Singaraja (Antara Bali) - Jurusan Brahma Vidya Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Negeri Mpu Kuturan, Singaraja, Bali mengelar pelatihan kepinanditaan atau pemimpin upacara agama melibatkan puluhan pemangku dan serati bertempat di auditorium perguruan tinggi tersebut.

Ketua Panitia Pelaksana Pelatihan, Gede Mahardika, S.Ag.,M.Fil.H di Singaraja, Minggu, mengatakan, kegiatan tersebut melibatkan para pemangku atau pemimpin upacara dan serati banten atau pembuat sarana upacara tersebut bertujuan menguatkan pemahaman terhadap konsep tatwa, susila dan upacara.

Menurut dia, para pinandita dan serati tidak hanya dituntut paham dan menguasai konsep upacara atau ritual semata, tetapi juga dapat menginsfasi tatwa/filsafat dan mengimplementasikan susila atau tata krama.

"Seorang pemangku diharapkan tidak lagi memiliki pemahaman asal jadi, asal cepat dan mudah dalam membuat banten atau sarana upakara tetapi paham makna dan arti filosofisnya," tutur dia seraya menambahkan tambah dia seraya menegaskan pelatihan ini akan dilanjutkan rutin setiap tahun.

Mahardika menambahkan, pelatihan tersebut juga bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas Tri Dharma Perguruan Tinggi kampus agama negeri satu-satunya di wilayah Pulau Dewata bagian utara itu.

Sementara itu, Ketua STAH Negeri Mpu Kuturan, Prof Dr Drs I Made Suweta MSi, mengatakan, para pemangku dan serati diharapkan dapat menjadi garda terdepan terkait pembinaan umat di era modern saat ini.

Suweta menilai saat ini zaman mulai berubah dimana masyarakat utamanya generasi muda tidak lagi berfikir tradisional, namun telah mengarah para pemikiran ilmiah.

"Karena itulah mereka (pemangku dan serati) dewasa ini tidak hanya cukup muput upacara, ganteb ataupun buat banten saja, tetapi seharunya memahami dengan baik tatwa atau filsafat dari upacara itu sendiri," papar dia.

"Masyarakat dan generasi muda kedepan tidak hanya berkutat pada simbol-simbol semata tetapi juga lebih jauh dari itu mengerti makna dari simbol tersebut," ujar Suweta.

Khusus kepada para pinandita, kata Suweta, harus juga memberi pemahaman yang benar mengenai tata upacara dan makna upacara kepada para sisyanya. Mereka dinilai memiliki kelebihan yakni dipercayai di masyarakat sebagai tokoh yang paham mengenai ajaran agama.

"Masyarakat itu lebih nurut sama pemangku atau sulinggih ketimbang dosen ataupun pemimpin. Maka dari itu, harus punya pemahaman sastra yang benar. Kemudian ajarkan pemahaman itu kepada para sisya," kata dia. (WDY)

Video oleh Bagus Andi Purnomo


Pewarta: Pewarta: IMB Andi Purnomo

Editor : I Made Andi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017