Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Kedeputian Bidang Kerjasama Internasional Direktorat Kerja Sama Regional dan Multilateral mengadakan Pertemuan "ASEAN Cross-Sectoral and Cross-Pillar" untuk penyusunan Rencana Kerja (Work Plan) "ASEAN Plan of Action to Prevent and Counter the Rise of Radicalisation and Violent Extremism" (ASEAN PoA P/CVE) 2018-2025 guna mencegah radikalisasi dan ekstremisme kekerasan di Bali, 4-5 April 2019.
"Acara ini dihadiri seluruh anggota ASEAN, sehingga kita dapat membuat rencana kerja bagaimana kita menghadapi kawasan-kawasan yang berkaitan dengan masalah kekerasan ekstrimis bersama-sama. Karena tidak mungkin kita mengatasi sendiri, tetapi harus bersama sama secara bilateral, regional (ASEAN) dan multilateral secara global (PBB)," kata Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H, saat membuka kegiatan itu di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Pertemuan di Bali yang merupakan inisiatif Indonesia itu bertujuan menyusun rencana kerja (work plan) ASEAN PoA P/CVE 2018-2025 guna menindaklanjuti pertemuan ke-12 pada bulan Oktober 2018, yakni ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) yang telah menyetujui ASEAN PoA P/CVE 2018-2025 yang antara lain meminta SOMTC Working Group on Counter Terrorism untuk segera menyusun dan menyerahkan rencana kerja dimaksud kepada SOMTC dan AMMTC.
"Agenda utama pertemuan ini adalah membahas draft rencana kerja yang telah disusun SOMTC Indonesia. Salah satu usulan Indonesia terkait work plan yang perlu mendapatkan respons peserta pertemuan adalah perlunya pembentukan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan work plan melalui Multi-Sectoral Task Force (MTF) di bawah koordinasi SOMTC Working Group on CT dan Sekretariat ASEAN," katanya.
Suhardi mengungkapkan beberapa cara inovatif yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui BNPT untuk mengatasi masalah munculnya radikalisasi dan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme dengan memanfaatkan pendekatan lunak (soft approach).
"Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan BNPT sebagai hasil kolaborasi dengan semua pihak, antara lain sinergi 36 Kementerian/Lembaga, pembentukan FKPT di 32 Provinsi yang terdiri dari wakil pemerintah dan non pemerintah, silaturahmi kebangsaan mantan teroris dan korban, pembangunan dua pesantren binaan mantan napi terorisme, membentuk duta damai 816 generasi milenial di 13 provinsi, membentuk pusat media damai, program kampus to kampus, program pemberdayaan masyarakat," kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Sementara itu, Deputy Mission Director USAID - Indonesia, Ryan Washburn, mengatakan negara-negara ASEAN telah mengambil langkah saling berbagi informasi dan teknologi untuk menangkal terorisme. Indonesia pun telah menjadi salah satu pemimpin global dalam upaya melawan terorisme.
Melalui USAID, Pemerintah AS sebagai mitra dialog ASEAN mendorong kelanjutan kerja sama yang selama ini telah dilakukan serta mendukung adanya pengembangan program terkait kontra-radikalisasi dan tindakan preventif radikalisme maupun violent extremism, termasuk membangun kepercayaan dan penguatan kerja sama antar-komunitas atau organisasi terkait.
Washburn mengaku bangga menjadi mitra Indonesia dalam kegiatan ini. Ia beranggapan bahwa sebagai pemimpin dalam kelompok kerja ini, Indonesia memiliki kepemimpinan unggul dan memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagi kepada negara anggota ASEAN lainnya dalam mengatasi radikalisme dan terorisme sehingga kedepannya, hasil dalam working group ini dapat diimplementasikan pada skala regional.
Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama dari tiga pertemuan ASEAN Cross-Sectoral and Cross-Pillar yang akan diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan PROSPECT. Pertemuan kedua akan diadakan di Surabaya pada bulan Agustus 2019, lalu pertemuan ketiga direncanakan di Bangkok pada bulan September 2019.
"Pertemuan ketiga akan didedikasikan sebagai pertemuan antara ASEAN dengan mitra dialog dan kelompok masyarakat sipil untuk mengenalkan work plan sekaligus mendorong pihak-pihak di luar ASEAN tersebut untuk turut mendukung implementasinya," kata Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral BNPT, Andhika Chrisnayudhanto.
Acara ini diikuti wakil dari seluruh SOMTC ASEAN dan badan-badan sektoral ASEAN lainnya dari tiga pilar komunitas ASEAN, yaitu ACMW, ACW, ACWC, AICHR, ASLOM, DGICM, SLOM, SOMED, SOMSWD, SOMY, serta lembaga-lembaga ASEAN seperti AIPR, ASEAN Foundation, AUN, dan Sekretariat ASEAN.
