Denpasar (Antaranews Bali) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Denpasar, Provinsi Bali, menyosialisasikan penyempurnaan payung hukum Perpres No 82 Tahun 2018 tentang pelayanan JKN-KIS kepada insan media agar diinformasikan kembali kepada masyarakat khususnya peserta JKN di Pulau Dewata.

"Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek agar diketahui masyarakat terkait Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yang membawa angin segar bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Tak hanya menyatukan sejumlah regulasi yang awalnya diterbitkan masing-masing instansi, Perpres ini juga menyempurnakan aturan sebelumnya," kata Kepala Cabang BPJS Denpasar, dr. Parasamya Dewi Cipta, di Denpasar, Rabu.

Didampingi Ibu Novita Mustika Rini, Jabatan Pps Kepala Bidang SDM, Umum dan Komunikasi Publik dalam acara temuu media ini, Parasamya Dewi menerangkan untuk penyempurnaan dimaksud diantaranya terkait pendaftaran bayi baru lahir yang wajib didaftarkan peserta JKN-KIS ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan.

"Aturan ini mulai berlaku tiga bulan sejak Perpres tersebut diundangkan. Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak
memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI," katanya.

Sedangkan, untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender dan setelah melewati rentang waktu, dimana iurannya baru bisa dibayarkan.

Oleh karenanya, pihaknya mengimbau para orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS, agar proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis.

Penyempurnaan lainnya, seperti status kepesertaan bagi perangkat desa yakni Kepala Desa dan perangkat desa menjadi lebih jelas, artinya sudah masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah, dengan perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yakni dua persen dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan tiga perseb dibayarkan oleh pemerintah.

Kemudian, status peserta JKN yang ke luar negeri selama enam bulan berturut-turut, dapat menghentikan kepesertannya sementara waktu. Selama masa penghentian sementara itu, ia tidak mendapat manfaat jaminan BPJS Kesehatan. "Jika sudah kembali ke Indonesia, peserta tersebut wajib melapor ke BPJS Kesehatan dan membayar iuran paling lambat satu bulan sejak kembali ke Indonesia. Jika sudah lapor, ia pun berhak memperoleh kembali jaminan kesehatan. Aturan ini dikecualikan bagi peserta dari segmen PPU yang masih mendapatkan gaji di Indonesia," ujarnya.

Kemudian penyempurnaan lainnya terkait, aturan suami istri yang sama-sama bekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta. Dimana, keduanya membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Suami dan istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi, artinya jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi dari salah satu dari kedua orang tuanya yang ikut peserta JKN-KIS segneb PPU," katanya.

Kemudian, untuk tunggakan iuran dalam penyempurnaan Perpres ini juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak, dimana status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan apabila tidak melakukan pembayaran iuran lebih dari satu bulan, maka status kepesertaan JKN-KIS nya akan diaktifkan kembali jika sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan.

"Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018. Kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan. Sekarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Jadi, ilustrasinya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan," ujarnya.

Pihaknya juga menyosialisasikan terkait denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran, maka dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBGs dan besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp30 juta.

"Ketentuan denda layanan dikecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, namhn lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, dibalik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang juga harus dipenuhi," katanya. (*)

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018