Denpasar (Antaranews Bali) - Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali terus berupaya membangun persamaan persepsi para peserta Pemilu 2019 dengan menyosialisasikan sejumlah larangan saat kampanye hingga regulasi yang menjadi acuan dalam pemilihan wakil rakyat itu.
"Kegiatan ini merupakan upaya kami dalam mengajak dan membangun persamaan persepsi peserta pemilu, dari unsur parpol dan calon anggota DPD peserta Pemilu 2019," kata anggota Bawaslu Bali Divisi Penyelesaian Sengketa Ketut Rudia, saat menjadi pembicara dalam kegiatan Sosialisasi Pengawasan Pemilu 2019, di Denpasar, Kamis.
Apalagi, lanjut dia, saat ini yang merupakan masa kampanye, sehingga sangat penting untuk diperhatikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan para peserta Pemilu 2019. Khususnya yang menjadi perhatian publik akhir-akhir ini soal pemasangan alat peraga kampanye (APK).
"Aturan pemasangan APK sesungguhnya sudah jelas harus pada zona yang telah ditentukan KPU. Peserta pemilu juga diberikan kesempatan mencetak alat peraga kampanye tambahan dan harus terpasang pada zona yang ditentukan," ucap mantan Ketua Bawaslu Bali itu.
Hanya saja, dari hasil pemantauan di lapangan dan laporan Bawaslu Kabupaten/Kota, ada pemasangan APK bukan pada zona yang telah ditentukan, seperti halnya pada lahan milik pribadi dan swasta, yang tentunya harus mendapatkan izin pemiliknya.
Tetapi, hal itu kata Rudia, masih menjadi perdebatan juga karena kalau cukup izin dari pemiik, untuk apa juga dibuatkan zona. Demikian pula terkait sejumlah ruang publik yang dimanfaatkan untuk pemasangan APK, jangan sampai masyarakat menjadi terganggu. "Oleh karena itu, kondisi-kondisi seperti ini kami sampaikan pada peserta pemilu," katanya pada acara yang dihadiri perwakilan partai politik dan tim penghubung (LO) calon anggota DPD peserta Pemilu 2019 itu.
Selain itu, lewat ajang tersebut, pihaknya pun ingin membangun pemahaman para peserta Pemilu 2019 mengenai sengketa proses pemilu, baik yang melibatkan peserta dengan peserta, maupun peserta dengan penyelenggara pemilu. Bawaslu mengacu pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa proses pemilu.
"Inilah yang ingin kami samakan persepsi. Jangan sampai ketidaktahuan peserta menimbulkan kegaduhan dalam masa kampanye yang sangat panjang ini," ucapnya.
Sementara itu, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, anggota Bawaslu Bali Divisi Hukum, Data dan Informasi dalam kesempatan sosialisasi tersebut menekankan pada peraturan perundang-undangan yang terkait, untuk menghindari adanya interpretasi yag berbeda.
"Kalau semua pihak sudah memegang aturan, dan aturan yang dipegang sama, jadi sama-sama menjadikan itu dasar hukum penyelenggaraan tahapan. Saya meyakini masyarakat Bali dan para calon tentu tidak mau disebut melanggar," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Raka Sandi, supaya betul-betul tidak melanggar, maka diperlukan sosialisasi dan penyamaan persepsi terhadap hal-hal yang memang masih dipertegas kembali.
"Kalau semakin intensif berkoordinasi dan mendapat masukan di lapangan, kami berharap segala masalah yang berpotensi terjadi dapat dilakukan pencegahan, sehingga masa kampanye dapat berjalan lancar," kata mantan Ketua KPU Bali itu.
Anggota Bawaslu Bali Divisi Penindakan Wayan Wirka menambahkan, ada tiga jenis pelanggaran yang dapat diproses Bawaslu yakni pelanggaran administrasi, pelanggaran etik, dan pelanggaran pidana pemilu.
Untuk pelanggaran etik, nantinya berujung pada DKPP, dan untuk pelanggaran tindak pidana pemilu, Bawaslu Bali juga harus bekerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.
Wirka mencontohkan sejumlah pelanggaran pemilu diantaranya pemasangan APK di luar jadwal kampanye, penyebaran bahan kampanye di luar jadwal, pelibatan anak-anak saat kampanye dan sebagainya.
