Gubernur Bali Wayan Koster meminta bupati/wali kota di enam kabupaten/kota di daerah itu dapat memprioritaskan penyediaan anggaran untuk pelaksanaan Pilkada 2020, sehingga tidak sampai mengganggu tahapan perhelatan demokrasi.
"Saya tidak mau pilkada sampai terganggu karena persoalan anggaran. Kalau memang diperlukan pendampingan dari provinsi, kami akan fasilitasi," kata Koster saat menyampaikan arahan pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020, di Denpasar, Kamis.
Dalam rapat itu, Koster menyayangkan ketidakhadiran Bupati/Wali Kota, dan hanya dihadiri pejabat setingkat Asisten I dan Asisten II Setda Kabupaten/Kota, ataupun Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).
"Catat ya Pak, nanti Bapak pulang ke kabupaten/kota masing-masing agar langsung menghadap Bupati/Wali Kota untuk menyampaikan kebutuhan anggaran pilkada, berapa yang untuk 2019 dan berapa untuk 2020," ucapnya.
Orang nomor satu di Bali itu mengingatkan karena tahapan Pilkada Serentak 2020 sudah dimulai tahun ini, maka harus sudah ada porsi yang dianggarkan dalam APBD Perubahan 2019.
"Anggaran pilkada harus diprioritaskan karena tahapannya harus dijalankan. Dengan pilkada yang prosesnya makin baik, kesadarannya makin baik, maka akan melahirkan pemimpin yang lebih baik," ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng itu.
Selain itu, Koster meminta jajaran KPU dan Bawaslu di enam kabupaten/kota (Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Kota Denpasar) dapat menyusun anggaran yang efisien. Kegiatan yang bisa disinergikan agar disinergikan sehingga pemerintah daerah tidak takut dengan kebutuhan anggaran yang terlalu tinggi.
"KPU dan Bawaslu buat anggaran jangan serem-serem, buat yang efisien. Pasti Bupati/Wali Kota takut juga kalau anggarannya terlalu tinggi," tegas Koster.
Jika memungkinkan dalam penyusunan anggaran tersebut meskipun kegiatannya banyak, tetapi biayanya bisa diturunkan. Jangan dibuat linier dengan banyak kegiatan, anggarannya juga banyak.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan meminta agar Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sudah ditandatangani paling lambat 1 Oktober 2019. Jangan sampai terulang lagi kejadian persoalan anggaran seperti Pilkada 2015.
"KPU itu sebenarnya sangat ingin irit, tetapi regulasi yang membatasi, ada standar-standar tertentu yang harus dijadikan pedoman dalam penyusunan anggaran seperti mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan sebagainya," ucapnya.
Misalnya, penganggaran dari sisi calon peserta harus dianggarkan jumlah calon maksimal. Kalau jumlah maksimal calon yang bisa diajukan parpol itu bisa lima pasang, maka dalam penyusunan anggaran disiapkan untuk kemungkinan lima calon, meskipun pada akhirnya ternyata hanya dua pasangan calon yang diajukan parpol.
"Jika anggaran yang diajukan besar, bukan berarti kami tidak mau mengirit. Bahkan dalam pemilu-pemilu sebelumnya saat terjun ke desa-desa, kami seringkali hadir sebagai pembicara saja, sedangkan konsumsi disediakan oleh pihak desa," ujarnya.
Lidartawan menyampaikan usulan kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan Pemilihan Serentak 2020 di enam kabupaten/kota mencapai Rp171,704 miliar lebih dengan rincian kebutuhan untuk masing-masing kabupaten/kota yakni Kota Denpasar (Rp25 miliar), Kabupaten Badung (Rp25,01 miliar lebih), Kabupaten Tabanan (Rp49,20 miliar lebih), Kabupaten Jembrana (Rp18,94 miliar lebih), Kabupaten Bangli (Rp21,45 miliar lebih), dan Kabupaten Karangasem (Rp32,09 miliar lebih).
"Kami siap bekerja dengan maksimal dan tentu pemerintah daerah juga harus kooperatif," kata mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli itu.
Di sisi lain, Lidartawan juga meminta Pemprov Bali dapat mengatensi anggaran di Kabupaten Karangasem yang saat ini menghadapi persoalan terkait pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem. "Jangan sampai NPHD-nya lewat dari 1 Oktober, termasuk persoalan mitigasi bencana agar tidak membuat TPS di kawasan zona merah Gunung Agung," katanya.
Sedangkan Pelaksana Harian Ketua Bawaslu Bali I Wayan Wirka mengatakan pihak Bawaslu mengajukan anggaran pengawasan lebih dari Rp51 miliar sudah mempertimbangkan berbagai hal dengan sedemikian rupa.
Untuk usulan anggaran pengawasan di enam kabupaten/kota yakni untuk Kota Denpasar (Rp7,35 miliar), Kabupaten Badung (Rp8,63 miliar), Kabupaten Tabanan (Rp11,54 miliar), Kabupaten Jembrana (Rp7,14 miliar), Kabupaten Karangasem (Rp9,45 miliar) dan Kabupaten Bangli (Rp6,93 miliar).
"Tidak perlu diragukan lagi terkait tugas-tugas pengawasan. Kesemua usulan ini juga sudah dikaji Bawaslu RI," ucap Wirka.
Mengenai persoalan regulasi yang digunakan acuan oleh pemerintah daerah dengan Bawaslu Kabupaten/Kota terkait penyusunan anggaran, Wirka mengharapkan segera ada titik temu. "Kalau pilkada tanpa pengawasan apakah legitimasinya bisa dipertanggungjawabkan?" ucapnya, mempertanyakan.
