Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Bali Tri Budhianto mencatat dana APBN dari sektor DAK Fisik sebesar Rp114,7 miliar tidak terserap di Pulau Dewata selama tahun 2019, sedangkan Dana Desa terserap hingga 100 persen.
"Tidak terserapnya dana sebesar itu sebenarnya patut disayangkan karena sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan jembatan, jalan, sekolah, irigasi dan sebagainya," kata Tri Budhianto dalam kopi pagi dan temu media DJPB Bali di Denpasar, Rabu.
Di hadapan sejumlah pimpinan media dan wartawan dalam "temu media" yang tergolong baru diagendakan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Bali itu, ia menjelaskan, pihaknya akan segera mengumpulkan pejabat pemerintah daerah se-Bali terkait fakta di atas.
"Paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan fakta di atas terjadi yakni komitmen pimpinan dan pelaksanaan perencanaan proyek yang tidak dilakukan pada awal tahun, karena itu saya akan mengundang pimpinan daerah di Bali untuk mengatasi hal itu, bagaimana kiat-nya, atau bagaimana strategi memanfaatkan dana APBN yang cukup besar itu," katanya.
Menurut dia, bila lelang untuk sebuah proyek itu dilaksanakan pada awal tahun, tentu anggaran akan terserap, tapi kalau dilakukan pada pertengahan tahun justru sering gagal, karena lelang proyek itu tidak selalu mulus, tapi sering juga gagal lelang, sehingga waktu bisa molor.
Baca juga: DJPB Bali Salurkan Alokasi Anggaran Rp9,22 Triliun
"Yang juga tidak kalah pentingnya adalah peran pimpinan yang peduli. Kalau seorang bupati itu selalu menanyakan progres dari sebuah proyek, tentu pimpinan proyek atau pimpinan OPD akan berusaha untuk mempercepat, karena kalau tidak akan dimarahi atau dikenai sanksi," katanya.
Dari dana APBN sektor DAK Fisik yang tidak terserap sebesar Rp114,7 miliar di Pulau Dewata itu tercatat Pemkab Bangli paling banyak memiliki DAK Fisik tidak terserap yakni Rp18,9 miliar, sedangkan DAK Fisik paling sedikit sisa serapanya ada di Pemkab Klungkung yakni Rp6,7 miliar.
Baca juga: Sekda: dana desa harus cair Januari 2020
Hal itu berbeda dengan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak yang terserap 70,96 persen, Dana Alokasi Umum (DAU) 101,85 persen, Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) 83,13 persen, Dana Insentif Daerah 100 persen, DAK Non-Fisik 95,18 persen, dan Dana Desa 100 persen.
"Secara umum, serapan APBN di Bali cukup baik yakni 98,03 persen, namun anggaran yang tidak terserap sebesar hanya 1,97 persen itu tetap besar juga, karena nilainya lebih dari Rp114 miliar. Dana sebanyak itu bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat secara luas," katanya.
Tahun 2019, DAK Fisik di Bali dimanfaatkan untuk membangun 192 ruang kelas, 16 kilometer+37 ruas jalan, 35 paket proyek irigasi, empat unit renovasi puskesmas, 284 paket alat kesehatan, 11 paket air minum, 115 unit sanitasi/SPAL, dan 15 unit revitalisasi pasar.
Baca juga: Menkeu akan memperketat transfer Dana Desa
Dalam acara yang ditindaklanjuti dengan pembentukan "Forum Komunikasi Media DJPB Bali" itu, ia menambahkan capaian realisasi Dana Desa di Bali sebesar 100 persen itu juga masih belum memuaskan, karena mayoritas masih dipakai untuk pembangunan desa, bukan pemberdayaan masyarakat.
"Padahal, Dana Desa itu mestinya dapat dipakai pemerintah daerah untuk mengentaskan kemiskinan. Misalnya, daerah pertanian bisa memanfaatkan dana desa pada saat masyarakat telah selesai panen dan menganggur, sehingga petani akan tetap mendapatkan penghasilan setelah panen. Karena itu, peran pendamping desa dalam merencanakan pemanfaatan Dana Desa itu penting, termasuk pengawasan dari teman-teman pers juga penting," lanjutnya.
Pada tahun 2019, Dana Desa di Bali dimanfaatkan untuk membangun 103,6 km jalan desa, rehabilitasi 203 unit sarpras desa, 21.301 meter drainase desa, 1.277 unit sarpras PAUD, 1.439 paket posyandu/polindes, 1.041 unit rehabilitasi MCK, 1.806 unit air bersih, dan Rp16,3 miliar penyertaan modal BUMDes.
Terkait pemberdayaan masyarakat, ia menambahkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk debitur atau UMKM di Bali juga perlu diperhatikan, karena hanya berkisar 36,86 persen.
"Dari 326.009 UMKM di Bali hanya 120.190 UMKM yang mengakses KUR. Sebenarnya, KUR itu tidak ada plafonnya, jadi masing-masing daerah bisa menyerap KUR untuk peningkatan perekonomian di daerahnya. Bagi yang sangat kecil dari UMKM atau ultra mikro bisa memanfaatkan kredit UMi (ultra mikro)," katanya.
