Denpasar (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menerima audiensi perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang mengadukan sejumlah permasalahan yang tengah dihadapi warga transmigran asal Bali di daerah itu.
"Warga transmigran asal Bali yang sudah mengikuti program transmigrasi sekitar 10 tahun lalu, saat ini sedang mengalami permasalahan terkait sertifikat lahan yang mereka tempati saat ini," kata anggota PHDI Sulteng Wayan Darmada saat beraudiensi dengan Gubernur Pastika, di Denpasar, Rabu.
Transmigran asal Bali di sana sudah mengikuti program transmigrasi sekitar 10 tahun, tepatnya di Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan.
Darmada menceritakan permasalahan timbul setelah ada perusahaan perkebunan yang masuk ke wilayah mereka dan bahkan patok batas lahan perusahaan sudah mengambil lahan yang menjadi hak para transmigran seluas 90 hektare. Di satu sisi, lahan garapan yang ditempati para transmigran belum memiliki sertifikat.
Saat ini, dari 600 pengajuan sertifikat seluruh warga, yang baru terbit hanya 108 sertifikat. Adanya kegelisahan kepemilikan lahan yang tidak sah karena belum memiliki sertifikat apabila terjadi konflik dengan perusahaan tersebutlah yang mendorongnya untuk menyampaikan pengaduan ke Pemprov Bali, yang diharapkan bisa memfasilitasi keluhan ke Pemprov Sulteng.
Tak hanya itu, total jumlah warga transmigran yang berjumlah sekitar 200 KK, diantaranya berasal dari Bali sebanyak 50 KK, Jawa 50 KK, dan warga setempat sekitar 100 KK tersebut juga mengalami kendala infrastuktur jalan, penerangan dan air bersih.
"Saat ini, warga kami terisolasi. Walaupun ini bukan wewenang dan tugas Gubernur Bali atau Pemprov Bali, tetapi kami mohon bisa difasilitasi dengan Pemprov Sulteng agar permasalahan ini bisa selesai," ujar Darmada.
Mendengar hal tersebut, Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang juga pernah mengecap pengalaman sebagai seorang transmigran mengaku pernah merasakan hal yang serupa.
Untuk itu, Gubernur Pastika berjanji akan segera menindaklanjuti sesuai kedinasan dengan mengirim surat resmi ke pihak Pemprov Sulteng.
"Ini bukan hanya menyangkut warga Bali yang transmigrasi ke sana, ini bukan masalah suku atau agama, ini masalah nasional karena di sana juga ada warga Jawa, ini urusan hak para transmigran. Kami akan coba bersurat ke Gubernur Sulteng, setelah itu kita lihat penanganannya. Kalau belum, nanti kita coba bikin pengaduan ke Ombudsman," ucap Pastika.
Dia juga meminta Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Bali untuk menindaklanjutinya. "Kalau bisa jangan hanya sekadar surat, nanti berangkat langsung ke sana untuk pengajuan suratnya, dan lihat kondisi warga di sana," kata Pastika. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Warga transmigran asal Bali yang sudah mengikuti program transmigrasi sekitar 10 tahun lalu, saat ini sedang mengalami permasalahan terkait sertifikat lahan yang mereka tempati saat ini," kata anggota PHDI Sulteng Wayan Darmada saat beraudiensi dengan Gubernur Pastika, di Denpasar, Rabu.
Transmigran asal Bali di sana sudah mengikuti program transmigrasi sekitar 10 tahun, tepatnya di Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan.
Darmada menceritakan permasalahan timbul setelah ada perusahaan perkebunan yang masuk ke wilayah mereka dan bahkan patok batas lahan perusahaan sudah mengambil lahan yang menjadi hak para transmigran seluas 90 hektare. Di satu sisi, lahan garapan yang ditempati para transmigran belum memiliki sertifikat.
Saat ini, dari 600 pengajuan sertifikat seluruh warga, yang baru terbit hanya 108 sertifikat. Adanya kegelisahan kepemilikan lahan yang tidak sah karena belum memiliki sertifikat apabila terjadi konflik dengan perusahaan tersebutlah yang mendorongnya untuk menyampaikan pengaduan ke Pemprov Bali, yang diharapkan bisa memfasilitasi keluhan ke Pemprov Sulteng.
Tak hanya itu, total jumlah warga transmigran yang berjumlah sekitar 200 KK, diantaranya berasal dari Bali sebanyak 50 KK, Jawa 50 KK, dan warga setempat sekitar 100 KK tersebut juga mengalami kendala infrastuktur jalan, penerangan dan air bersih.
"Saat ini, warga kami terisolasi. Walaupun ini bukan wewenang dan tugas Gubernur Bali atau Pemprov Bali, tetapi kami mohon bisa difasilitasi dengan Pemprov Sulteng agar permasalahan ini bisa selesai," ujar Darmada.
Mendengar hal tersebut, Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang juga pernah mengecap pengalaman sebagai seorang transmigran mengaku pernah merasakan hal yang serupa.
Untuk itu, Gubernur Pastika berjanji akan segera menindaklanjuti sesuai kedinasan dengan mengirim surat resmi ke pihak Pemprov Sulteng.
"Ini bukan hanya menyangkut warga Bali yang transmigrasi ke sana, ini bukan masalah suku atau agama, ini masalah nasional karena di sana juga ada warga Jawa, ini urusan hak para transmigran. Kami akan coba bersurat ke Gubernur Sulteng, setelah itu kita lihat penanganannya. Kalau belum, nanti kita coba bikin pengaduan ke Ombudsman," ucap Pastika.
Dia juga meminta Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Bali untuk menindaklanjutinya. "Kalau bisa jangan hanya sekadar surat, nanti berangkat langsung ke sana untuk pengajuan suratnya, dan lihat kondisi warga di sana," kata Pastika. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018