Negara (Antaranews Bali) - Salah seorang petani di Kabupaten Jembrana, Bali berhasil melakukan budi daya salak jenis gatri, yang belum pernah dilakukan di daerah tersebut.
"Salak bukan merupakan salah satu komoditas pertanian Kabupaten Jembrana. Petani di sini untuk sektor perkebunan jenis tanamannya cengkih, kakao atau vanili," kata Kepala Dinas Pertanian Pangan Jembrana I Wayan Sutama, di Negara, Rabu.
Terkait pohon salak yang berhasil tumbuh dan berbuah dengan baik seperti yang dilakukan I Made Sunarya, seorang petani di Dusun Tibu Beleng, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, ia mengatakan, akan berkoordinasi dengan Balai Besar Pertanian untuk mendaftarkan salak jenis gatri itu sebagai salah satu varietas pertanian di Jembrana.
Menurutnya, terobosan Sunarya dengan menanam salak dan membuahkan hasil ini harus didukung, karena jenis tanaman yang bisa dibudidayakan petani Kabupaten Jembrana lebih banyak, selain yang sudah bisa dilakukan.
"Salak jenis tanaman yang sangat tergantung dengan unsur hara, sehingga satu daerah dengan daerah lainnya akan berbeda hasilnya. Namun untuk salak gatri ini, karena bagus hasilnya akan kami daftarkan sebagai salah satu varietas pertanian Jembrana," katanya.
Sedangkan Sunarya mengatakan, dirinya mulai menanam salak sejak tahun 1995, setelah terlebih dahulu membersihkan lahan perkebunan miliknya dari tanaman kakao.
Langkah yang bisa dibilang nekat ini muncul saat ia mencoba mengawinkan tanaman tersebut dengan metode persilangan antara salak Bali dengan salak pondoh yang tumbuh liar di halaman rumahnya.
"Bibitnya saya tidak membeli karena tumbuh di halaman rumah. Untuk cara mengawinkan dengan sistem itu, saya belajar dari siaran pertanian di televisi," katanya.
Dari perkawinan silang tersebut, menurutnya, diperoleh jenis salak baru dengan rasa yang mirip salak pondoh, namun tekstur dagingnya lebih lembek seperti salak bali dengan buah yang besar.
Berhasil membudidayakan salak hingga berbuah, ia berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, termasuk memberikan nama varietas itu salak gatri seperti nama leluhurnya.
Percobaan dalam jumlah kecil yang berhasil, membuatnya nekat menebang pohon kakao di lahan seluas 60 are yang lalu seluruhnya ia tanami salak gatri sebanyak 500 pohon.
Namun dari 500 pohon itu, katanya, hanya 150 pohon yang hidup dan berbuah hingga kini, dengan hasil yang lumayan yaitu 150 kilogram salak setiap 3 bulan yang ia jual kepada pengepul pedagang buah.
"Sekarang pekerjaan saya sama isteri merawat tanaman salak ini. Saat menjelang hari raya, kami kewalahan memenuhi pesanan yang cukup banyak. Karena panennya masih terbatas, saya hanya bisa melayani permintaan dari Jembrana," katanya.
Menurutnya, untuk menambah hasil panen ia sudah tidak memiliki lahan, karena lahan seluas 60 are miliknya saat ini sudah penuh dengan tanaman tersebut.
Dari hasil bertani salak ini ia mengaku, cukup untuk menafkahi keluarganya, termasuk membiayai kuliah anaknya yang kini bekerja sebagai pegawai kontrak di Dinas Lingkungan Hidup Jembrana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Salak bukan merupakan salah satu komoditas pertanian Kabupaten Jembrana. Petani di sini untuk sektor perkebunan jenis tanamannya cengkih, kakao atau vanili," kata Kepala Dinas Pertanian Pangan Jembrana I Wayan Sutama, di Negara, Rabu.
Terkait pohon salak yang berhasil tumbuh dan berbuah dengan baik seperti yang dilakukan I Made Sunarya, seorang petani di Dusun Tibu Beleng, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, ia mengatakan, akan berkoordinasi dengan Balai Besar Pertanian untuk mendaftarkan salak jenis gatri itu sebagai salah satu varietas pertanian di Jembrana.
Menurutnya, terobosan Sunarya dengan menanam salak dan membuahkan hasil ini harus didukung, karena jenis tanaman yang bisa dibudidayakan petani Kabupaten Jembrana lebih banyak, selain yang sudah bisa dilakukan.
"Salak jenis tanaman yang sangat tergantung dengan unsur hara, sehingga satu daerah dengan daerah lainnya akan berbeda hasilnya. Namun untuk salak gatri ini, karena bagus hasilnya akan kami daftarkan sebagai salah satu varietas pertanian Jembrana," katanya.
Sedangkan Sunarya mengatakan, dirinya mulai menanam salak sejak tahun 1995, setelah terlebih dahulu membersihkan lahan perkebunan miliknya dari tanaman kakao.
Langkah yang bisa dibilang nekat ini muncul saat ia mencoba mengawinkan tanaman tersebut dengan metode persilangan antara salak Bali dengan salak pondoh yang tumbuh liar di halaman rumahnya.
"Bibitnya saya tidak membeli karena tumbuh di halaman rumah. Untuk cara mengawinkan dengan sistem itu, saya belajar dari siaran pertanian di televisi," katanya.
Dari perkawinan silang tersebut, menurutnya, diperoleh jenis salak baru dengan rasa yang mirip salak pondoh, namun tekstur dagingnya lebih lembek seperti salak bali dengan buah yang besar.
Berhasil membudidayakan salak hingga berbuah, ia berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, termasuk memberikan nama varietas itu salak gatri seperti nama leluhurnya.
Percobaan dalam jumlah kecil yang berhasil, membuatnya nekat menebang pohon kakao di lahan seluas 60 are yang lalu seluruhnya ia tanami salak gatri sebanyak 500 pohon.
Namun dari 500 pohon itu, katanya, hanya 150 pohon yang hidup dan berbuah hingga kini, dengan hasil yang lumayan yaitu 150 kilogram salak setiap 3 bulan yang ia jual kepada pengepul pedagang buah.
"Sekarang pekerjaan saya sama isteri merawat tanaman salak ini. Saat menjelang hari raya, kami kewalahan memenuhi pesanan yang cukup banyak. Karena panennya masih terbatas, saya hanya bisa melayani permintaan dari Jembrana," katanya.
Menurutnya, untuk menambah hasil panen ia sudah tidak memiliki lahan, karena lahan seluas 60 are miliknya saat ini sudah penuh dengan tanaman tersebut.
Dari hasil bertani salak ini ia mengaku, cukup untuk menafkahi keluarganya, termasuk membiayai kuliah anaknya yang kini bekerja sebagai pegawai kontrak di Dinas Lingkungan Hidup Jembrana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018