Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali mengharapkan Pemerintah Kabupaten Badung, Tabanan dan Karangasem dapat segera menuntaskan persoalan anggaran pengawasan Pilkada 2020 agar tidak sampai mengganggu tahapan perhelatan demokrasi di daerah itu.
"Mudah-mudahan segera selesai karena bagaimanapun akan menjadi pintu pertama apakah pilkada bisa berjalan atau tidak," kata anggota Bawaslu Bali Ketut Rudia, di Denpasar, Senin.
Rudia mengemukakan, berdasarkan hasil supervisi dan informasi dari jajaran Bawaslu kabupaten, dari enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, hingga saat ini yang anggarannya sudah tidak ada persoalan yakni Kabupaten Jembrana, Bangli, dan Kota Denpasar.
Sedangkan tiga kabupaten lainnya yakni Badung, Tabanan, dan Karangasem, terkait anggaran pengawasan Pilkada 2020 masih belum ada titik temu atau kesepahaman mengenai penggunaan aturan hibah pilkada.
"Hibah Pilkada 2020 itu masuk ke DIPA Bawaslu Bali yang mekanisme tata kelolanya memakai mekanisme APBN dan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi belum 'nyambungnya' karena pemerintah kabupaten untuk hibah pilkada mengacu pada peraturan daerah," ucapnya.
Di antaranya yang dipersoalkan mengenai penetapan honorarium badan adhoc seperti honorarium untuk pengawas di tingkat kecamatan, PPL, hingga pengawas TPS.
Baca juga: Gubernur Bali minta bupati prioritaskan dana Pilkada 2020
Mantan Ketua Bawaslu Bali itu berharap melalui pertemuan Gubernur Bali Wayan Koster dengan pemerintah daerah di enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, serta para pemangku kepentingan terkait beberapa waktu lalu, maka masalah-masalah terkait pengajuan anggaran pilkada bisa diselesaikan.
Apalagi naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk Pilkada 2020 harus sudah ditandatangani paling lambat 1 Oktober 2019.
"Pada intinya kami memahami kondisi daerah, tentu kami tidak meminta yang lebih, tidak boleh kurang, tetapi semuanya cukup. Pada akhirnya kalau ada anggaran yang tidak terpakai 'kan akan dikembalikan," ujar Rudia.
Mantan Ketua Panwaslu Buleleng itu mencontohkan saat Pilkada Bali 2018, dari usulan anggaran pengawasan yang semula diajukan Rp64 miliar, kemudian disetujui menjadi Rp39 miliar. Oleh karena saat itu tidak banyak kegiatan penanganan pelanggaran, maka sekitar Rp5 miliar anggaran dikembalikan ke kas daerah.
"Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran kami akan melakukan upaya-upaya yang tidak benar dalam mengelola anggaran pengawasan pilkada," katanya.
Baca juga: Pada 2020, ada 270 daerah di Indonesia gelar Pilkada
Sebelumnya, pihak Bawaslu mengajukan usulan anggaran pengawasan untuk Pilkada 2020 untuk di enam kabupaten/kota di Bali dengan nilai lebih dari Rp51 miliar. Usulan tersebut juga telah dikaji Bawaslu RI.
Untuk usulan anggaran pengawasan di masing-masing kabupaten/kota yakni untuk Kota Denpasar (Rp7,35 miliar), Kabupaten Badung (Rp8,63 miliar), Kabupaten Tabanan (Rp11,54 miliar), Kabupaten Jembrana (Rp7,14 miliar), Kabupaten Karangasem (Rp9,45 miliar) dan Kabupaten Bangli Rp6,93 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Mudah-mudahan segera selesai karena bagaimanapun akan menjadi pintu pertama apakah pilkada bisa berjalan atau tidak," kata anggota Bawaslu Bali Ketut Rudia, di Denpasar, Senin.
Rudia mengemukakan, berdasarkan hasil supervisi dan informasi dari jajaran Bawaslu kabupaten, dari enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, hingga saat ini yang anggarannya sudah tidak ada persoalan yakni Kabupaten Jembrana, Bangli, dan Kota Denpasar.
Sedangkan tiga kabupaten lainnya yakni Badung, Tabanan, dan Karangasem, terkait anggaran pengawasan Pilkada 2020 masih belum ada titik temu atau kesepahaman mengenai penggunaan aturan hibah pilkada.
"Hibah Pilkada 2020 itu masuk ke DIPA Bawaslu Bali yang mekanisme tata kelolanya memakai mekanisme APBN dan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi belum 'nyambungnya' karena pemerintah kabupaten untuk hibah pilkada mengacu pada peraturan daerah," ucapnya.
Di antaranya yang dipersoalkan mengenai penetapan honorarium badan adhoc seperti honorarium untuk pengawas di tingkat kecamatan, PPL, hingga pengawas TPS.
Baca juga: Gubernur Bali minta bupati prioritaskan dana Pilkada 2020
Mantan Ketua Bawaslu Bali itu berharap melalui pertemuan Gubernur Bali Wayan Koster dengan pemerintah daerah di enam kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, serta para pemangku kepentingan terkait beberapa waktu lalu, maka masalah-masalah terkait pengajuan anggaran pilkada bisa diselesaikan.
Apalagi naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk Pilkada 2020 harus sudah ditandatangani paling lambat 1 Oktober 2019.
"Pada intinya kami memahami kondisi daerah, tentu kami tidak meminta yang lebih, tidak boleh kurang, tetapi semuanya cukup. Pada akhirnya kalau ada anggaran yang tidak terpakai 'kan akan dikembalikan," ujar Rudia.
Mantan Ketua Panwaslu Buleleng itu mencontohkan saat Pilkada Bali 2018, dari usulan anggaran pengawasan yang semula diajukan Rp64 miliar, kemudian disetujui menjadi Rp39 miliar. Oleh karena saat itu tidak banyak kegiatan penanganan pelanggaran, maka sekitar Rp5 miliar anggaran dikembalikan ke kas daerah.
"Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran kami akan melakukan upaya-upaya yang tidak benar dalam mengelola anggaran pengawasan pilkada," katanya.
Baca juga: Pada 2020, ada 270 daerah di Indonesia gelar Pilkada
Sebelumnya, pihak Bawaslu mengajukan usulan anggaran pengawasan untuk Pilkada 2020 untuk di enam kabupaten/kota di Bali dengan nilai lebih dari Rp51 miliar. Usulan tersebut juga telah dikaji Bawaslu RI.
Untuk usulan anggaran pengawasan di masing-masing kabupaten/kota yakni untuk Kota Denpasar (Rp7,35 miliar), Kabupaten Badung (Rp8,63 miliar), Kabupaten Tabanan (Rp11,54 miliar), Kabupaten Jembrana (Rp7,14 miliar), Kabupaten Karangasem (Rp9,45 miliar) dan Kabupaten Bangli Rp6,93 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019