Terdakwa Mohd Husaini Bin Jaslee (35), warga Malaysia yang sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) karena menyelundupkan 1.887 pil ekstasi ke Bali dengan modus disembunyikan ke dalam sebuah Laptop dituntut hukuman sepuluh tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Purwanti Mertiasih dalam sidang yang dipimpim Ketua Majelis Hakim I Dewa Budhi Watsara di Denpasar, Kamis itu, juga menuntut terdakwa membayar denda Rp1,5 miliar subsidair enam penjara.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana mengimpor atau menyalurkan Narkotika golongan I bukan tanaman beratnya lebih dari satu kilogram," ujar jaksa.
Terdakwa cukup beruntung karena lolos dari tuntutan hukuman seemur hidup, pidana mati, atau paling lama 20 tahun penjara sebagaimana diancam dalam Pasal 113 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Mendengar tuntutan jaksa itu, terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya, Dodi Artha Kariawan, akan mengajukan pembelaan (pledoi) tertulis pada sidang berikutnya.
Sebelumnya, terdakwa Husaini bersama teman wanitanya, Nurasyqin Binti Ab Razak tiba di Terminal Kedatangan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, pada 3 September 2018, Pukul 10.00 WITA, menggunakan pesawat Air Asia D7798 rute Kuala Lumpur-Denpasar.
Mereka membawa masing-masing tas . Terdakwa sendiri membawa tas laptop warna hitam sedangkan temannya membawa koper warna abu-abu.
Setiba di tempat pemeriksaan X-ray, terdakwa hanya memasukkan koper ke mesin. Sedangkan tas laptop yang dibawa tidak dimasukkan namun tetap dijinjing dengan tangan kiri.
Petugas Imigrasi, Nyoman Satria Surya Laksana menegur terdakwa untuk memasukan tas laptop tersebut. Namun, terdakwa lalu kembali menenteng tas laptop dan kopernya untuk dimasukkan kembali ke mesin.
Sebelum itu, terdakwa sempat membuka tas laptop tersebut dan meletakan begitu saja di lantai samping mesin X-ray, guna mengelabui petugas, dan terdakwa Husaini kembali memasukkan koper abu-abu itu ke mesin.
Setelah melewati mesin, Husaini bersama temannya langsung pergi menuju salah satu penginapan dan bertolak lagi ke Jakarta dan berangkat ke Malaysia. Sedangkan, temannya ditinggal di Bali dan balik ke Malaysia tidak bersamaan dengan terdakwa.
Pada hari yang sama, Pukul 13.30 Wita, petugas jaga diberitahu penumpang bahwa ada tas laptop tergeletak di samping mesin X-Ray. Setelah dibuka oleh seorang petugas, tas laptop itu berisi 1.887 butir esktasi dengan berat total 588,37 gram netto. Petugas itu lalu memanggil petugas lainnya untuk bersama-sama kembali mengecek isi tas itu.
Kedua petugas itu pun melaporkan temuan itu ke atasannya. Dilanjutnya dengan mengecek rekaman cctv, dan dari rekaman itu ditemukan seorang laki-laki serta perempuan yang dicurigai membawa tas laptop itu.
Berdasarkan temuan itu, pihak Bea dan Cukai berkoordinasi dengan petugas kepolisian Polda Bali. Selanjutnya pihak Polda Bali menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan meminta imigrasi untuk melakukan pencegahan terdakwa kedua orang tersebut.
Pada 9 September 2018, terdakwa bersama Nurasyqin kembali datang ke Indonesia, masuk melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Jakarta, dengan alasan bisnis. Tiba di bandara, keduannya langsung diamankan petugas Imigrasi Soekarno Hatta.
Kemudian keduanya diserahkan ke pihak kepolisian di Bandara setempat. Keesokan harinya, petugas kepolisian Polda Bali melakukan interogasi kepada terdakwa dan Nurasyqin. Keduanya lalu dibawa menuju Polda Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Purwanti Mertiasih dalam sidang yang dipimpim Ketua Majelis Hakim I Dewa Budhi Watsara di Denpasar, Kamis itu, juga menuntut terdakwa membayar denda Rp1,5 miliar subsidair enam penjara.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana mengimpor atau menyalurkan Narkotika golongan I bukan tanaman beratnya lebih dari satu kilogram," ujar jaksa.
Terdakwa cukup beruntung karena lolos dari tuntutan hukuman seemur hidup, pidana mati, atau paling lama 20 tahun penjara sebagaimana diancam dalam Pasal 113 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Mendengar tuntutan jaksa itu, terdakwa yang didampingi penasehat hukumnya, Dodi Artha Kariawan, akan mengajukan pembelaan (pledoi) tertulis pada sidang berikutnya.
Sebelumnya, terdakwa Husaini bersama teman wanitanya, Nurasyqin Binti Ab Razak tiba di Terminal Kedatangan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, pada 3 September 2018, Pukul 10.00 WITA, menggunakan pesawat Air Asia D7798 rute Kuala Lumpur-Denpasar.
Mereka membawa masing-masing tas . Terdakwa sendiri membawa tas laptop warna hitam sedangkan temannya membawa koper warna abu-abu.
Setiba di tempat pemeriksaan X-ray, terdakwa hanya memasukkan koper ke mesin. Sedangkan tas laptop yang dibawa tidak dimasukkan namun tetap dijinjing dengan tangan kiri.
Petugas Imigrasi, Nyoman Satria Surya Laksana menegur terdakwa untuk memasukan tas laptop tersebut. Namun, terdakwa lalu kembali menenteng tas laptop dan kopernya untuk dimasukkan kembali ke mesin.
Sebelum itu, terdakwa sempat membuka tas laptop tersebut dan meletakan begitu saja di lantai samping mesin X-ray, guna mengelabui petugas, dan terdakwa Husaini kembali memasukkan koper abu-abu itu ke mesin.
Setelah melewati mesin, Husaini bersama temannya langsung pergi menuju salah satu penginapan dan bertolak lagi ke Jakarta dan berangkat ke Malaysia. Sedangkan, temannya ditinggal di Bali dan balik ke Malaysia tidak bersamaan dengan terdakwa.
Pada hari yang sama, Pukul 13.30 Wita, petugas jaga diberitahu penumpang bahwa ada tas laptop tergeletak di samping mesin X-Ray. Setelah dibuka oleh seorang petugas, tas laptop itu berisi 1.887 butir esktasi dengan berat total 588,37 gram netto. Petugas itu lalu memanggil petugas lainnya untuk bersama-sama kembali mengecek isi tas itu.
Kedua petugas itu pun melaporkan temuan itu ke atasannya. Dilanjutnya dengan mengecek rekaman cctv, dan dari rekaman itu ditemukan seorang laki-laki serta perempuan yang dicurigai membawa tas laptop itu.
Berdasarkan temuan itu, pihak Bea dan Cukai berkoordinasi dengan petugas kepolisian Polda Bali. Selanjutnya pihak Polda Bali menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan meminta imigrasi untuk melakukan pencegahan terdakwa kedua orang tersebut.
Pada 9 September 2018, terdakwa bersama Nurasyqin kembali datang ke Indonesia, masuk melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Jakarta, dengan alasan bisnis. Tiba di bandara, keduannya langsung diamankan petugas Imigrasi Soekarno Hatta.
Kemudian keduanya diserahkan ke pihak kepolisian di Bandara setempat. Keesokan harinya, petugas kepolisian Polda Bali melakukan interogasi kepada terdakwa dan Nurasyqin. Keduanya lalu dibawa menuju Polda Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019