Denpasar, (Antaranews Bali ) - Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 15 penyelenggara penukaran valuta asing (PVA) berizin di Tanah Air yang sudah mengantongi izin pembawaan uang kertas asing di atas Rp1 miliar sejak aturan perizinan itu diberlakukan mulai September 2018.
"Di Jakarta ada 12 bank dan PVA bukan bank serta PVA bukan bank ada dua di Batam dan satu di Bali," kata Kepala Grup Pengawasan Moneter dan Kegiatan Layanan Uang BI Pusat Zulfan Nukman dalam Rakernas Afiliasi Penukaran Valuta Asing (APVA) di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah karena saat ini beberapa badan usaha melakukan proses pengajuan izin baik di BI Pusat dan perwakilan di daerah.
Zulfan mengingatkan PVA atau kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank untuk memahami dan mematuhi peraturan menjadi badan berizin apabila membawa uang kertas asing melebihi Rp1 miliar ke dalam dan keluar pabean Indonesia. Apabila melanggar, maka badan usaha itu akan dikenakan sanksi sebesar Rp300 juta dari per pembawaan uang asing.
Sejak aturan terkait pembawaan uang kertas asing itu berlaku efektif pada September 2018, Zulfan menambahkan sudah ada satu KUPVA bukan bank di Jakarta yang dikenakan denda. "Setelah kami cek ternyata mereka belum memahami ketentuan," ucap Zulfan. Bank sentral itu mencatat aliran ekspor dan impor uang kertas asing di Indonesia tergolong tinggi.
Pada September 2018, lanjut Zulfan, realisasi impor uang kertas asing mencapai Rp1,78 triliun dan ekspor uang kertas asing mencapai Rp2,49 triliun.
Selain terkait pembawaan uang kertas asing di atas Rp1 miliar, dalam kesempatan itu Zulfan juga mengingatkan KUPVA bukan bank untuk mematuhi peraturan di antaranya terkait pencatatan nasabah, laporan transaksi keuangan tunai dan laporan transaksi keuangan mencurigakan.
Upaya itu dilakukan mengingat KUPVA bukan bank rentan dijadikan sarana kejahatan di antaranya transaksi narkoba, pencucian uang dan korupsi. "Di beberapa tempat, pengurus ditahan atau dimintai keterangan penyidik dari kepolisian atau BNN," katanya.
Terkait hal itu, Ketua APVA Datuk Amat Tantoso isu tersebut menjadi salah topik pembahasan dalam Rakernas di Bali termasuk legalitas dan pengembangan sumber daya manusia. Ia juga mengharapkan bank sentral mendorong KUPVA bukan bank di Indonesia untuk tergabung dalam asosiasi tersebut mencermati adanya beberapa badan usaha terseret kasus hukum.
Jumlah KUPVA bukan bank di Indonesia, kata dia, mencapai 1.166 kantor pusat dan 917 kantor cabang sehingga total mencapai 2.083 badan usaha namun dari jumlah itu yang tergabung dalam asosiasi tersebut mencapai 591 anggota.
"Kami mohon BI menginbau KUPVA untuk bergabung segera dengan APVA karena banuak pengusaha berurusan humum dan KUPVA tidak berizin rentan dimanfaatkan pelaku kejahatan," katanya.
Sementara itu untuk di Pulau Dewata, Ketua APVA Bali Ayu Dama mengatakan KUPVA bukan bank di daerah setempat belum terjerat kasus tersebut namun sebagian besar kasus yang dilaporkan yakni penipuan terhadap wisatawan.
Beberapa modus yang kerap dilakukan, kata dia, transaksi penukaran valuta asing bahkan dilakukan di dalam kendaraan sehingga itu dinilai ilegal. "Kami berharap gubernur Bali membuat pergub terkait dengan valuta asing itu," ucapnya.
BI menyebutkan KUPVA bukan bank berizin di Bali mencapai 121 penyelenggara dengan kantor cabang sebanyak 511 sehingga total mencapai 632 kantor.
