Kendati sudah menjalani profesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta selama empat tahun Andrean Alberto belum menemukan apa yang dicarinya selama ini.
Berangkat kerja sebelum subuh dan pulang ke rumah setelah matahari terbenam bagi lulusan S2 Ilmu Kelautan Universitas Indonesia itu merasakan hal tersebut bukan jati dirinya.
Pria asal Solok, Sumatera Barat yang lahir pada 8 Desember 1989 itu akhirnya memutuskan untuk menanggalkan status ASN dan kembali ke kampung kelahiran di Solok.
Ia merasa tidak mungkin bertahan dengan pola kehidupan di ibu kota negara karena itu bukan pilihan jiwanya kendati secara penghasilan mencukupi.
Kendati keputusannya keluar dari kementerian yang dipimpin oleh Susi Pujiastuti itu sarat penolakan dari keluarga besarnya, Andrean memantapkan hati untuk memulai berwirausaha di kampung.
Bagi lulusan S1 Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kenikmatan sejati adalah masuk kolam dan keluar kolam ikan.
"Tidak ada seorang pun anggota keluarga yang setuju saya pulang, semua menolak, tapi tekad saya sudah bulat," ujarnya.
Secara perlahan ia memutuskan untuk beternak lele dengan sistem higienis berbeda dengan peternak lainnya yang menggunakan pakan limbah untuk makanan lelenya.
Untuk pembibitan ia menggunakan terpal dan pembesaran menggunakan kolam tanah dengan menambahkan probiotik dan makanan pelet ber-SNI sehingga lelenya lebih higienis.
Namun saat panen masalah baru muncul. Karena sistem yang diterapkannya membuat biaya produksi lebih besar dibandingkan peternak lele kebanyakan.
Tetapi harga jual lelenya tetap sama dengan yang lain saat dibeli pengumpul sehingga ia pun rugi.
Sebab tak ada yang mau membeli lele hasil kolamnya dengan harga tinggi karena belum ada pasar di daerahnya.
Akhirnya pria dua anak ini memutar akal bagaimana agar usaha lelenya tidak sia-sia dengan membuat rendang lele untuk kemudian dipasarkan.
Kendati sebelumnya tidak memiliki latar belakang bisnis ia pun melebarkan sayap selain beternak lele menjadi produsen rendang lele.
Namun hasil yang diharapkan ternyata belum maksimal karena penjualan belum sesuai yang diharapkan.
Pada 2018 ia mengikuti program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia perwakilan Sumbar.
Andrean terpilih menjadi salah seorang dari 20 peserta yang dibina selama dua tahun oleh konsultan bisnis bersama Bank Indonesia.
Saat itu ia pun memutuskan untuk menukar fokus usaha dari rendang lele menjadi rendang for kids.
Berawal dari pengalaman makan di rumah makan Padang bersama buah hatinya yang berusia 2,5 tahun saat disuguhi rendang, ternyata dikeluarkan karena pedas dan dagingnya keras. Ia pun berpikir bagaimana membuat rendang yang bisa dikonsumsi anak-anak dengan melakukan riset.
Di antaranya tanpa cabai sama sekali dan untuk rasa ia memilih menambahkan susu cair guna menciptakan rasa gurih.
Selain itu ia juga tidak menambahkan MSG dan untuk rendang daging sapi dibuat dalam bentuk suir sehingga tinggal menyajikan di sepiring nasi hangat sudah bisa disantap anak-anak.
Tak hanya itu ia pun berinovasi dengan kemasan yang bisa jadi sarana interaktif antara anak dengan orang tua dalam bentuk menyediakan kolom yang bisa ditulis hingga menyajikan puzzle dibungkusnya.
Usahanya dan inovasi Andrean tak sia-sia, berkat pendampingan dalam Program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) setiap bulan ia kini memproduksi 70 kilogram rendang sapi, 200 kilogram rendang lele, dan 50 kilogram rendang belut.
Melalui Program Wirausaha Bank Indonesia membuat mental bisnis Andrean kian terasah karena kalau tidak bergerak tak ada pemasukan.
