Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan daerah setempat tetap akan menerapkan pariwisata berbasis budaya, dengan kearifan lokalnya yang bernapaskan agama Hindu karena sudah terbukti diterima oleh wisatawan dari berbagai wilayah di Nusantara dan mancanegara.

"Pariwisata Bali sudah berlangsung lama, sudah diterima oleh wisatawan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan berbagai negara. Tidak melihat wisatawan agamanya apa, asalnya darimana, semua posisi sebagai wisatawan, semua terlayani dengan baik," kata Koster usai menghadiri Sidang Paripurna DPRD Bali, di Denpasar, Senin.

Koster menambahkan, dengan pariwisata budaya yang sudah diterapkan di Bali, selama ini tidak ada permasalahan. "Menurut saya, pariwisata Bali janganlah diganggu karena sudah berjalan dengan baik, dikelola dengan baik oleh masyarakat di sini. Jangan dikasi embel-embel yang bikin kita jadi rusak," ujar mantan anggota DPR RI tiga periode itu.

Baca juga: Gubernur Koster: Festival Seni Bali Jani jadi tonggak kebangkitan seni modern

Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menambahkan bahwa Pemerintah dan masyarakat Bali telah sepakat menetapkan bahwa pariwisata yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata budaya, apalagi sudah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali.

"Kepariwisataan budaya Bali adalah kepariwisataan Bali yang berlandaskan kepada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya," ucapnya yang juga Ketua PHRI Bali itu.

Dengan demikian, akan terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, kelestarian budaya dan lingkungan.

"Perkembangan pariwisata Bali dari tahun ke tahun sangat dipengaruhi oleh faktor keragaman budaya yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Oleh karena itu sangat tepat kiranya jika pariwisata Bali disebut sebagai pariwisata yang berbasis budaya atau sering di sebut Pariwisata Budaya Bali. Adat, seni, dan budaya Bali sebagai potensi dasar yang dominan di dalamnya tersirat satu cita-cita akan adanya hubungan timbal balik antara pariwisata dan kebudayaan," ujar wagub yang akrab dipanggil Cok Ace itu.

Baca juga: KKP-Pemkab Buleleng resmikan Kampung Bandeng-Agrowisata

Pariwisata Bali yang demikian, lanjut Cok Ace, sudah berlangsung lama, sudah diterima dan mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, juga dari berbagai negara di dunia, tanpa melihat agama dan latar belakangnya.

"Semua diterima sebagai wisatawan. Sudah sejak ratusan tahun silam krama (warga) Bali sangat ramah dan toleran terhadap pihak manapun yang datang ke Bali, tanpa memandang mereka pemeluk Buddha, Muslim atau Kristen. Jangankan wisatawan, sameton (saudara) Muslim yang sudah ratusan tahun berinteraksi di Bali pun tidak ada diskriminasi, toleransi yang sangat indah," katanya.

Cok Ace menegaskan, kondisi pariwisata Bali selama ini sudah berjalan dengan baik dan semua wisatawan yang datang bisa terlayani dengan baik. Bahkan reputasi wisata Indonesia mulai meroket saat Conde Nast Traveller 2019 Timur Tengah memberikan "award" untuk Bali sebagai Favorite Adventure Destination buat wisatawan asal Timur Tengah periode 2018/2019.

"Pariwisata Bali tidak perlu diganggu gugat lagi, karena sudah berjalan dan dikelola dengan baik oleh masyarakat Bali," katanya yang juga tokoh Puri Ubud, Gianyar itu.

Baca juga: Wagub Cok Ace serahkan penetapan warisan budaya pada Desa Celuk


 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019