Pertemuan "ASEAN PoA P/CVE 2018-2025" juga menghadirkan para pembicara dari agensi PBB seperti UNODC dan UNOCT, lalu Kementerian/Lembaga terkait yang turut mendukung SOMTC-Indonesia, yakni Kemenlu, Polri dan BNPT.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Acara ini dihadiri seluruh anggota ASEAN, sehingga kita dapat membuat rencana kerja bagaimana kita menghadapi kawasan-kawasan yang berkaitan dengan masalah kekerasan ekstrimis bersama-sama. Karena tidak mungkin kita mengatasi sendiri, tetapi harus bersama sama secara bilateral, regional (ASEAN) dan multilateral secara global (PBB)," kata Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H, saat membuka kegiatan itu di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Pertemuan di Bali yang merupakan inisiatif Indonesia itu bertujuan menyusun rencana kerja (work plan) ASEAN PoA P/CVE 2018-2025 guna menindaklanjuti pertemuan ke-12 pada bulan Oktober 2018, yakni ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) yang telah menyetujui ASEAN PoA P/CVE 2018-2025 yang antara lain meminta SOMTC Working Group on Counter Terrorism untuk segera menyusun dan menyerahkan rencana kerja dimaksud kepada SOMTC dan AMMTC.
"Agenda utama pertemuan ini adalah membahas draft rencana kerja yang telah disusun SOMTC Indonesia. Salah satu usulan Indonesia terkait work plan yang perlu mendapatkan respons peserta pertemuan adalah perlunya pembentukan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan work plan melalui Multi-Sectoral Task Force (MTF) di bawah koordinasi SOMTC Working Group on CT dan Sekretariat ASEAN," katanya.
Suhardi mengungkapkan beberapa cara inovatif yang dilakukan Pemerintah Indonesia melalui BNPT untuk mengatasi masalah munculnya radikalisasi dan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme dengan memanfaatkan pendekatan lunak (soft approach).
"Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan BNPT sebagai hasil kolaborasi dengan semua pihak, antara lain sinergi 36 Kementerian/Lembaga, pembentukan FKPT di 32 Provinsi yang terdiri dari wakil pemerintah dan non pemerintah, silaturahmi kebangsaan mantan teroris dan korban, pembangunan dua pesantren binaan mantan napi terorisme, membentuk duta damai 816 generasi milenial di 13 provinsi, membentuk pusat media damai, program kampus to kampus, program pemberdayaan masyarakat," kata mantan Kabareskrim Polri ini.
Sementara itu, Deputy Mission Director USAID - Indonesia, Ryan Washburn, mengatakan negara-negara ASEAN telah mengambil langkah saling berbagi informasi dan teknologi untuk menangkal terorisme. Indonesia pun telah menjadi salah satu pemimpin global dalam upaya melawan terorisme.
Melalui USAID, Pemerintah AS sebagai mitra dialog ASEAN mendorong kelanjutan kerja sama yang selama ini telah dilakukan serta mendukung adanya pengembangan program terkait kontra-radikalisasi dan tindakan preventif radikalisme maupun violent extremism, termasuk membangun kepercayaan dan penguatan kerja sama antar-komunitas atau organisasi terkait.
Washburn mengaku bangga menjadi mitra Indonesia dalam kegiatan ini. Ia beranggapan bahwa sebagai pemimpin dalam kelompok kerja ini, Indonesia memiliki kepemimpinan unggul dan memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagi kepada negara anggota ASEAN lainnya dalam mengatasi radikalisme dan terorisme sehingga kedepannya, hasil dalam working group ini dapat diimplementasikan pada skala regional.
Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama dari tiga pertemuan ASEAN Cross-Sectoral and Cross-Pillar yang akan diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan PROSPECT. Pertemuan kedua akan diadakan di Surabaya pada bulan Agustus 2019, lalu pertemuan ketiga direncanakan di Bangkok pada bulan September 2019.
"Pertemuan ketiga akan didedikasikan sebagai pertemuan antara ASEAN dengan mitra dialog dan kelompok masyarakat sipil untuk mengenalkan work plan sekaligus mendorong pihak-pihak di luar ASEAN tersebut untuk turut mendukung implementasinya," kata Direktur Kerja Sama Regional dan Multilateral BNPT, Andhika Chrisnayudhanto.
Acara ini diikuti wakil dari seluruh SOMTC ASEAN dan badan-badan sektoral ASEAN lainnya dari tiga pilar komunitas ASEAN, yaitu ACMW, ACW, ACWC, AICHR, ASLOM, DGICM, SLOM, SOMED, SOMSWD, SOMY, serta lembaga-lembaga ASEAN seperti AIPR, ASEAN Foundation, AUN, dan Sekretariat ASEAN.
Pertemuan "ASEAN PoA P/CVE 2018-2025" juga menghadirkan para pembicara dari agensi PBB seperti UNODC dan UNOCT, lalu Kementerian/Lembaga terkait yang turut mendukung SOMTC-Indonesia, yakni Kemenlu, Polri dan BNPT.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019