Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali sedang mengkaji rencana pemberian bantuan peralatan bagi para petani garam di Pulau Dewata setelah berhentinya program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar).

"Di lapangan, banyak petani garam yang mengeluhkan kesulitan peralatan jemur dan palung-palung untuk produksi garam yang harganya mahal, sedangkan harga garam belum membuat petani tersenyum, inilah yang ke depan kami coba programkan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali I Made Gunaja di Denpasar, Minggu.

Menurut dia, sebelumnya pengadaan peralatan petani garam masuk dalam program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar). Namun, program dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ini sudah tidak berjalan lagi sehingga perlu upaya antisipasi.

"Apakah bisa dengan mekanisme hibah, ini yang perlu didiskusikan lagi," kata mantan Plt. Bupati Buleleng itu.

Di sisi lain, terkait dengan data jumlah produksi garam tahun ini, pihaknya mengakui tidak memiliki data. Hal ini menyusul adanya kebijakan satu data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diberlakukan mulai 2017.

"Kasus ini tidak hanya terjadi di Bali, tetapi juga di provinsi lain di Indonesia. Petugas enumerator kami yang sebelumnya mengumpulkan data produksi garam tidak bekerja lagi karena kami tidak memiliki anggaran," ucap Gunaja.

Pada tahun-tahun sebelumnya difasilitasi melalui dana dekonsentrasi. Oleh karena itu, pihaknya berharap pengumpulan dan validasi data produksi garam dan juga hasil perikanan dikembalikan lagi ke provinsi.

Hal itu pula yang menyebabkan terkait dengan fenomena kelangkaan garam saat ini, Gunaja tidak bisa memastikan berapa sesungguhnya Bali kekurangan maupun jumlah produksi garam selama 2017.

Akan tetapi, kata Gunaja, berdasarkan hasil pantauan lapangan, para pemindang di daerah Kusamba sudah mengeluhkan kesulitan memperoleh garam dan harganya yang tinggi.

Selain itu, para petani garam pada sentra-sentra produksi di Kabupaten Buleleng dan Karangasem mengakui terganggunya produksi garam akibat kondisi cuaca yang tidak bisa penuh mendapatkan penyinaran matahari.

"Kalau berkaitan dengan musim, tentu kami tidak bisa berbuat apa-apa," ucapnya.

Jumlah produksi garam di Bali selama 5 tahun terakhir berfluktuasi, yakni pada tahun 2012 jumlah produksi sebanyak 6.514,72 ton, kemudian menjadi 4.982,71 ton (2013), sedangkan pada tahun 2014 sejumlah 7.889,52 ton, 11.554,59 ton (2015) dan 10.790,22 ton pada tahun 2016.

Tahun lalu, produksi garam terbanyak di Kabupaten Buleleng sebanyak 8672,47 ton, disusul posisi kedua di Kabupaten Karangasem 976,86 ton dan Kota Denpasar 700,5 ton pada posisi ketiga, sedangkan lima kabupaten lainnya dengan jumlah produksi relatif sedikit. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017