Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mendatangkan sutradara teater dan film kenamaan dari New York, Amerika Serikat, Julie Taymor untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada para dosen dan mahasiswa kampus setempat, terkait rencana melakukan akreditasi internasional.
"Mengawali Tahun Baru 2020, ISI Denpasar ini memang selalu melakukan pencarian-pencarian. Ke depan, karena kami sudah mulai ke kancah internasional, akan segera melakukan akreditasi internasional, jadi kegiatan pertama di tahun baru ini kami melakukan dengan kuliah umum mengundang sutradara multitalenta Julie Taymor," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar, MHum, disela-sela acara kuliah umum yang diisi Julie Taymor itu, di Kampus ISI Denpasar, Kamis.
Pengalaman Julie sebagai seniman kelas dunia diharapkan dapat memacu kreativitas dan inovasi civitas akademika ISI Denpasar dalam berkarya sehingga atmosfer akademik bernuansa internasional tumbuh di kampus seni negeri satu-satunya di wilayah Bali dan Nusa Tenggara itu.
Menurut Prof Arya, Julie Taymor dengan karya-karya monumentalnya seperti Lion King, Tempest, Midnight Summer Dream, dan masih banyak lainnya sudah tidak diragukan lagi kepiawaiannya, bahkan karya-karyanya banyak dipertontonkan di pusat-pusat seni pertunjukan dunia.
"Kuliah umum ini tidak saja mengakomodasi satu program studi, prodi tari bisa, teater bisa, pedalangan bisa, fashion desain, televisi dan perfilman juga bisa," ujar guru besar karawitan itu.
Dengan menghadirkan Julie Taymor, tambah dia, sekaligus diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada para mahasiswa, dan juga dosen mengenai seni yang kreatif yang bisa beranjak dari sebuah tradisi dan kearifan lokal, tetapi harus bisa menggema dan diterima secara universal.
Baca juga: ISI Denpasar hadirkan sutradara Julie Taymor beri kuliah umum
Sementara itu, Guru Besar Seni Tari ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia ST, MA yang mendampingi Julie menambahkan bahwa Julie ditemani partnernya Elliot Goldental, seorang komposer ternama, berbagi pengalaman dengan warga kampus, terutama dosen dan mahasiswa, tentang bagaimana ia secara kreatif menggunakan unsur-unsur budaya Indonesia, terutama Jawa dan Bali, ke dalam karya-karyanya.
Menurut dia, berbeda dengan kuliah-kuliah umum yang telah dilakukan selama ini, yang materinya hanya terfokus kepada satu bidang ilmu, kuliah umum Julie ini menyentuh semua bidang seni yang ada di ISI Denpasar.
Memiliki berbagai kecerdasan seni, Julie, selain sebagai seorang sutradara teater dan film, sekaligus pembuat topeng dan wayang, seorang pematung, seorang perancang kostum, seorang seniman animator, dan sebagainya.
Dibia mengungkapkan, terkait Julie yang berbagi pengalaman bagaimana dia kreatif menggunakan unsur budaya Indonesia, tampaknya ingin mengingatkan warga kampus ISI Denpasar akan betapa pentingnya para kreator seni untuk membekali diri dengan unsur-unsur budaya tradisional yang ada di sekitarnya.
"Kita semua tahu bahwa selama ini ada anggapan keliru yang beredar bahwa untuk melahirkan karya seni modern atau kontemporer seorang kreator harus melepaskan diri dari ikatan budaya tradisi," ujar Dibia yang juga pencipta Tari Manukrawa dan sejumlah tari monumental lainnya di Bali itu.
Dengan keberanian kreatif serta kecerdasan estetik yang tinggi, lanjut dia, Julie Taymor telah mampu mengolah unsur-unsur budaya tradisional, dari manapun asalnya, untuk melahirkan karya-karya baru berkelas dunia.
"Kedatangan Julie ke ISI Denpasar kali ini, sejak meninggalkan Bali pada tahun 1979, sekaligus adalah untuk napak tilas perjalanan hidupnya selama empat tahun melakukan pengembaraan budaya di Bali pada masa lampau," katanya.
Baca juga: Kolaborasi seniman tari tujuh negara tampil di ISI Denpasar
Setelah beberapa lama bereksplorasi seni di Jawa, pada tahun 1976 Julie datang ke Bali untuk melakukan eksperimen seni dengan sejumlah seniman Pulau Dewata. Di Bali, Julie sering berolah seni di ASTI Denpasar yang ketika itu masih meminjam tempat di Gedung Kokar-Bali, di Jalan Ratna Denpasar. Selama di Bali ia banyak bekerja sama dengan seorang seniman asal Tampaksiring, yaitu I Made Pasek Tempo, dengan anak-anaknya.