"Peserta pemilu dan masyarakat kami harapkan ikut mengawasi tahapan pemilu ini sehingga kami juga bisa melakukan upaya pencegahan secara maksimal dan penindakan bagi yang melanggar," ucapnya. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kegiatan ini merupakan upaya kami dalam mengajak dan membangun persamaan persepsi peserta pemilu, dari unsur parpol dan calon anggota DPD peserta Pemilu 2019," kata anggota Bawaslu Bali Divisi Penyelesaian Sengketa Ketut Rudia, saat menjadi pembicara dalam kegiatan Sosialisasi Pengawasan Pemilu 2019, di Denpasar, Kamis.
Apalagi, lanjut dia, saat ini yang merupakan masa kampanye, sehingga sangat penting untuk diperhatikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan para peserta Pemilu 2019. Khususnya yang menjadi perhatian publik akhir-akhir ini soal pemasangan alat peraga kampanye (APK).
"Aturan pemasangan APK sesungguhnya sudah jelas harus pada zona yang telah ditentukan KPU. Peserta pemilu juga diberikan kesempatan mencetak alat peraga kampanye tambahan dan harus terpasang pada zona yang ditentukan," ucap mantan Ketua Bawaslu Bali itu.
Hanya saja, dari hasil pemantauan di lapangan dan laporan Bawaslu Kabupaten/Kota, ada pemasangan APK bukan pada zona yang telah ditentukan, seperti halnya pada lahan milik pribadi dan swasta, yang tentunya harus mendapatkan izin pemiliknya.
Tetapi, hal itu kata Rudia, masih menjadi perdebatan juga karena kalau cukup izin dari pemiik, untuk apa juga dibuatkan zona. Demikian pula terkait sejumlah ruang publik yang dimanfaatkan untuk pemasangan APK, jangan sampai masyarakat menjadi terganggu. "Oleh karena itu, kondisi-kondisi seperti ini kami sampaikan pada peserta pemilu," katanya pada acara yang dihadiri perwakilan partai politik dan tim penghubung (LO) calon anggota DPD peserta Pemilu 2019 itu.
Selain itu, lewat ajang tersebut, pihaknya pun ingin membangun pemahaman para peserta Pemilu 2019 mengenai sengketa proses pemilu, baik yang melibatkan peserta dengan peserta, maupun peserta dengan penyelenggara pemilu. Bawaslu mengacu pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa proses pemilu.
"Inilah yang ingin kami samakan persepsi. Jangan sampai ketidaktahuan peserta menimbulkan kegaduhan dalam masa kampanye yang sangat panjang ini," ucapnya.
Sementara itu, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, anggota Bawaslu Bali Divisi Hukum, Data dan Informasi dalam kesempatan sosialisasi tersebut menekankan pada peraturan perundang-undangan yang terkait, untuk menghindari adanya interpretasi yag berbeda.
"Kalau semua pihak sudah memegang aturan, dan aturan yang dipegang sama, jadi sama-sama menjadikan itu dasar hukum penyelenggaraan tahapan. Saya meyakini masyarakat Bali dan para calon tentu tidak mau disebut melanggar," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Raka Sandi, supaya betul-betul tidak melanggar, maka diperlukan sosialisasi dan penyamaan persepsi terhadap hal-hal yang memang masih dipertegas kembali.
"Kalau semakin intensif berkoordinasi dan mendapat masukan di lapangan, kami berharap segala masalah yang berpotensi terjadi dapat dilakukan pencegahan, sehingga masa kampanye dapat berjalan lancar," kata mantan Ketua KPU Bali itu.
Anggota Bawaslu Bali Divisi Penindakan Wayan Wirka menambahkan, ada tiga jenis pelanggaran yang dapat diproses Bawaslu yakni pelanggaran administrasi, pelanggaran etik, dan pelanggaran pidana pemilu.
Untuk pelanggaran etik, nantinya berujung pada DKPP, dan untuk pelanggaran tindak pidana pemilu, Bawaslu Bali juga harus bekerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.
Wirka mencontohkan sejumlah pelanggaran pemilu diantaranya pemasangan APK di luar jadwal kampanye, penyebaran bahan kampanye di luar jadwal, pelibatan anak-anak saat kampanye dan sebagainya.
"Peserta pemilu dan masyarakat kami harapkan ikut mengawasi tahapan pemilu ini sehingga kami juga bisa melakukan upaya pencegahan secara maksimal dan penindakan bagi yang melanggar," ucapnya. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018