Walaupun belum sempurna sekali, namun pemampilan mereka boleh jadi sebagai ajang untuk melestarikan bahasa Bali. Ya, karena dalam setiap dialog dari para pemain itu menjadi media untuk lebih mengenal dan membiasakan bahasa Bali, baik dalam pergaulan seehari-hari atau dalam kegiatan formal," ucap Gunawan
Baca juga: SMKN 3 Sukawati tampilkan rasa bakti Pandawa di Bulan Bahasa Bali
Sementara itu, Adi Siput salah satu dewan juri mengatakan, penampilan anak-anak dalam lomba itu sudah tampil baik. Para peserta berhasil membangun kesan awal dan kesan akhir, sehingga membuat pertunjukan itu menarik.
"Jika mau jujur, semua peserta itu akan menjadi generasi pelawak Bali. Ajang ini sebagai cara untuk mengajak generasi muda mulai memakai bahasa Bali dalam komunikasi sehari-hari," ujarnya.
Kelian (Ketua) Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan acara ini dilaksanakan untuk ikut memeriahkan Bulan Bahasa Bali. Lomba Satua Banyol ini merupakan rangkaian dari Pekan Remaja Sadar Aksara (Parasara).
"Kami memandang bahwa Bahasa Bali menjadi unsur kebudayaan yang sangat penting untuk dilestarikan, namun belakangan di sekolah bahasa Bali bahkan kini mulai dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bahkan lebih sulit dari bahasa Inggris," kata Wahyudita.
Baca juga: Siswa PAUD se-Bali adu mewarnai "Rama memanah Kijang"
Oleh karena itu, pihaknya mengajak generasi muda untuk terbiasa menggunakan bahasa Bali lewat acara ini. "Masatua banyol" ini diperuntukkan untuk siswa tingkat SMP se-Kota Denpasar dengan pendaftar sebanyak 13 kelompok.
Peserta masatua banyol wajib menyajikan sebuah garapan pertunjukan drama lucu yang sumber cerita dapat digali dari cerita atau satua Bali yang telah ada atau pun dibuat baru.
"Masing-masing peserta menyajikan garapan dengan durasi 5 sampai 10 menit. Persondl dibatasi antara 3 - 5 orang dengan iringan musik live atau playback," ujarnya.
Usai lomba, dewan juri mengumumkan pemenang secara langsung. Juara 1 diraih SMP Wisata Sanur, Juara II diraih SMP Negeri 1 Denpasar dan Juara III diraih SMP Negeri 3 Denpasar.
Selain itu, rangkaian kegiatan Parasara juga diisi dengan workhsop belajar aksara bersama Made Taro dengan melibatkan guru SD dan SMP di Kota Denpasar serta diskusi sastra bersama Komunitas Suara Saking Bali. Acara ini berlangsung selama dua hari hingga Minggu (9/2).
Baca juga: Pemkab Badung ajak anak muda lestarikan bahasa dan sastra Bali
Parasara pun ditutup dengan diskusi atau "pabligbagan" yang bekerja sama dengan Komunitas Suara Saking Bali dengan narasumber sastrawan dan pegiat lontar IGA Dharma Putra.
Diskusi ini sangat berbeda dengan diskusi-diskusi sastra Bali pada umumnya, karena bahasa yang digunakan yakni bahasa Bali kepara atau bahasa yang digunakan layaknya sedang ngobrol di warung tuak. Diskusi ini juga akan menyandingkan antara sastra modern dengan lontar.
"Intinya untuk memupuk kesadaran generasi untuk melestarikan budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat, khususnya kepada generasi muda lebih mengenal dan mencintai bahasa Bali, serta menjadi sumber pendidikan norma dan etika," kata Wahyudita.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kami mengapresiasi ajang Pekan Remaja Sadar Aksara (Parasara) yang didalamnya ada lomba mesatua banyol. Kegiatan ini untuk memperkenalkan Bahasa Bali dikalangan milenial, sehingga tidak lupa dengan bahasa Ibu," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Denpasar I Wayan Gunawan saat membuka acara Parasara tersebut di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Jalan WR Supratman No 169 Denpasar, Sabtu.
"Cupak Grantang, Pan Balang Tamak, I Lutung lan I Kakua, hingga Lomba Desa" menjadi judul sederetan cerita yang ditampilkan puluhan siswa SMP dalam lomba "mesatua banyol" itu.