Ia pun diajarkan bagaimana manajemen bisnis, manajemen keuangan, hingga pemasaran dan mau dibawa kemana bisnisnya.
Kini ia berhasil menghapus stigma bahwa hanya pekerjaan kantoran yang bisa mengantarkan kesuksesan.
Perlahan keluarga besarnya mulai bisa menerima bahwa keputusan keluar dari zona nyaman sebagai pekerja profesional bukan hal yang salah
Lain lagi kisah Dian Anugrah angkatan pertama program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) pada 2014 yang memilih fokus pada usaha rendang Minang.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas tersebut merasakan bagaimana WuBI merupakan kampus wirausaha yang menempa peserta menjadi lebih percaya diri.
"Mulai dari membangun sistem bisnis, efisien, pemasaran, kemasan hingga prosedur kerja diajarkan," kata Dian.
Ia merasa bersyukur karena dibantu mengembangkan kapasitas usaha agar layak dibiayai investor perbankan dan investor.
Baca juga: Akademisi: Bali perlu perbanyak inkubator bisnis
Ada juga fasilitas dibiayai ikut pameran hingga studi banding untuk menambah pengalaman, ujar dia.
Kini Dian mengokohkan diri dan fokus pada usaha rendang premium dengan pangsa pasar kalangan atas mulai dari artis, tokoh publik, hingga pejabat.
Demikian juga halnya dengan Anita Dona Asri perempuan muda asal Desa Lunto Timur Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Peserta Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) itu berhasil mengantarkan songket Minang mendunia.
Berkat kegigihannya Lulusan Universitas Negeri Padang yang memasarkan songket dengan bendera Dolas Songket terpilih mewakili Indonesia untuk bertolak ke Brusels, Belgia, mengikui ajang European Development Days yang merupakan pameran kerajinan tingkat dunia pada ada 7-8 Juni 2017.
Pada 2-5 Agustus 2018 ia pun kembali berkesempatan berpameran di luar negeri pada ajang Festival Indonesia-Moscow 2018 yang digelar di Krasnaya Presnya Park Moscow.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Dona untuk menjadikan songket Minang kian dikenal sebagai maha karya seni yang berharga.
Dona pun berkomitmen untuk terus mengembangkan dan mempertahankan songket Silungkang sebagai bagian tradisi Minang.
Baca juga: Gojek luncurkan program "Gojek Wirausaha" untuk UMKM Indonesia
Inovasi Usaha
Program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) di Sumatera Barat dimulai sejak 2014 dan saat ini sudah masuk angkatan ketiga.
Menurut Asisten Analis Fungsi Pelaksana Tim Pengembangan UMKM Bank Indonesia perwakilan Sumbar Ayu Rahma Putri saat ini sudah ada 60 orang peserta WuBI yang setiap angkatan diberikan pendampingan selama dua tahun penuh oleh konsultan bisnis.
"Untuk seleksi dilakukan melalui seminar dan tes tulis khusus wirausaha," kata dia.
Kemudian 50 kandidat terbaik akan disurvei langsung usahanya ke lapangan dan dipilih 30 terbaik untuk mengikuti karantina.
Setelah mengikuti karantina terpilih 20 peserta yang diberikan pendampingan selama dua tahun.
Setidaknya ada lima sampai enam kali pertemuan dalam setahun dan terus dilakukan evaluasi, ujarnya.
Target yang diharapkan dari program ini salah satunya melakukan inovasi agar bisa menghadirkan produk yang diinginkan pasar.
Kemudian melahirkan wirausaha baru yang bisa menjadi model percontohan di masyarakat, apalagi UMKM berperan penting dalam meningkatkan ekonomi.
Menjadi wirausaha adalah pilihan, karena tidak semua orang mampu melakoninya. Ada yang punya modal namun tak punya bakat, tak sedikit yang tanpa modal namun dengan kegigihan berhasil menjalaninya.
