Singaraja (Antaranews Bali) - Gelang bertema "tridatu" yang digali dari unsur-unsur budaya lokal oleh Ida Bagus Putra Winangun Wibisana dari Desa Penarungan, Singaraja, Bali, menembus pasaran internasional, seperti Amerika, Eropa, Australia, Jepang, Hong Kong, dan Islandia.
"Kerajinan bergaya modern tak harus berdesain negara-negara barat, melainkan bisa juga dari unsur-unsur budaya lokal. Buktinya, gelang berbahan benang wol dengan berbagai motif rajutan dan hiasan dari material masa kini itu bisa punya kesan modern," kata Wibisana di Singaraja, Buleleng, Bali, Kamis.
Dengan daya kreatif semacam itu, katanya, benda kerajinan yang diproduksinya tak tampak lagi sebagai benda lokal yang hanya cocok dipakai orang lokal, namun juga punya citra modern yang bisa dipakai oleh siapa saja di dunia.
"Dengan citraan modern itu, gelang dari benang wol dengan tema tridatu ini mampu menembus pasaran internasional," kata Wibisana yang menekuni kerajinan gelang rajutan dari benang wol itu sejak tahun 2013.
Sejak awal, ia sudah mengambil tema tridatu, yakni jalinan tiga warna (putih, merah, hitam) yang dikenal sebagai warna yang memiliki nilai spiritual dalam konsep Agama Hindu di Bali.
Karena keinginannya yang besar untuk mempromosikan produksi kerajinan asli lokal Bali secara lebih luas khususnya di kalangan wisatawan mancanegara, maka ia pun membuat berbagai desain agar benda kerajinan itu memiliki citra global yang cocok dipakai oleh siapa saja.
"Untuk memberikan kesan modern saya mengolaborasikan rajutan benang wol dengan variasi material lain seperti perak, agar sentuhan spiritualnya mendapat kesan modern juga," katanya.
Wibisana memilih benang wol sebagai bahan utama, karena mudah diperoleh dan harganya tergolong murah. Selain itu benang wol juga awet. "Benang wol itu biasa digunakan dalam beragam kerajinan tangan di Bali karena awet," katanya.
Meski benang wol bisa dibilang bahan kerajinan yang lumrah, namun dengan rajutan yang baik, maka benang wol bisa memiliki kesan istimewa. Sebagaimana yang dilakukan Wibisana, ia merajut benang wol itu dengan tingkat kreatifitas dan desain yang tak lumrah serta motif rajutan yang beragam.
"Kami merajut benang itu secara manual yang prosesnya bisa berjam-jam agar menghasilkan kualitas yang bagus, manakala kualitas sudah utama, maka harga jual tentu tinggal mengikuti saja," katanya.
Dengan kualitas yang bagus, benda kerajinan produksi Wibisana bisa disandingkan dengan kerajinan berbahan perak atau material mewah lain, terutama dimata wisatawan.
Harga jual yang ditawarkan Wibisana bervariasi tergantung model rajutan, ukuran dan variasinya. Model paling sederhana dipatok seharga Rp80.000 per buah, sedangkan gelang dengan variasi perak dan pernik lain bisa dipatok harga Rp1.650.000.
"Namanya juga benda seni, ya susah menentukan harga, namun jika konsumen suka dan tertarik, maka tentu harga bagi mereka tak begitu masalah," katanya. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kerajinan bergaya modern tak harus berdesain negara-negara barat, melainkan bisa juga dari unsur-unsur budaya lokal. Buktinya, gelang berbahan benang wol dengan berbagai motif rajutan dan hiasan dari material masa kini itu bisa punya kesan modern," kata Wibisana di Singaraja, Buleleng, Bali, Kamis.
Dengan daya kreatif semacam itu, katanya, benda kerajinan yang diproduksinya tak tampak lagi sebagai benda lokal yang hanya cocok dipakai orang lokal, namun juga punya citra modern yang bisa dipakai oleh siapa saja di dunia.
"Dengan citraan modern itu, gelang dari benang wol dengan tema tridatu ini mampu menembus pasaran internasional," kata Wibisana yang menekuni kerajinan gelang rajutan dari benang wol itu sejak tahun 2013.
Sejak awal, ia sudah mengambil tema tridatu, yakni jalinan tiga warna (putih, merah, hitam) yang dikenal sebagai warna yang memiliki nilai spiritual dalam konsep Agama Hindu di Bali.
Karena keinginannya yang besar untuk mempromosikan produksi kerajinan asli lokal Bali secara lebih luas khususnya di kalangan wisatawan mancanegara, maka ia pun membuat berbagai desain agar benda kerajinan itu memiliki citra global yang cocok dipakai oleh siapa saja.
"Untuk memberikan kesan modern saya mengolaborasikan rajutan benang wol dengan variasi material lain seperti perak, agar sentuhan spiritualnya mendapat kesan modern juga," katanya.
Wibisana memilih benang wol sebagai bahan utama, karena mudah diperoleh dan harganya tergolong murah. Selain itu benang wol juga awet. "Benang wol itu biasa digunakan dalam beragam kerajinan tangan di Bali karena awet," katanya.
Meski benang wol bisa dibilang bahan kerajinan yang lumrah, namun dengan rajutan yang baik, maka benang wol bisa memiliki kesan istimewa. Sebagaimana yang dilakukan Wibisana, ia merajut benang wol itu dengan tingkat kreatifitas dan desain yang tak lumrah serta motif rajutan yang beragam.
"Kami merajut benang itu secara manual yang prosesnya bisa berjam-jam agar menghasilkan kualitas yang bagus, manakala kualitas sudah utama, maka harga jual tentu tinggal mengikuti saja," katanya.
Dengan kualitas yang bagus, benda kerajinan produksi Wibisana bisa disandingkan dengan kerajinan berbahan perak atau material mewah lain, terutama dimata wisatawan.
Harga jual yang ditawarkan Wibisana bervariasi tergantung model rajutan, ukuran dan variasinya. Model paling sederhana dipatok seharga Rp80.000 per buah, sedangkan gelang dengan variasi perak dan pernik lain bisa dipatok harga Rp1.650.000.
"Namanya juga benda seni, ya susah menentukan harga, namun jika konsumen suka dan tertarik, maka tentu harga bagi mereka tak begitu masalah," katanya. (ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018