Para siswa terlihat kreatif mengolah satua (cerita) Bali menjadi lawakan segar dan lucu. Sontak penampilan siswa ini mampu membuat penonton terpingkal-pingkal dengan penampilan mereka.
Bukan hanya itu, para lawak cilik ini tampil lihai dengan menggunakan kostum sesuai karakter mereka. Untuk menguatkan karakter dalam adegan, para peserta ada yang menggunakan gambelan sebagai "backsound".
"Walaupun belum sempurna sekali, namun pemampilan mereka boleh jadi sebagai ajang untuk melestarikan bahasa Bali. Ya, karena dalam setiap dialog dari para pemain itu menjadi media untuk lebih mengenal dan membiasakan bahasa Bali, baik dalam pergaulan seehari-hari atau dalam kegiatan formal," ucap Gunawan
Baca juga: SMKN 3 Sukawati tampilkan rasa bakti Pandawa di Bulan Bahasa Bali
Sementara itu, Adi Siput salah satu dewan juri mengatakan, penampilan anak-anak dalam lomba itu sudah tampil baik. Para peserta berhasil membangun kesan awal dan kesan akhir, sehingga membuat pertunjukan itu menarik.
"Jika mau jujur, semua peserta itu akan menjadi generasi pelawak Bali. Ajang ini sebagai cara untuk mengajak generasi muda mulai memakai bahasa Bali dalam komunikasi sehari-hari," ujarnya.
Kelian (Ketua) Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan acara ini dilaksanakan untuk ikut memeriahkan Bulan Bahasa Bali. Lomba Satua Banyol ini merupakan rangkaian dari Pekan Remaja Sadar Aksara (Parasara).
"Kami memandang bahwa Bahasa Bali menjadi unsur kebudayaan yang sangat penting untuk dilestarikan, namun belakangan di sekolah bahasa Bali bahkan kini mulai dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bahkan lebih sulit dari bahasa Inggris," kata Wahyudita.
Baca juga: Siswa PAUD se-Bali adu mewarnai "Rama memanah Kijang"
Oleh karena itu, pihaknya mengajak generasi muda untuk terbiasa menggunakan bahasa Bali lewat acara ini. "Masatua banyol" ini diperuntukkan untuk siswa tingkat SMP se-Kota Denpasar dengan pendaftar sebanyak 13 kelompok.
Peserta masatua banyol wajib menyajikan sebuah garapan pertunjukan drama lucu yang sumber cerita dapat digali dari cerita atau satua Bali yang telah ada atau pun dibuat baru.
"Masing-masing peserta menyajikan garapan dengan durasi 5 sampai 10 menit. Persondl dibatasi antara 3 - 5 orang dengan iringan musik live atau playback," ujarnya.
Usai lomba, dewan juri mengumumkan pemenang secara langsung. Juara 1 diraih SMP Wisata Sanur, Juara II diraih SMP Negeri 1 Denpasar dan Juara III diraih SMP Negeri 3 Denpasar.
Selain itu, rangkaian kegiatan Parasara juga diisi dengan workhsop belajar aksara bersama Made Taro dengan melibatkan guru SD dan SMP di Kota Denpasar serta diskusi sastra bersama Komunitas Suara Saking Bali. Acara ini berlangsung selama dua hari hingga Minggu (9/2).
Baca juga: Pemkab Badung ajak anak muda lestarikan bahasa dan sastra Bali
Parasara pun ditutup dengan diskusi atau "pabligbagan" yang bekerja sama dengan Komunitas Suara Saking Bali dengan narasumber sastrawan dan pegiat lontar IGA Dharma Putra.
Diskusi ini sangat berbeda dengan diskusi-diskusi sastra Bali pada umumnya, karena bahasa yang digunakan yakni bahasa Bali kepara atau bahasa yang digunakan layaknya sedang ngobrol di warung tuak. Diskusi ini juga akan menyandingkan antara sastra modern dengan lontar.
"Intinya untuk memupuk kesadaran generasi untuk melestarikan budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat, khususnya kepada generasi muda lebih mengenal dan mencintai bahasa Bali, serta menjadi sumber pendidikan norma dan etika," kata Wahyudita.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020