Psikiater dari Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP) Denpasar, dr. Ida Ayu Kusuma Wardani, SpKJ mengatakan bahwa kondisi mental balita (2,5 tahun) yang menjadi korban penganiayaan beberapa waktu lalu sudah mulai kooperatif dan membaik sehingga diperbolehkan pulang ke rumahnya.
"Pertama saat saya menerima di IGD dengan kondisi adik itu tidak kooperatif namun kita bisa menenangkan dengan didekap oleh neneknya, namun tetap masalahnya adalah patah tulang paha kanan tapi tertutup sehingga kita melakukan fraksi karena kekhawatiran si nenek. Selanjutnya, kami menyarankan konsul ke bagian obgyn untuk penanganan pada bagian lainnya," katanya di RSUP Sanglah, Senin.
Ia menjelaskan bahwa pasien balita tersebut juga mendapatkan penanganan dari bagian obgyn, dengan hasil yaitu tidak ditemukan tanda - tanda kekerasan pada organ vitalnya dan dalam kondisi baik.
Baca juga: Menteri PPPA jenguk balita korban penganiayaan di RSUP
Setelah dievaluasi, dr. Ida Ayu Kusuma Wardani yang juga sebagai Kepala Instalasi Paviliun Amerta, menilai kondisi mental pasien sudah membaik dan kooperatif. "Saat ditanya coba diangkat tangan, anak nya sudah mau mengikuti, selain itu ketika ditanya makanan kesukaannya juga sudah mau menjawab tidak menolak lagi seperti di awal," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa pasien balita ini sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya pada rabu (4/12), melihat kondisinya mulai membaik.
Saat ini pasien balita tersebut hanya memerlukan kontrol secara rutin karena pihaknya sudah memberikan deteksi dini dan menganjurkan untuk dikonsultasikan kembali apabila ditemukan perubahan - perubahan perilaku, tambahnya.
"Untuk mentalnya saya sudah memberikan penanganan dan juga saran ke neneknya bahwa pertama adalah dekatkan dengan orang-orang yang nyaman, kedua bila si anak ini merengek dan malam hari gelisah atau ngompol karena adik ini kooperatif tetap berada pada lingkungan yang nyaman," jelasnya.
Sebelum dipindah ke ruang Amerta, pasien balita ini pernah berada dalam ruang cempaka dengan kondisi banyak orang "asing" yang melihat. Dengan pertimbangan itu dan dibantu salah satu perkumpulan yayasan untuk dipindahkan ke ruangan Amerta agar tertutup dan tidak mempengaruhi mentalnya.
"Sejak dirawat di Amerta hasilnya bagus karena selama jalan opname mulai tenang karena kunjungan dibatasi semua. Di situlah mulai emosinya tertata dengan baik," katanya.
Baca juga: Kenali tanda-tanda anak alami "penganiayaan" online
Sebelumnya, kejadian berawal ketika ibu korban berniat mengantarkan adiknya pulang ke rumah orang tuanya. Saat itu, ibu korban menitipkan anaknya ke rumah indekos yang ditinggali pelaku yang merupakan teman dekat ibu korban di Teuku Umar, Denpasar.
Berdasarkan keterangan dari Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Denpasar AKP Josina Lambiombir, bahwa alasan pelaku melakukan penganiayaan tersebut karena saat ditinggal ibunya, korban menangis dan pelaku tidak bisa menenangkan korban hingga akhirnya melayangkan kekerasan fisik terhadap korban yang masih berusia 2,5 tahun itu.
Ketika kakek korban mengetahui kasus tersebut, pada (27/11) pelaku dibawa ke kantor polisi. Atas perbuatannya pelaku dikenakan pasal 76 c jo pasal 80 ayat 2 kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak luka berat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Pertama saat saya menerima di IGD dengan kondisi adik itu tidak kooperatif namun kita bisa menenangkan dengan didekap oleh neneknya, namun tetap masalahnya adalah patah tulang paha kanan tapi tertutup sehingga kita melakukan fraksi karena kekhawatiran si nenek. Selanjutnya, kami menyarankan konsul ke bagian obgyn untuk penanganan pada bagian lainnya," katanya di RSUP Sanglah, Senin.
Ia menjelaskan bahwa pasien balita tersebut juga mendapatkan penanganan dari bagian obgyn, dengan hasil yaitu tidak ditemukan tanda - tanda kekerasan pada organ vitalnya dan dalam kondisi baik.
Baca juga: Menteri PPPA jenguk balita korban penganiayaan di RSUP
Setelah dievaluasi, dr. Ida Ayu Kusuma Wardani yang juga sebagai Kepala Instalasi Paviliun Amerta, menilai kondisi mental pasien sudah membaik dan kooperatif. "Saat ditanya coba diangkat tangan, anak nya sudah mau mengikuti, selain itu ketika ditanya makanan kesukaannya juga sudah mau menjawab tidak menolak lagi seperti di awal," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa pasien balita ini sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya pada rabu (4/12), melihat kondisinya mulai membaik.
Saat ini pasien balita tersebut hanya memerlukan kontrol secara rutin karena pihaknya sudah memberikan deteksi dini dan menganjurkan untuk dikonsultasikan kembali apabila ditemukan perubahan - perubahan perilaku, tambahnya.
"Untuk mentalnya saya sudah memberikan penanganan dan juga saran ke neneknya bahwa pertama adalah dekatkan dengan orang-orang yang nyaman, kedua bila si anak ini merengek dan malam hari gelisah atau ngompol karena adik ini kooperatif tetap berada pada lingkungan yang nyaman," jelasnya.
Sebelum dipindah ke ruang Amerta, pasien balita ini pernah berada dalam ruang cempaka dengan kondisi banyak orang "asing" yang melihat. Dengan pertimbangan itu dan dibantu salah satu perkumpulan yayasan untuk dipindahkan ke ruangan Amerta agar tertutup dan tidak mempengaruhi mentalnya.
"Sejak dirawat di Amerta hasilnya bagus karena selama jalan opname mulai tenang karena kunjungan dibatasi semua. Di situlah mulai emosinya tertata dengan baik," katanya.
Baca juga: Kenali tanda-tanda anak alami "penganiayaan" online
Sebelumnya, kejadian berawal ketika ibu korban berniat mengantarkan adiknya pulang ke rumah orang tuanya. Saat itu, ibu korban menitipkan anaknya ke rumah indekos yang ditinggali pelaku yang merupakan teman dekat ibu korban di Teuku Umar, Denpasar.
Berdasarkan keterangan dari Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Denpasar AKP Josina Lambiombir, bahwa alasan pelaku melakukan penganiayaan tersebut karena saat ditinggal ibunya, korban menangis dan pelaku tidak bisa menenangkan korban hingga akhirnya melayangkan kekerasan fisik terhadap korban yang masih berusia 2,5 tahun itu.
Ketika kakek korban mengetahui kasus tersebut, pada (27/11) pelaku dibawa ke kantor polisi. Atas perbuatannya pelaku dikenakan pasal 76 c jo pasal 80 ayat 2 kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak luka berat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019