Denpasar (Antara Bali) - Buku berjudul "Tuhan di Sarang Narkoba, Weda di Ruang Tamu", karya Dr I Ketut Sumadi, ketua program studi pemandu wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar merupakan reflesik keprihatinan tentang realita Bali di tengah arus globalisasi dan dinamika yang tidak terelakkan.
"Antara nilai lampau yang diyakini adiluhung dan kekinian Bali modern layak dikritisi dan dikelola menuju kehidupan bersama yang lebih baik," kata Warih Wisatsana, seorang Sastrawan di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, buku kumpulan 24 esai karya Doktor I Ketut Sumadi itu terbilang mumpuni mengolah hal-hal yang sebenarnya serius menjadi suatu ragam tulisan yang hangat dan akrab serta jauh dari kesan dogmatis.
Kiranya benar adanya bahwa esai adalah sebuah seni argumentasi melalui bahasa, yang dikedepankan, bukan semata soal keakuratan fakta dan data sebagaimana sebuah karya ilmiah, namun penting pula diperjuangkan tentang capaian teknik bertutur serta kepiawaian berbahasa.
"Kondisi itu diharapkan dapat menggoda pembaca untuk merenungkannya lebih jauh. Dengan demikian, fenomena-fenomena religiusitas serta problematik sosial masyarakat Bali yang rawan dan dapat saja mengundang prasangka serta salah duga, berhasil diurai menjadi tulisan yang kaya akan percakapan-percakapan cerdas," tutur Warih Wisatsana.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Antara nilai lampau yang diyakini adiluhung dan kekinian Bali modern layak dikritisi dan dikelola menuju kehidupan bersama yang lebih baik," kata Warih Wisatsana, seorang Sastrawan di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, buku kumpulan 24 esai karya Doktor I Ketut Sumadi itu terbilang mumpuni mengolah hal-hal yang sebenarnya serius menjadi suatu ragam tulisan yang hangat dan akrab serta jauh dari kesan dogmatis.
Kiranya benar adanya bahwa esai adalah sebuah seni argumentasi melalui bahasa, yang dikedepankan, bukan semata soal keakuratan fakta dan data sebagaimana sebuah karya ilmiah, namun penting pula diperjuangkan tentang capaian teknik bertutur serta kepiawaian berbahasa.
"Kondisi itu diharapkan dapat menggoda pembaca untuk merenungkannya lebih jauh. Dengan demikian, fenomena-fenomena religiusitas serta problematik sosial masyarakat Bali yang rawan dan dapat saja mengundang prasangka serta salah duga, berhasil diurai menjadi tulisan yang kaya akan percakapan-percakapan cerdas," tutur Warih Wisatsana.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011