Dengan memasukkan unsur-unsur budaya Bali yang ia amati di Trunyan Bangli, di Bugbug Karangasem, dan di Peti Tenget Badung, ia pun melahirkan sebuah karya yang diberi nama Teater Loh (Loh Jinawi), garapan teater yang bicara tentang kemakmuran.
Pada kesempatan yang sama, Julie Taymor menyatakan menolak jika kegiatannya disebut kuliah umum. Menurut Julie, kedatangannya hanya berbagi pengalaman dengan seluruh Civitas ISI Denpasar. "Saya hanya berbagi pengalaman. Tidak lucu jika saya disebut memberi kuliah yang materinya juga budaya Indonesia," ucapnya.
Sutradara yang namanya melejit lewat karya "Lion King" itu menilai, Bali masih sangat menarik dijadikan inspirasi menciptakan karya seni karena seluruh elemen kehidupan di Pulau Dewata masih berjalan seimbang. Sebagai pelaku seni yang puluhan tahun mengenal Bali, ia berharap kultur Bali tidak berubah dari segala sisi.
"Kemarin saya sempat ke Ubud. Sebenarnya saya takut, khawatir melihat perubahan sentuhan modern yang terjadi setelah lama tidak ke Bali. Tapi syukurnya kekhawatiran saya tidak terbukti. Bali masih seimbang, masyarakatnya tetap ramah, kulturnya terjada di tengah gempuran modernisasi," ujar Julie.
Prinsip keseimbangan juga diterapkan dalam karyanya, seperti halnya di Lion King. "Saya punya banyak uang untuk produksi, tetapi saya tidak menggunakan teknologi yang tidak perlu untuk produksi. Bagian yang paling penting justru tidak melibatkan teknologi yang terlalu mahal," ucapnya.
Julie mengaku untuk bagian penting dari "Lion King" justru hanya menggunakan senter kecil dengan gambaran mulut lalu digerakkan. "Tetapi ternyata bisa membuat ribuan orang tertawa. Jadi kesederhanaan dan keseimbangan itu sangat penting," ucap wanita yang sudah menggeluti dunia teater sejak berusia 8 tahun itu.
Dalam acara kuliah umum yang diisi dengan video penggalan sejumlah karya-karyanya itu, Julie juga ingin memperlihatkan betapa dari sisi konsep teater, kostum, maupun posisi tubuh pemain yang terinspirasi dari budaya Indonesia, khususnya budaya Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Mengawali Tahun Baru 2020, ISI Denpasar ini memang selalu melakukan pencarian-pencarian. Ke depan, karena kami sudah mulai ke kancah internasional, akan segera melakukan akreditasi internasional, jadi kegiatan pertama di tahun baru ini kami melakukan dengan kuliah umum mengundang sutradara multitalenta Julie Taymor," kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar, MHum, disela-sela acara kuliah umum yang diisi Julie Taymor itu, di Kampus ISI Denpasar, Kamis.
Pengalaman Julie sebagai seniman kelas dunia diharapkan dapat memacu kreativitas dan inovasi civitas akademika ISI Denpasar dalam berkarya sehingga atmosfer akademik bernuansa internasional tumbuh di kampus seni negeri satu-satunya di wilayah Bali dan Nusa Tenggara itu.
Menurut Prof Arya, Julie Taymor dengan karya-karya monumentalnya seperti Lion King, Tempest, Midnight Summer Dream, dan masih banyak lainnya sudah tidak diragukan lagi kepiawaiannya, bahkan karya-karyanya banyak dipertontonkan di pusat-pusat seni pertunjukan dunia.
"Kuliah umum ini tidak saja mengakomodasi satu program studi, prodi tari bisa, teater bisa, pedalangan bisa, fashion desain, televisi dan perfilman juga bisa," ujar guru besar karawitan itu.
Dengan menghadirkan Julie Taymor, tambah dia, sekaligus diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada para mahasiswa, dan juga dosen mengenai seni yang kreatif yang bisa beranjak dari sebuah tradisi dan kearifan lokal, tetapi harus bisa menggema dan diterima secara universal.
Baca juga: ISI Denpasar hadirkan sutradara Julie Taymor beri kuliah umum
Sementara itu, Guru Besar Seni Tari ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia ST, MA yang mendampingi Julie menambahkan bahwa Julie ditemani partnernya Elliot Goldental, seorang komposer ternama, berbagi pengalaman dengan warga kampus, terutama dosen dan mahasiswa, tentang bagaimana ia secara kreatif menggunakan unsur-unsur budaya Indonesia, terutama Jawa dan Bali, ke dalam karya-karyanya.
