Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali, I Made Sunarsa menyoroti keberadaan tayangan televisi lokal Bali yang mendapat teguran karena terindikasi melakukan pelanggaran dalam program siaran.

"Tayangan lokal yang ditegur ada banyak tapi tidak diekspos. Jadi namanya Jumat keramat karena setiap hari Jumat kami melakukan pleno tentang adanya indikasi pelanggaran dari tayangan TV lokal di Bali," kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali, I Made Sunarsa di Denpasar, Rabu.

Dikatakan, bahwa sanksi yang diterima bagi siaran TV yang melanggar dapat berupa sanksi administratif berupa surat teguran. Beberapa pelanggaran tayangan itu, seperti adanya tayangan tentang Napza, dengan memperlihatkan banyak orang merokok, dan berkaitan juga iklan testimoni obat-obatan.

"Pelanggarannya itu yang kami tegur, seperti konten Napza yang banyak orang yang merokok, ada juga berkaitan dengan iklan, kayak iklan - iklan testimoni, obat - obatan. Nah ini juga, produksi yang di Bali tidak bagus edited nya jadi banyak ditegur," katanya.

Baca juga: KPID Bali minta KPI Pusat tindak lanjuti rekomendasi "sinetron dengan konten negatif"

Untuk Indikasi Pelanggaran dari bulan Januari sampai Juni 2019, bulan Januari diperoleh 15 Indikasi pelanggaran, Februari ada 78 indikasi, Maret ada tujuh indikasi, April ada 16 indikasi, Mei ada 24 indikasi dan Juni ada 32 indikasi pelanggaran.

Selain itu untuk persentase pelanggaran di Bulan Januari 40 persen mengandung unsur kekerasan, 53 persen mengandung unsur pornografi dan 7 persen ada unsur Sara. Berlanjut pada Bulan Februari 48 persen tayangan mengandung kekerasan, 18 persen ada konten berkaitan dengan Napza, 16 persen Sara dan 15 persen mengandung pornografi.

Bulan Maret,29 persen tayangan dengan kekerasan, 28 ada unsur sara, 14 persen ada mengandung konten Napza, dan 29 persen tentang pornografi. Sebaliknya pada bulan April, persentase tertinggi indikasi pelanggaran terjadi pada tayangan Iklan sebanyak 81 persen, diikuti dengan tayangan mengandung Napza ada 15 persen.

Pada bulan Mei, sekitar 46 persen pada tayangan Iklan, 21 persen tayangan Napza, 17 persen tayangan kekerasan, 12 persen mengandung tayangan Sara, dan empat persen mengandung pornografi. Terakhir pada bulan Juni, 25 persen berasal dari tayangan Iklan, 28 persen tayangan kekerasan, 38 persen pelanggaran tayangan mengandung Napza, enam persen pornografi dan tiga persen mengandung sara.

"Kenapa anak - anak suka tayangan sinetron, karena menu, jadi saya sudah selalu koordinasi dengan antropologi, sosiologi, akademisi, karena kita tidak melihat rating, kalau "Nielsen" pake rating bahwa yang baik siarannya adalah ketika yang banyak nonton, Nah itu yang mau rubah di KPI, bahwa yang bagus itu yang kualitasnya memang bagus, masalahnya menu tayangan di TV ya itu - itu aja," kata Made Sunarsa.

Baca juga: KPID Bali berusaha atasi "blank spot" TV di Buleleng

Untuk itu pihaknya menjalin kerja sama dengn akademisi untuk mendiskusikan terkait dengan tayangan di televisi agar dapat disajikan dengan indeks kualitas, bukan dengan menu tayangan dengan metode yang "laris" untuk ditonton.

"Karena kartun cuma ada di beberapa TV aja, ada beberapa tv lain nggak ngasi, jadi kan susah makanya kita mencoba kualitas yang bagus untuk anak - anak adalah seperti ini," ucapnya.

Pewarta: Ayu Khania Pranishita

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019