Denpasar (Antara Bali) - Pergelaran kesenian pelegongan oleh Sekaa Gong Pelegongan Lestari Budaya Banjar Meranggi, Desa Kesiman Petilan sebagai duta seni Kota Denpasar mampu menghibur penonton pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33, Jumat.

Sekaa (grup) kesenian ini menampilkan dua tarian klasik, yaitu Tari Legong Keraton Lasem dan Supraba Duta di Kalangan Angsoka Taman Budaya Denpasar.

Begitu penari cilik tampil dengan Tari Legong Keraton Lasem, dengan serentak para penonton dari warga masyarakat setempat dan sejumlah wisatawan asing memberikan tepuk tangan.

Penari tersebut sangat piawai menarikan Tari Legong Keraton yang biasanya dibawakan seniman dewasa. Sebab tarian klasik ini tergolong cukup sulit dan harus sesuai dengan pakem atau aturan tarian.

Penata tabuh Wayan Wirawan mengatakan, untuk bisa tampil di PKB, sekaa gong ini telah mempersiapkan diri sejak tiga bulan lalu.

"Kami sudah mempersiapkan sejak tiga bulan lalu. Latihan diadakan secara rutin setiap hari. Biasanya latihan tabuh tersebut digelar sore hingga malam hari, sebab penabuh gamelan pada pagi hingga siang masih sekolah," ujarnya.

Namun dua pekan menjelang pentas, kata dia, latihannya semakin intensif untuk memadukan antara tarian dengan gamelan pengiringnya.

"Kami terus coba untuk memadukan antara tarian dengan gamelan, sehingga pada saat pentas anak-anak betul-betul sudah siap," kata Wirawan.

Koordinator sekaa gong pelegongan Ketut Suwana mengatakan, kesenian ini telah diwarisi warga masyarakat setempat sejak zaman dahulu, bahkan pada tahun 1934 dilakukan penyempurnaan dari segi musik, gerak tari hingga personel penabuh dan penari yang mendukung kesenian tersebut.

Disamping itu, perangkat gamelan ini sebenarnya sangat berbeda dengan gamelan yang ada sekarang ini. Selain daun gamelannya hanya berjumlah lima, juga susunan nadanya tampak berbeda.

"Biasanya nadanya dari kiri ke kanan, sedangkan perangkat gamelan gender di Banjar Meranggi nadanya dari kiri ke kanan," ucapnya.

Hal ini juga yang membuat para penabuh gamelan sedikit kendala dalam melakukan latihan. Mengingat para sekaa gong ini dari kalangan anak-anak.

"Karena berkat ketekunan berlatih ana-anak tersebut akhirnya mereka biasa memainkan gambelan itu," katanya.

Dikatakan, gamelan klasik ini bukan hanya untuk tampil pada pertunjukan pada ajang PKB saja. Tetapi tabuh ini juga dipentaskan pada saat ada upacara keagamaan, seperti piodalan di pura banjar setempat.

Ia mengemukakan, pada era tahun 1970 hingga 1980-an Pemerintah Provinsi Bali mencanangkan program wisata masuk desa. Sehingga kesempatan yang baik ini digunakan oleh masyarakat Banjar Meranggi sebagai ajang promosi wisata dengan mementaskan kesenian pelegongan di taman budaya maupun hotel-hotel di Denpasar.

Suwana lebih lanjut mengatakan, kebangkitan gamelan klasik yang ada di Banjar Meranggi ini juga tidak lepas dari dukungan yang sangat besar dari Pemerintah Kota Denpasar untuk mendorong kembali bangkitnya kesenian-kesenian yang langka.

"Kami berharap ke depannya pemerintah terus memberi dorongan dan bantuan sehingga kesenian pelengongan klasik ini tetap berkembang dan lestari," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011