Menurut dia, berbeda dengan kuliah-kuliah umum yang telah dilakukan selama ini, yang materinya hanya terfokus kepada satu bidang ilmu, kuliah umum Julie ini menyentuh semua bidang seni yang ada di ISI Denpasar.
Memiliki berbagai kecerdasan seni, Julie, selain sebagai seorang sutradara teater dan film, sekaligus pembuat topeng dan wayang, seorang pematung, seorang perancang kostum, seorang seniman animator, dan sebagainya.
Dibia mengungkapkan, terkait Julie yang berbagi pengalaman bagaimana dia kreatif menggunakan unsur budaya Indonesia, tampaknya ingin mengingatkan warga kampus ISI Denpasar akan betapa pentingnya para kreator seni untuk membekali diri dengan unsur-unsur budaya tradisional yang ada di sekitarnya.
"Kita semua tahu bahwa selama ini ada anggapan keliru yang beredar bahwa untuk melahirkan karya seni modern atau kontemporer seorang kreator harus melepaskan diri dari ikatan budaya tradisi," ujar Dibia yang juga pencipta Tari Manukrawa dan sejumlah tari monumental lainnya di Bali itu.
Dengan keberanian kreatif serta kecerdasan estetik yang tinggi, lanjut dia, Julie Taymor telah mampu mengolah unsur-unsur budaya tradisional, dari manapun asalnya, untuk melahirkan karya-karya baru berkelas dunia.
"Kedatangan Julie ke ISI Denpasar kali ini, sejak meninggalkan Bali pada tahun 1979, sekaligus adalah untuk napak tilas perjalanan hidupnya selama empat tahun melakukan pengembaraan budaya di Bali pada masa lampau," katanya.
Baca juga: Kolaborasi seniman tari tujuh negara tampil di ISI Denpasar
Setelah beberapa lama bereksplorasi seni di Jawa, pada tahun 1976 Julie datang ke Bali untuk melakukan eksperimen seni dengan sejumlah seniman Pulau Dewata. Di Bali, Julie sering berolah seni di ASTI Denpasar yang ketika itu masih meminjam tempat di Gedung Kokar-Bali, di Jalan Ratna Denpasar. Selama di Bali ia banyak bekerja sama dengan seorang seniman asal Tampaksiring, yaitu I Made Pasek Tempo, dengan anak-anaknya.
Dengan memasukkan unsur-unsur budaya Bali yang ia amati di Trunyan Bangli, di Bugbug Karangasem, dan di Peti Tenget Badung, ia pun melahirkan sebuah karya yang diberi nama Teater Loh (Loh Jinawi), garapan teater yang bicara tentang kemakmuran.
Pada kesempatan yang sama, Julie Taymor menyatakan menolak jika kegiatannya disebut kuliah umum. Menurut Julie, kedatangannya hanya berbagi pengalaman dengan seluruh Civitas ISI Denpasar. "Saya hanya berbagi pengalaman. Tidak lucu jika saya disebut memberi kuliah yang materinya juga budaya Indonesia," ucapnya.
Sutradara yang namanya melejit lewat karya "Lion King" itu menilai, Bali masih sangat menarik dijadikan inspirasi menciptakan karya seni karena seluruh elemen kehidupan di Pulau Dewata masih berjalan seimbang. Sebagai pelaku seni yang puluhan tahun mengenal Bali, ia berharap kultur Bali tidak berubah dari segala sisi.
"Kemarin saya sempat ke Ubud. Sebenarnya saya takut, khawatir melihat perubahan sentuhan modern yang terjadi setelah lama tidak ke Bali. Tapi syukurnya kekhawatiran saya tidak terbukti. Bali masih seimbang, masyarakatnya tetap ramah, kulturnya terjada di tengah gempuran modernisasi," ujar Julie.
Prinsip keseimbangan juga diterapkan dalam karyanya, seperti halnya di Lion King. "Saya punya banyak uang untuk produksi, tetapi saya tidak menggunakan teknologi yang tidak perlu untuk produksi. Bagian yang paling penting justru tidak melibatkan teknologi yang terlalu mahal," ucapnya.
Julie mengaku untuk bagian penting dari "Lion King" justru hanya menggunakan senter kecil dengan gambaran mulut lalu digerakkan. "Tetapi ternyata bisa membuat ribuan orang tertawa. Jadi kesederhanaan dan keseimbangan itu sangat penting," ucap wanita yang sudah menggeluti dunia teater sejak berusia 8 tahun itu.
Dalam acara kuliah umum yang diisi dengan video penggalan sejumlah karya-karyanya itu, Julie juga ingin memperlihatkan betapa dari sisi konsep teater, kostum, maupun posisi tubuh pemain yang terinspirasi dari budaya Indonesia, khususnya budaya Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020