KPU Kota Denpasar menggelar diskusi kelompok terfokus (FGD) melibatkan akademisi, budayawan, kalangan media, tokoh agama, dan praktisi kepemiluan untuk menyempurnakan, mempertajam, dan menguatkan makna maskot "I CAKA" dalam pelaksanaan Pilkada 2020.
"Maskot I CAKA ini telah ada sejak 2015 dan ingin kami reborn, tentunya perlu diselaraskan dengan visi dan misi KPU maupun dalam konteks kekinian terkait dengan perkembangan kepemiluan," kata Ketua KPU Kota Denpasar I Wayan Arsa Jaya di sela-sela pelaksaan FGD di Denpasar, Rabu.
Maskot I CAKA sendiri mengadopsi bentuk patung "Catur Muka" yang terletak di persimpangan pusat Kota Denpasar. Patung Catur Muka selama ini sudah identik dengan Kota Denpasar.
Selain itu, I CAKA juga akronim dari "Iring Coblos Antuk Kayun Angga" yang artinya mari mencoblos sesuai dengan keinginan atau nurani sendiri.
Arsa Jaya menambahkan bahwa maskot I CAKA itu pada Pilkada 2015 di Kota Denpasar merupakan hasil dari proses sayembara yang sudah melalui revisi dan penyempurnaan oleh tim juri.
Dalam maskot tersebut, di antaranya berisi sejumlah gambar dan simbol, seperti mahkota dengan lima helai kelopak bunga yang merupakan simbol kepemimpinan yang memegang teguh nilai-nilai luhur Pancasila, kemudian berisi bunga jempiring di telinga sebagai simbol refleksi diri, melambangkan kesucian atau kejernihan pikiran, dan harum bunga yang memberikan daya tarik kepada setiap insan.
Dalam maskot I CAKA, lanjut dia, juga berisi kotak suara dan paku yang memiliki makna mengajak masyarakat untuk bersemangat dalam pemilihan kepala daerah, serta masih ada sejumlah simbol-simbol lainnya.
"Apa yang menjadi masukan dalam FGD ini, nantinya akan dikaji oleh tim perumus, kemudian rekomendasinya akan disampaikan kepada kami," ucap Arsa Jaya.
Dengan dilahirkannya kembali (reborn) maskot I CAKA itu, perlu dilihat relevansinya apakah masih up to date atau ada penambahan dan pengurangan, serta barangkali ada hal-hal yang belum terimplementasi.
Dengan maskot yang disempurnakan itu, diharapkan selanjutnya bisa dipakai secara tetap dalam pelaksanaan setiap pilkada sehingga tidak perlu memikirkan maskot lagi.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan yang juga menjadi salah satu tim perumus maskot mengharapkan maskot pilkada di Kota Denpasar itu agar bisa lebih populer.
"Kami harapkan juga mampu berkontribusi sebagai bentuk ajakan untuk memilih bagi masyarakat Kota Denpasar," ucapnya.
Ia selaku tim perumus akan membahas masukan-masukan yang masuk. Namun, keputusan akhir pada KPU Kota Denpasar.
"Kalau mereka sudah menerima seluruh aspirasi, mereka yang akan memformulasikan dalam bentuk SK nanti," katanya.
Dalam FGD tersebut, sejumlah peserta menyoroti tentang sosok I CAKA yang bentuk tubuhnya dinilai terlalu gempal sehingga justru dapat dimaknai kurang lincah atau terkesan lamban.
Jika dikaitkan dengan tugas-tugas KPU yang harus cekatan dan gesit dalam penyelenggaraan pemilu, mereka menilai hal itu tidak berkesesuaian.
Akademisi I Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa menyoroti tidak perlu lagi ditampilkan gambar paku dalam maskot karena itu justru bermakna kekerasan.
"Memang untuk mewadahi semua keinginan dalam maskot itu tidak bisa. Namun, secara filosofi harus clear dan konsep dasarnya harus jelas," ucap akademisi yang juga mantan Ketua KPU Provinsi Bali itu.
Lanang Perbawa pun menyarankan kata-kata di bawah maskot yang juga akronim I CAKA yakni "Iring Coblos Antuk Kayun Angga" supaya diganti dengan bahasa yang lebih sederhana dan familier karena penggunaan bahasa Bali alus seperti itu belum tentu juga dipahami pemilih Denpasar yang orang Bali asli, apalagi para pendatang di tengah heterogennya penduduk di pusat Ibu Kota Provinsi Bali itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020