Ia menambahkan secara nasional, Indonesia memiliki 66 juta UMKM dengan 44 juta diantaranya ultra mikro, karena itu perlu pembinaan agar meningkat menjadi mikro.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Tidak terserapnya dana sebesar itu sebenarnya patut disayangkan karena sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan jembatan, jalan, sekolah, irigasi dan sebagainya," kata Tri Budhianto dalam kopi pagi dan temu media DJPB Bali di Denpasar, Rabu.
Di hadapan sejumlah pimpinan media dan wartawan dalam "temu media" yang tergolong baru diagendakan di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Bali itu, ia menjelaskan, pihaknya akan segera mengumpulkan pejabat pemerintah daerah se-Bali terkait fakta di atas.
"Paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan fakta di atas terjadi yakni komitmen pimpinan dan pelaksanaan perencanaan proyek yang tidak dilakukan pada awal tahun, karena itu saya akan mengundang pimpinan daerah di Bali untuk mengatasi hal itu, bagaimana kiat-nya, atau bagaimana strategi memanfaatkan dana APBN yang cukup besar itu," katanya.
Menurut dia, bila lelang untuk sebuah proyek itu dilaksanakan pada awal tahun, tentu anggaran akan terserap, tapi kalau dilakukan pada pertengahan tahun justru sering gagal, karena lelang proyek itu tidak selalu mulus, tapi sering juga gagal lelang, sehingga waktu bisa molor.
Baca juga: DJPB Bali Salurkan Alokasi Anggaran Rp9,22 Triliun
"Yang juga tidak kalah pentingnya adalah peran pimpinan yang peduli. Kalau seorang bupati itu selalu menanyakan progres dari sebuah proyek, tentu pimpinan proyek atau pimpinan OPD akan berusaha untuk mempercepat, karena kalau tidak akan dimarahi atau dikenai sanksi," katanya.
Dari dana APBN sektor DAK Fisik yang tidak terserap sebesar Rp114,7 miliar di Pulau Dewata itu tercatat Pemkab Bangli paling banyak memiliki DAK Fisik tidak terserap yakni Rp18,9 miliar, sedangkan DAK Fisik paling sedikit sisa serapanya ada di Pemkab Klungkung yakni Rp6,7 miliar.
Baca juga: Sekda: dana desa harus cair Januari 2020
Hal itu berbeda dengan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak yang terserap 70,96 persen, Dana Alokasi Umum (DAU) 101,85 persen, Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) 83,13 persen, Dana Insentif Daerah 100 persen, DAK Non-Fisik 95,18 persen, dan Dana Desa 100 persen.
"Secara umum, serapan APBN di Bali cukup baik yakni 98,03 persen, namun anggaran yang tidak terserap sebesar hanya 1,97 persen itu tetap besar juga, karena nilainya lebih dari Rp114 miliar. Dana sebanyak itu bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat secara luas," katanya.
Tahun 2019, DAK Fisik di Bali dimanfaatkan untuk membangun 192 ruang kelas, 16 kilometer+37 ruas jalan, 35 paket proyek irigasi, empat unit renovasi puskesmas, 284 paket alat kesehatan, 11 paket air minum, 115 unit sanitasi/SPAL, dan 15 unit revitalisasi pasar.
Baca juga: Menkeu akan memperketat transfer Dana Desa
Dalam acara yang ditindaklanjuti dengan pembentukan "Forum Komunikasi Media DJPB Bali" itu, ia menambahkan capaian realisasi Dana Desa di Bali sebesar 100 persen itu juga masih belum memuaskan, karena mayoritas masih dipakai untuk pembangunan desa, bukan pemberdayaan masyarakat.
"Padahal, Dana Desa itu mestinya dapat dipakai pemerintah daerah untuk mengentaskan kemiskinan. Misalnya, daerah pertanian bisa memanfaatkan dana desa pada saat masyarakat telah selesai panen dan menganggur, sehingga petani akan tetap mendapatkan penghasilan setelah panen. Karena itu, peran pendamping desa dalam merencanakan pemanfaatan Dana Desa itu penting, termasuk pengawasan dari teman-teman pers juga penting," lanjutnya.
Pada tahun 2019, Dana Desa di Bali dimanfaatkan untuk membangun 103,6 km jalan desa, rehabilitasi 203 unit sarpras desa, 21.301 meter drainase desa, 1.277 unit sarpras PAUD, 1.439 paket posyandu/polindes, 1.041 unit rehabilitasi MCK, 1.806 unit air bersih, dan Rp16,3 miliar penyertaan modal BUMDes.
Terkait pemberdayaan masyarakat, ia menambahkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk debitur atau UMKM di Bali juga perlu diperhatikan, karena hanya berkisar 36,86 persen.
"Dari 326.009 UMKM di Bali hanya 120.190 UMKM yang mengakses KUR. Sebenarnya, KUR itu tidak ada plafonnya, jadi masing-masing daerah bisa menyerap KUR untuk peningkatan perekonomian di daerahnya. Bagi yang sangat kecil dari UMKM atau ultra mikro bisa memanfaatkan kredit UMi (ultra mikro)," katanya.
Ia menambahkan secara nasional, Indonesia memiliki 66 juta UMKM dengan 44 juta diantaranya ultra mikro, karena itu perlu pembinaan agar meningkat menjadi mikro.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020