Berdasarkan transaksi triwulan ketiga 2018, rata-rata volume jual beli bulanan dari seluruh kantor pusat KUPVA bukan bank di Bali mencapai Rp3,47 triliun atau 9,93 persen terhadap rata-rata transaksi nasional mencapai Rp34,9 triliun per bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Di Jakarta ada 12 bank dan PVA bukan bank serta PVA bukan bank ada dua di Batam dan satu di Bali," kata Kepala Grup Pengawasan Moneter dan Kegiatan Layanan Uang BI Pusat Zulfan Nukman dalam Rakernas Afiliasi Penukaran Valuta Asing (APVA) di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah karena saat ini beberapa badan usaha melakukan proses pengajuan izin baik di BI Pusat dan perwakilan di daerah.
Zulfan mengingatkan PVA atau kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank untuk memahami dan mematuhi peraturan menjadi badan berizin apabila membawa uang kertas asing melebihi Rp1 miliar ke dalam dan keluar pabean Indonesia. Apabila melanggar, maka badan usaha itu akan dikenakan sanksi sebesar Rp300 juta dari per pembawaan uang asing.
Sejak aturan terkait pembawaan uang kertas asing itu berlaku efektif pada September 2018, Zulfan menambahkan sudah ada satu KUPVA bukan bank di Jakarta yang dikenakan denda. "Setelah kami cek ternyata mereka belum memahami ketentuan," ucap Zulfan. Bank sentral itu mencatat aliran ekspor dan impor uang kertas asing di Indonesia tergolong tinggi.
Pada September 2018, lanjut Zulfan, realisasi impor uang kertas asing mencapai Rp1,78 triliun dan ekspor uang kertas asing mencapai Rp2,49 triliun.
Selain terkait pembawaan uang kertas asing di atas Rp1 miliar, dalam kesempatan itu Zulfan juga mengingatkan KUPVA bukan bank untuk mematuhi peraturan di antaranya terkait pencatatan nasabah, laporan transaksi keuangan tunai dan laporan transaksi keuangan mencurigakan.
Upaya itu dilakukan mengingat KUPVA bukan bank rentan dijadikan sarana kejahatan di antaranya transaksi narkoba, pencucian uang dan korupsi. "Di beberapa tempat, pengurus ditahan atau dimintai keterangan penyidik dari kepolisian atau BNN," katanya.
Terkait hal itu, Ketua APVA Datuk Amat Tantoso isu tersebut menjadi salah topik pembahasan dalam Rakernas di Bali termasuk legalitas dan pengembangan sumber daya manusia. Ia juga mengharapkan bank sentral mendorong KUPVA bukan bank di Indonesia untuk tergabung dalam asosiasi tersebut mencermati adanya beberapa badan usaha terseret kasus hukum.
Jumlah KUPVA bukan bank di Indonesia, kata dia, mencapai 1.166 kantor pusat dan 917 kantor cabang sehingga total mencapai 2.083 badan usaha namun dari jumlah itu yang tergabung dalam asosiasi tersebut mencapai 591 anggota.
"Kami mohon BI menginbau KUPVA untuk bergabung segera dengan APVA karena banuak pengusaha berurusan humum dan KUPVA tidak berizin rentan dimanfaatkan pelaku kejahatan," katanya.
Sementara itu untuk di Pulau Dewata, Ketua APVA Bali Ayu Dama mengatakan KUPVA bukan bank di daerah setempat belum terjerat kasus tersebut namun sebagian besar kasus yang dilaporkan yakni penipuan terhadap wisatawan.
Beberapa modus yang kerap dilakukan, kata dia, transaksi penukaran valuta asing bahkan dilakukan di dalam kendaraan sehingga itu dinilai ilegal. "Kami berharap gubernur Bali membuat pergub terkait dengan valuta asing itu," ucapnya.
BI menyebutkan KUPVA bukan bank berizin di Bali mencapai 121 penyelenggara dengan kantor cabang sebanyak 511 sehingga total mencapai 632 kantor.
Berdasarkan transaksi triwulan ketiga 2018, rata-rata volume jual beli bulanan dari seluruh kantor pusat KUPVA bukan bank di Bali mencapai Rp3,47 triliun atau 9,93 persen terhadap rata-rata transaksi nasional mencapai Rp34,9 triliun per bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018