Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Legian, yang beralamat di Jalan Gajah Mada, Denpasar, karena pengurus tidak dapat melakukan penyehatan BPR itu sesuai ketentuan.
"Ya juga ada intervensi negatif, melalui perintah, lalu pengurus tidak independen, jadi kalau misalnya dia meminta ngga benar, dan direksinya tidak mau bisa saja ngga jadi tuh, sedangkan kalau direksinya mau terus dia minta kebagian pembukuan, dan diminta keluarkan duit, tapi tellernya tidak mau juga tetep tidak jadi," kata Kepala OJK Bali dan Nusa Tenggara, Elyanus Pongsoda, di Denpasar, Jumat.
Pencabutan izin usaha yang dilakukan terhadap PT Bank Perkreditan Rakyat Legian dilakukan setelah pemegang saham dan pengurus BPR tidak dapat melakukan penyehatan terhadap BPR itu.
Penyehatan tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu pengawasan khusus sesuai dengan ketentuan yaitu dua bulan, 28 Maret - 28 Mei 2019. Selain itu, perusahaan ini lebih banyak dikelola oleh keluarga sekitar 99 persen dan hanya terdapat dua pemegang saham sisanya sekitar 0,36 persen.
"Kepada masyarakat khususnya kepada pemegang saham, dan BPR di Bali, khususnya BPR yang masih beroperasi, ya, beroperasilah dengan mengacu kepada tata kelola yg bagus, ketentuan - ketentuan yang sudah dikeluarkan, karena perbankan ini kan juga kita semua tahu merupakan lembaga kepercayaan, untuk itu, kita juga melakukan pengawasan internship dan pengawasan khusus," kata Elyanus.
OJK mencabut izin usaha bank ini karena permasalahan dalam pengelolaannya tidak mengacu pada prinsip kehati - hatian dan adanya intervensi negatif Pemegang Saham Pengendali dalam operasional bank. Untuk itu, permasalahan ini juga mengakibatkan keuangan BPR tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yaitu rasio kewajiban Penyediaan Modal Minimum paling sedikit 8 persen.
Baca juga: OJK : Kredit bank tumbuh 11,55 persen pada kuartal I
Dengan dicabutnya izin usaha BPR Legian, Lembaga Penjamin Simpanan akan menjalankan penjaminan dan proses likuidasi sesuai UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009. Dengan begitu, pihaknya mengimbau bagi nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Legian, tidak terprovokasi dan menghambat proses penjaminan dan likuidasi oleh LPS.
"Kita ingin memperkuat BPR, membuat BPR ini sehat, apalagi keberadaan BPR kan sekitar 136, dan selama ini saya kira manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakat, jadi kita buat BPR kita ini menjadi BPR yang sehat dengan melakukan operasional secara baik, dan tidak ada intervensi negatif dari pemegang saham, dan juga direksi jangan sampai mau diintervensi," katanya.
Baca juga: SWI: hati-hati tawaran fintech ilegal
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Ya juga ada intervensi negatif, melalui perintah, lalu pengurus tidak independen, jadi kalau misalnya dia meminta ngga benar, dan direksinya tidak mau bisa saja ngga jadi tuh, sedangkan kalau direksinya mau terus dia minta kebagian pembukuan, dan diminta keluarkan duit, tapi tellernya tidak mau juga tetep tidak jadi," kata Kepala OJK Bali dan Nusa Tenggara, Elyanus Pongsoda, di Denpasar, Jumat.
Pencabutan izin usaha yang dilakukan terhadap PT Bank Perkreditan Rakyat Legian dilakukan setelah pemegang saham dan pengurus BPR tidak dapat melakukan penyehatan terhadap BPR itu.
Penyehatan tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu pengawasan khusus sesuai dengan ketentuan yaitu dua bulan, 28 Maret - 28 Mei 2019. Selain itu, perusahaan ini lebih banyak dikelola oleh keluarga sekitar 99 persen dan hanya terdapat dua pemegang saham sisanya sekitar 0,36 persen.
"Kepada masyarakat khususnya kepada pemegang saham, dan BPR di Bali, khususnya BPR yang masih beroperasi, ya, beroperasilah dengan mengacu kepada tata kelola yg bagus, ketentuan - ketentuan yang sudah dikeluarkan, karena perbankan ini kan juga kita semua tahu merupakan lembaga kepercayaan, untuk itu, kita juga melakukan pengawasan internship dan pengawasan khusus," kata Elyanus.
OJK mencabut izin usaha bank ini karena permasalahan dalam pengelolaannya tidak mengacu pada prinsip kehati - hatian dan adanya intervensi negatif Pemegang Saham Pengendali dalam operasional bank. Untuk itu, permasalahan ini juga mengakibatkan keuangan BPR tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yaitu rasio kewajiban Penyediaan Modal Minimum paling sedikit 8 persen.
Baca juga: OJK : Kredit bank tumbuh 11,55 persen pada kuartal I
Dengan dicabutnya izin usaha BPR Legian, Lembaga Penjamin Simpanan akan menjalankan penjaminan dan proses likuidasi sesuai UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009. Dengan begitu, pihaknya mengimbau bagi nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Legian, tidak terprovokasi dan menghambat proses penjaminan dan likuidasi oleh LPS.
"Kita ingin memperkuat BPR, membuat BPR ini sehat, apalagi keberadaan BPR kan sekitar 136, dan selama ini saya kira manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakat, jadi kita buat BPR kita ini menjadi BPR yang sehat dengan melakukan operasional secara baik, dan tidak ada intervensi negatif dari pemegang saham, dan juga direksi jangan sampai mau diintervensi," katanya.
Baca juga: SWI: hati-hati tawaran fintech ilegal
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019