Baca juga: Diaspora Indonesia buka warung Padang "Rendang and Co" di AS
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Berangkat kerja sebelum subuh dan pulang ke rumah setelah matahari terbenam bagi lulusan S2 Ilmu Kelautan Universitas Indonesia itu merasakan hal tersebut bukan jati dirinya.
Pria asal Solok, Sumatera Barat yang lahir pada 8 Desember 1989 itu akhirnya memutuskan untuk menanggalkan status ASN dan kembali ke kampung kelahiran di Solok.
Ia merasa tidak mungkin bertahan dengan pola kehidupan di ibu kota negara karena itu bukan pilihan jiwanya kendati secara penghasilan mencukupi.
Kendati keputusannya keluar dari kementerian yang dipimpin oleh Susi Pujiastuti itu sarat penolakan dari keluarga besarnya, Andrean memantapkan hati untuk memulai berwirausaha di kampung.
Bagi lulusan S1 Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu kenikmatan sejati adalah masuk kolam dan keluar kolam ikan.
"Tidak ada seorang pun anggota keluarga yang setuju saya pulang, semua menolak, tapi tekad saya sudah bulat," ujarnya.
Secara perlahan ia memutuskan untuk beternak lele dengan sistem higienis berbeda dengan peternak lainnya yang menggunakan pakan limbah untuk makanan lelenya.
Untuk pembibitan ia menggunakan terpal dan pembesaran menggunakan kolam tanah dengan menambahkan probiotik dan makanan pelet ber-SNI sehingga lelenya lebih higienis.
Namun saat panen masalah baru muncul. Karena sistem yang diterapkannya membuat biaya produksi lebih besar dibandingkan peternak lele kebanyakan.
Tetapi harga jual lelenya tetap sama dengan yang lain saat dibeli pengumpul sehingga ia pun rugi.
Sebab tak ada yang mau membeli lele hasil kolamnya dengan harga tinggi karena belum ada pasar di daerahnya.
Akhirnya pria dua anak ini memutar akal bagaimana agar usaha lelenya tidak sia-sia dengan membuat rendang lele untuk kemudian dipasarkan.
Kendati sebelumnya tidak memiliki latar belakang bisnis ia pun melebarkan sayap selain beternak lele menjadi produsen rendang lele.
Namun hasil yang diharapkan ternyata belum maksimal karena penjualan belum sesuai yang diharapkan.
Pada 2018 ia mengikuti program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia perwakilan Sumbar.
Andrean terpilih menjadi salah seorang dari 20 peserta yang dibina selama dua tahun oleh konsultan bisnis bersama Bank Indonesia.
Saat itu ia pun memutuskan untuk menukar fokus usaha dari rendang lele menjadi rendang for kids.
Berawal dari pengalaman makan di rumah makan Padang bersama buah hatinya yang berusia 2,5 tahun saat disuguhi rendang, ternyata dikeluarkan karena pedas dan dagingnya keras. Ia pun berpikir bagaimana membuat rendang yang bisa dikonsumsi anak-anak dengan melakukan riset.
Di antaranya tanpa cabai sama sekali dan untuk rasa ia memilih menambahkan susu cair guna menciptakan rasa gurih.
Selain itu ia juga tidak menambahkan MSG dan untuk rendang daging sapi dibuat dalam bentuk suir sehingga tinggal menyajikan di sepiring nasi hangat sudah bisa disantap anak-anak.
Tak hanya itu ia pun berinovasi dengan kemasan yang bisa jadi sarana interaktif antara anak dengan orang tua dalam bentuk menyediakan kolom yang bisa ditulis hingga menyajikan puzzle dibungkusnya.
Usahanya dan inovasi Andrean tak sia-sia, berkat pendampingan dalam Program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) setiap bulan ia kini memproduksi 70 kilogram rendang sapi, 200 kilogram rendang lele, dan 50 kilogram rendang belut.
Melalui Program Wirausaha Bank Indonesia membuat mental bisnis Andrean kian terasah karena kalau tidak bergerak tak ada pemasukan.
