Gianyar (Antaranews Bali) - Pembangunan transmisi listrik 500 KV dari dari Paiton ke Watudodol kemudian menyeberang ke Bali yang dikenal dengan "Jawa Bali Crossing" (JBC) akan menciptakan Pulau Dewata ini mampu menjadi produsen listrik berkapasitas besar.
"Itu karena jaringan transmisi JBC itu bukan hanya mampu mengalirkan listrik dari Jawa ke Bali, tapi sebaliknya juga dari Bali ke Jawa," kata GM PLN Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, sistem kelistrikan Jawa-Bali Crossing itu menciptakan infrastruktur dan mendorong Bali bisa menjadi produsen energi listrik terbarukan.
"Bali dapat membangun pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya dalam jumlah besar, yang listriknya bisa dialirkan ke Jawa dan sistem kelistrikan nasional," katanya.
JBC ini akan memperkuat sistem kelistrikan di Bali karena tarif listriknya lebih murah jika dibandingkan dengan membangun pembangkit listrik di Bali.
"Untuk membuat pembangkit listrik di Bali juga bukan hal yang mudah, murah dan cepat. Itu membutuhkan waktu sementara dengan pertumbuhan permintaan listrik sekitar 8,5 persen per tahun, Bali akan mengalami defisit energi listrik," katanya.
Menurut GM PLN Bali itu, kapasitas daya listrik di Bali saat ini mencapai 1.260 MW. Beban puncaknya 852 MW. Kapasitas pembangkit listrik PLN di Bali mampu memasok 940 MW yang dipasok dari PLTG Gilimanuk 130,44 MW, PLTU Celukan Bawang 380 MW, PLTG Pemaron 80 MW, dan PLTG/PLTD Pesanggaran sebesar 354 MW. Ditambah aliran listrik dari Jawa melalui kabel 340 MW.
"Pelanggan PLN di Bali sendiri kini sekitar 1,2 juta pelanggan," kata Nyoman Suwarjoni Astawa.
Dengan nantinya ada proyek JBC, lanjut dia, Bali akan terhindar dari defisit listrik yang menyebabkan seringnya pemadaman listrik di pulau Dewata yang pertumbuhan sektor pariwisatanya sangat pesat.
Mengapa bisa lebih murah, hal itu karena pemerintah sudah punya rencana bangun pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 MW, hampir 26.000 MW dibangun di Jawa sehingga akan menurunkan biaya pokok produksi listrik.
"Harga listrik yang murah itu yang nanti akan dinikmati masyarakat Bali dan industri pariwisatanya berkat adanya Jawa Bali Crossing," tambah dia.
Ketika ditanya PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) menolak Jawa Bali Crossing karena akan membangun jaringan Sutet (saluran udara tegangan ekstra tinggi) melanggar bhisama kesucian pura, Nyoman Suwarjonoi menjawab, "Kami nanti akan membuat berbagai forum discussion grup (FGD) mengenai hal ini sehingga menjadi jelas hal-hal apa saja yang dilarang adat, kepercayaan dan kearifan lokal".
Baca Juga: Jawa-Bali Crossing Ganggu Pura Segara Rupek
"Berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) tahun 2017-2020, aliran listrik dari JBC ini sudah mulai tahun 2019, tapi karena muncul berbagai persoalan seperti penolakan PHDI dan ide membangun pembangkit listrik di Bali, JBC harus sudah mulai aliri listrik ke Bali akhir tahun 2020," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Itu karena jaringan transmisi JBC itu bukan hanya mampu mengalirkan listrik dari Jawa ke Bali, tapi sebaliknya juga dari Bali ke Jawa," kata GM PLN Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, sistem kelistrikan Jawa-Bali Crossing itu menciptakan infrastruktur dan mendorong Bali bisa menjadi produsen energi listrik terbarukan.
"Bali dapat membangun pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya dalam jumlah besar, yang listriknya bisa dialirkan ke Jawa dan sistem kelistrikan nasional," katanya.
JBC ini akan memperkuat sistem kelistrikan di Bali karena tarif listriknya lebih murah jika dibandingkan dengan membangun pembangkit listrik di Bali.
"Untuk membuat pembangkit listrik di Bali juga bukan hal yang mudah, murah dan cepat. Itu membutuhkan waktu sementara dengan pertumbuhan permintaan listrik sekitar 8,5 persen per tahun, Bali akan mengalami defisit energi listrik," katanya.
Menurut GM PLN Bali itu, kapasitas daya listrik di Bali saat ini mencapai 1.260 MW. Beban puncaknya 852 MW. Kapasitas pembangkit listrik PLN di Bali mampu memasok 940 MW yang dipasok dari PLTG Gilimanuk 130,44 MW, PLTU Celukan Bawang 380 MW, PLTG Pemaron 80 MW, dan PLTG/PLTD Pesanggaran sebesar 354 MW. Ditambah aliran listrik dari Jawa melalui kabel 340 MW.
"Pelanggan PLN di Bali sendiri kini sekitar 1,2 juta pelanggan," kata Nyoman Suwarjoni Astawa.
Dengan nantinya ada proyek JBC, lanjut dia, Bali akan terhindar dari defisit listrik yang menyebabkan seringnya pemadaman listrik di pulau Dewata yang pertumbuhan sektor pariwisatanya sangat pesat.
Mengapa bisa lebih murah, hal itu karena pemerintah sudah punya rencana bangun pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 MW, hampir 26.000 MW dibangun di Jawa sehingga akan menurunkan biaya pokok produksi listrik.
"Harga listrik yang murah itu yang nanti akan dinikmati masyarakat Bali dan industri pariwisatanya berkat adanya Jawa Bali Crossing," tambah dia.
Ketika ditanya PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) menolak Jawa Bali Crossing karena akan membangun jaringan Sutet (saluran udara tegangan ekstra tinggi) melanggar bhisama kesucian pura, Nyoman Suwarjonoi menjawab, "Kami nanti akan membuat berbagai forum discussion grup (FGD) mengenai hal ini sehingga menjadi jelas hal-hal apa saja yang dilarang adat, kepercayaan dan kearifan lokal".
Baca Juga: Jawa-Bali Crossing Ganggu Pura Segara Rupek
"Berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) tahun 2017-2020, aliran listrik dari JBC ini sudah mulai tahun 2019, tapi karena muncul berbagai persoalan seperti penolakan PHDI dan ide membangun pembangkit listrik di Bali, JBC harus sudah mulai aliri listrik ke Bali akhir tahun 2020," katanya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018