Senator Anak Agung Gde Agung mengusulkan adanya evaluasi terhadap Undang-Undang (UU) No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, agar Bali dapat memperolah dana perimbangan dari sektor pariwisata.
"Saya satu-satunya anggota Komite III dari Bali sebagai inisiator menyampaikan hal itu, dan telah diterima oleh Komite III, serta telah disetujui dalam paripurna DPD RI," kata Gde Agung ditemui di Kantor Gubernur Bali, di Denpasar, Senin.
Gde Agung mengemukakan, dalam UU 33/2004 disebutkan dana perimbangan keuangan bersumber dari hasil sumber daya alam, emas, batu bara, minyak, bahkan hasil hutan. Selain itu disebutkan pula bisa bersumber dari sumber daya lainnya.
"Hanya saja untuk sumber daya lainnya ini tidak pernah dibahas. Oleh karena itu, dalam rekomendasi Komite III yang kemudian disetujui dalam rapat paripurna, ditambahkan supaya dimasukkan dari sektor pariwisata menjadi dasar pertimbangan," ucap anggota DPD RI yang juga mantan Bupati Badung, Bali itu.
Intinya yang dituntut dari evaluasi tersebut, tambah Gde Agung, turunan dari kontribusi sektor pariwisata bisa nantinya dalam bentuk dana perimbangan, ataukah dana alokasi umum (DAU), maupun dana alokasi khusus (DAK).
Menurut Gde Agung, Bali selama ini sebagai penghasil devisa negara dari sektor pariwisata yang diperkirakan menyumbang hingga Rp100 triliun dalam setahun, kenyataannya tidak mendapatkan apa-apa dari pariwisata.
Padahal sekitar 30 sampai 40 persen wisatawan yang masuk ke nusantara ini, pintu masuknya melalui Bali. Bahkan di saat peak season bisa sampai 50 persen wisatawan mancanegara masuknya melalui Pulau Dewata.
"Untuk itu, DPD RI mengusulkan supaya ada evaluasi terhadap implementasi UU No 33/2004 itu. Sektor pariwisata sebagai penghasil devisa agar dimasukkan dalam komponen untuk menentukan dana perimbangan keuangan pusat dan daerah," ujar senator yang membidangi urusan pendidikan, agama, kebudayaan, kesehatan dan pariwisata itu.
Gde Agung menambahkan, ternyata apa yang diusulkan tersebut juga mendapat respons positif dari sejumlah anggota DPD RI di Tanah Air yang daerahnya mendapat penghasilan dari non-sumber daya alam.
Langkah yang diambil untuk mengevaluasi UU Perimbangan Keuangan, dinilai juga sejalan dengan perjuangan Pemerintah Provinsi Bali untuk memasukkan draf RUU Provinsi Bali dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kami berempat anggota DPD dari Bali juga sudah sepakat, seandainya tidak ada reaksi pemerintah pusat dalam kaitannya dengan UU ini, kami merencanakan akan mengajukan judicial review UU No 33/2004," katanya.
Tetapi, lanjut Gde Agung, agar bisa mengajukan judicial review harus memenuhi setidaknya empat kajian, yakni kajian yuridis, kajaian ekonomi, kajian sosiologis dan kajian politis.
"Kajian sosiologis ini menyangkut dukungan rakyat dan kajian politis saya harapkan rekan-rekan di DPR RI bisa memberikan dukungan sehingga Bali nantinya berhasil mendapatkan dana perimbangan dari pariwisata," kata pria yang juga Penglingsir atau tokoh Puri Ageng Mengwi, Badung itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Saya satu-satunya anggota Komite III dari Bali sebagai inisiator menyampaikan hal itu, dan telah diterima oleh Komite III, serta telah disetujui dalam paripurna DPD RI," kata Gde Agung ditemui di Kantor Gubernur Bali, di Denpasar, Senin.
Gde Agung mengemukakan, dalam UU 33/2004 disebutkan dana perimbangan keuangan bersumber dari hasil sumber daya alam, emas, batu bara, minyak, bahkan hasil hutan. Selain itu disebutkan pula bisa bersumber dari sumber daya lainnya.
"Hanya saja untuk sumber daya lainnya ini tidak pernah dibahas. Oleh karena itu, dalam rekomendasi Komite III yang kemudian disetujui dalam rapat paripurna, ditambahkan supaya dimasukkan dari sektor pariwisata menjadi dasar pertimbangan," ucap anggota DPD RI yang juga mantan Bupati Badung, Bali itu.
Intinya yang dituntut dari evaluasi tersebut, tambah Gde Agung, turunan dari kontribusi sektor pariwisata bisa nantinya dalam bentuk dana perimbangan, ataukah dana alokasi umum (DAU), maupun dana alokasi khusus (DAK).
Menurut Gde Agung, Bali selama ini sebagai penghasil devisa negara dari sektor pariwisata yang diperkirakan menyumbang hingga Rp100 triliun dalam setahun, kenyataannya tidak mendapatkan apa-apa dari pariwisata.
Padahal sekitar 30 sampai 40 persen wisatawan yang masuk ke nusantara ini, pintu masuknya melalui Bali. Bahkan di saat peak season bisa sampai 50 persen wisatawan mancanegara masuknya melalui Pulau Dewata.
"Untuk itu, DPD RI mengusulkan supaya ada evaluasi terhadap implementasi UU No 33/2004 itu. Sektor pariwisata sebagai penghasil devisa agar dimasukkan dalam komponen untuk menentukan dana perimbangan keuangan pusat dan daerah," ujar senator yang membidangi urusan pendidikan, agama, kebudayaan, kesehatan dan pariwisata itu.
Gde Agung menambahkan, ternyata apa yang diusulkan tersebut juga mendapat respons positif dari sejumlah anggota DPD RI di Tanah Air yang daerahnya mendapat penghasilan dari non-sumber daya alam.
Langkah yang diambil untuk mengevaluasi UU Perimbangan Keuangan, dinilai juga sejalan dengan perjuangan Pemerintah Provinsi Bali untuk memasukkan draf RUU Provinsi Bali dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Kami berempat anggota DPD dari Bali juga sudah sepakat, seandainya tidak ada reaksi pemerintah pusat dalam kaitannya dengan UU ini, kami merencanakan akan mengajukan judicial review UU No 33/2004," katanya.
Tetapi, lanjut Gde Agung, agar bisa mengajukan judicial review harus memenuhi setidaknya empat kajian, yakni kajian yuridis, kajaian ekonomi, kajian sosiologis dan kajian politis.
"Kajian sosiologis ini menyangkut dukungan rakyat dan kajian politis saya harapkan rekan-rekan di DPR RI bisa memberikan dukungan sehingga Bali nantinya berhasil mendapatkan dana perimbangan dari pariwisata," kata pria yang juga Penglingsir atau tokoh Puri Ageng Mengwi, Badung itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019