Denpasar (Antaranews Bali) - Senator asal Bali Gede Pasek Suardika mengkritisi persoalan anggaran pelaksanaan Pilkada Bali 2018 yang sampai hari ini belum cair tambahan anggarannya sebesar Rp30 miliar.

"Dari 171 daerah yang melaksanakan pilkada serentak, hanya Bali yang persoalan anggarannya tidak tuntas. Ini tentu prestasi yang tidak bagus dan itu akibat ulah tidak konsistennya Pemprov Bali dan DPRD Bali," kata Pasek Suardika di sela-sela melakukan pemantauan ke KPU Bali, di Denpasar, Senin.

Semestinya, ujar dia, naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang sudah ditandatangani awalnya itu sebesar Rp229 miliar lebih, harus dijalankan, kemudian diawasi penghematannya. Jikapun anggarannya nanti lebih, sisanya masih bisa balik ke kas daerah.

"Ini (pilkada) kan program nasional yang seharusnya anggarannya tidak boleh dicicil-cicil begitu. Bayangkan hanya di Bali yang begini, malu nggak? Kalau nggak malu, saya yang malu," ucapnya.

Menurut Pasek, berbekal pengalaman sebelumnya menjadi anggota DPR, tidak ada daerah di Tanah Air, yang menghadapi persoalan anggaran pilkada seperti Bali.

"Ini kritik saya untuk Pemprov Bali dan DPRD Bali. Janganlah bermain-main mengikat KPU dengan cara seperti ini karena itu uang rakyat, itu bukan ranah pribadi," ucapnya.

Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI itupun menyayangkan akibat penghematan yang dilakukan KPU karena persoalan anggaran, menjadikan sosialisasi ke pemilih tidak masif.

"Itu seharusnya tanggung jawab moral Pemprov dan DPRD Bali, rakyat pun harus mencatat ketika kualitas demokrasi menurun akibat pemotongan anggaran yang tidak benar caranya, ini sesungguhnya preseden yang tidak bagus bagi kita," ujarnya.

Pasek yang sebelumnya pernah menjadi Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu itu menyayangkan perbandingan anggaran Pilkada Jawa Barat dan NTB yang dijadikan dasar oleh anggota DPRD Bali agar anggaran Pilkada Bali dipotong.

Bukan begitu cara menghitung anggaran demokrasi. Untuk sosialisasi saja, misalnya, antara setiap provinsi dan kabupaten berbeda, harus dilihat bagaimana kebiasaan masyarakat apakah lebih suka mendengarkan radio, menonton televisi, harus ketemu langsung, ataukah membaca koran.

"Satuan detail untuk penghitungan anggaran sudah ada dalam Peraturan KPU, jangan itu ditabrak agar berhasil melakukan penghematan tetapi merusak demokrasi," kata Pasek yang juga politisi Partai Hanura itu.

Oleh karenanya, menurut Pasek anggaran Pilkada Bali harus segera dicairkan agar KPU bisa melaksanakan tugas secara tenang, karena nantinya juga ada audit dari lembaga-lembaga yang berwenang seperti BPK dan BPKP.

Sementara itu, anggota KPU Bali Wayan Jondra mengatakan dengan sisa anggaran dari Rp155 miliar yang sudah cair, pada prinsipnya KPU bisa melaksanakan tahapan Pilkada Bali hingga proses rekapitulasi.

Sedangkan selebihnya, pihaknya harus menunggu anggaran sebesar Rp30 miliar yang belum cair, sesuai dengan komitmen terakhir bahwa Pemprov Bali menyetujui anggaran Pilkada Bali menjadi Rp185 miliar lebih.

"Dana cukup sampai proses rekapitulasi, dengan catatan tidak ada gugatan di PTUN, pengadilan, dan di MK karena kami akan butuh anggaran untuk membayar pengacara, menyiapkan dokumen, dan itu belum ada anggarannya," tuturnya.

Jondra berharap proses pemungutan dan penghitungan suara dapat berjalan dengan lancar serta masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan bertanggung jawab. (WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018