Bawaslu Bali juga mengharapkan agar Gubernur Bali memberikan atensi terhadap anggaran pilkada di Kabupaten Karangasem.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Saya tidak mau pilkada sampai terganggu karena persoalan anggaran. Kalau memang diperlukan pendampingan dari provinsi, kami akan fasilitasi," kata Koster saat menyampaikan arahan pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020, di Denpasar, Kamis.
Dalam rapat itu, Koster menyayangkan ketidakhadiran Bupati/Wali Kota, dan hanya dihadiri pejabat setingkat Asisten I dan Asisten II Setda Kabupaten/Kota, ataupun Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).
"Catat ya Pak, nanti Bapak pulang ke kabupaten/kota masing-masing agar langsung menghadap Bupati/Wali Kota untuk menyampaikan kebutuhan anggaran pilkada, berapa yang untuk 2019 dan berapa untuk 2020," ucapnya.
Orang nomor satu di Bali itu mengingatkan karena tahapan Pilkada Serentak 2020 sudah dimulai tahun ini, maka harus sudah ada porsi yang dianggarkan dalam APBD Perubahan 2019.
"Anggaran pilkada harus diprioritaskan karena tahapannya harus dijalankan. Dengan pilkada yang prosesnya makin baik, kesadarannya makin baik, maka akan melahirkan pemimpin yang lebih baik," ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng itu.
Selain itu, Koster meminta jajaran KPU dan Bawaslu di enam kabupaten/kota (Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Kota Denpasar) dapat menyusun anggaran yang efisien. Kegiatan yang bisa disinergikan agar disinergikan sehingga pemerintah daerah tidak takut dengan kebutuhan anggaran yang terlalu tinggi.
"KPU dan Bawaslu buat anggaran jangan serem-serem, buat yang efisien. Pasti Bupati/Wali Kota takut juga kalau anggarannya terlalu tinggi," tegas Koster.
Jika memungkinkan dalam penyusunan anggaran tersebut meskipun kegiatannya banyak, tetapi biayanya bisa diturunkan. Jangan dibuat linier dengan banyak kegiatan, anggarannya juga banyak.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan meminta agar Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sudah ditandatangani paling lambat 1 Oktober 2019. Jangan sampai terulang lagi kejadian persoalan anggaran seperti Pilkada 2015.
"KPU itu sebenarnya sangat ingin irit, tetapi regulasi yang membatasi, ada standar-standar tertentu yang harus dijadikan pedoman dalam penyusunan anggaran seperti mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan dan sebagainya," ucapnya.
Misalnya, penganggaran dari sisi calon peserta harus dianggarkan jumlah calon maksimal. Kalau jumlah maksimal calon yang bisa diajukan parpol itu bisa lima pasang, maka dalam penyusunan anggaran disiapkan untuk kemungkinan lima calon, meskipun pada akhirnya ternyata hanya dua pasangan calon yang diajukan parpol.
"Jika anggaran yang diajukan besar, bukan berarti kami tidak mau mengirit. Bahkan dalam pemilu-pemilu sebelumnya saat terjun ke desa-desa, kami seringkali hadir sebagai pembicara saja, sedangkan konsumsi disediakan oleh pihak desa," ujarnya.
Lidartawan menyampaikan usulan kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan Pemilihan Serentak 2020 di enam kabupaten/kota mencapai Rp171,704 miliar lebih dengan rincian kebutuhan untuk masing-masing kabupaten/kota yakni Kota Denpasar (Rp25 miliar), Kabupaten Badung (Rp25,01 miliar lebih), Kabupaten Tabanan (Rp49,20 miliar lebih), Kabupaten Jembrana (Rp18,94 miliar lebih), Kabupaten Bangli (Rp21,45 miliar lebih), dan Kabupaten Karangasem (Rp32,09 miliar lebih).
"Kami siap bekerja dengan maksimal dan tentu pemerintah daerah juga harus kooperatif," kata mantan Ketua KPU Kabupaten Bangli itu.
Di sisi lain, Lidartawan juga meminta Pemprov Bali dapat mengatensi anggaran di Kabupaten Karangasem yang saat ini menghadapi persoalan terkait pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem. "Jangan sampai NPHD-nya lewat dari 1 Oktober, termasuk persoalan mitigasi bencana agar tidak membuat TPS di kawasan zona merah Gunung Agung," katanya.
Sedangkan Pelaksana Harian Ketua Bawaslu Bali I Wayan Wirka mengatakan pihak Bawaslu mengajukan anggaran pengawasan lebih dari Rp51 miliar sudah mempertimbangkan berbagai hal dengan sedemikian rupa.
Untuk usulan anggaran pengawasan di enam kabupaten/kota yakni untuk Kota Denpasar (Rp7,35 miliar), Kabupaten Badung (Rp8,63 miliar), Kabupaten Tabanan (Rp11,54 miliar), Kabupaten Jembrana (Rp7,14 miliar), Kabupaten Karangasem (Rp9,45 miliar) dan Kabupaten Bangli (Rp6,93 miliar).
"Tidak perlu diragukan lagi terkait tugas-tugas pengawasan. Kesemua usulan ini juga sudah dikaji Bawaslu RI," ucap Wirka.
Mengenai persoalan regulasi yang digunakan acuan oleh pemerintah daerah dengan Bawaslu Kabupaten/Kota terkait penyusunan anggaran, Wirka mengharapkan segera ada titik temu. "Kalau pilkada tanpa pengawasan apakah legitimasinya bisa dipertanggungjawabkan?" ucapnya, mempertanyakan.
Bawaslu Bali juga mengharapkan agar Gubernur Bali memberikan atensi terhadap anggaran pilkada di Kabupaten Karangasem.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019