Ia pun diajarkan bagaimana manajemen bisnis, manajemen keuangan, hingga pemasaran dan mau dibawa kemana bisnisnya.
Kini ia berhasil menghapus stigma bahwa hanya pekerjaan kantoran yang bisa mengantarkan kesuksesan.
Perlahan keluarga besarnya mulai bisa menerima bahwa keputusan keluar dari zona nyaman sebagai pekerja profesional bukan hal yang salah
Lain lagi kisah Dian Anugrah angkatan pertama program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) pada 2014 yang memilih fokus pada usaha rendang Minang.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas tersebut merasakan bagaimana WuBI merupakan kampus wirausaha yang menempa peserta menjadi lebih percaya diri.
"Mulai dari membangun sistem bisnis, efisien, pemasaran, kemasan hingga prosedur kerja diajarkan," kata Dian.
Ia merasa bersyukur karena dibantu mengembangkan kapasitas usaha agar layak dibiayai investor perbankan dan investor.
Baca juga: Akademisi: Bali perlu perbanyak inkubator bisnis
Ada juga fasilitas dibiayai ikut pameran hingga studi banding untuk menambah pengalaman, ujar dia.
Kini Dian mengokohkan diri dan fokus pada usaha rendang premium dengan pangsa pasar kalangan atas mulai dari artis, tokoh publik, hingga pejabat.
Demikian juga halnya dengan Anita Dona Asri perempuan muda asal Desa Lunto Timur Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Peserta Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) itu berhasil mengantarkan songket Minang mendunia.
Berkat kegigihannya Lulusan Universitas Negeri Padang yang memasarkan songket dengan bendera Dolas Songket terpilih mewakili Indonesia untuk bertolak ke Brusels, Belgia, mengikui ajang European Development Days yang merupakan pameran kerajinan tingkat dunia pada ada 7-8 Juni 2017.
Pada 2-5 Agustus 2018 ia pun kembali berkesempatan berpameran di luar negeri pada ajang Festival Indonesia-Moscow 2018 yang digelar di Krasnaya Presnya Park Moscow.
Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Dona untuk menjadikan songket Minang kian dikenal sebagai maha karya seni yang berharga.
Dona pun berkomitmen untuk terus mengembangkan dan mempertahankan songket Silungkang sebagai bagian tradisi Minang.
Baca juga: Gojek luncurkan program "Gojek Wirausaha" untuk UMKM Indonesia
Inovasi Usaha
Program Wirausaha Bank Indonesia (WuBI) di Sumatera Barat dimulai sejak 2014 dan saat ini sudah masuk angkatan ketiga.
Menurut Asisten Analis Fungsi Pelaksana Tim Pengembangan UMKM Bank Indonesia perwakilan Sumbar Ayu Rahma Putri saat ini sudah ada 60 orang peserta WuBI yang setiap angkatan diberikan pendampingan selama dua tahun penuh oleh konsultan bisnis.
"Untuk seleksi dilakukan melalui seminar dan tes tulis khusus wirausaha," kata dia.
Kemudian 50 kandidat terbaik akan disurvei langsung usahanya ke lapangan dan dipilih 30 terbaik untuk mengikuti karantina.
Setelah mengikuti karantina terpilih 20 peserta yang diberikan pendampingan selama dua tahun.
Setidaknya ada lima sampai enam kali pertemuan dalam setahun dan terus dilakukan evaluasi, ujarnya.
Target yang diharapkan dari program ini salah satunya melakukan inovasi agar bisa menghadirkan produk yang diinginkan pasar.
Kemudian melahirkan wirausaha baru yang bisa menjadi model percontohan di masyarakat, apalagi UMKM berperan penting dalam meningkatkan ekonomi.
Menjadi wirausaha adalah pilihan, karena tidak semua orang mampu melakoninya. Ada yang punya modal namun tak punya bakat, tak sedikit yang tanpa modal namun dengan kegigihan berhasil menjalaninya.
Baca juga: Diaspora Indonesia buka warung Padang "Rendang and Co" di AS
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019