Jakarta (Antara Bali) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan
tidak ada istilah barter pasal antar fraksi-fraksi di DPR RI maupun
pemerintah dalam pembahasan RUU Pemilu.
"Mencermati pemberitaan media cetak pagi ini, menurut yang saya pahami dalam pembahasan RUU Pemilu antara DPR dan Pemerintah tidak ada istilah barter pasal antar fraksi-fraksi apalagi dengan pemerintah," ujar Tjahjo di Jakarta, Senin.
Tjahjo menekankan semua anggota Pansus RUU Pemilu dan Pemerintah memiliki semangat membahas revisi UU Pemilu guna menyongsong Pilleg dan Pilpres serentak untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan memperkuat sistem pemerintahan presidensil.
"Itu komitmennya sampai sekarang. Soal ada kepentingan strategis parpol yang diperjuangkan dalam Pansus atau Panja itu sah dan wajar-wajar saja karena Pilleg dan Pilpres adalah rezim parpol, dan pembahasan RUU Pemilu sepakat mengakomodir aspirasi parpol dan masyarakat serta aspirasi pengamat serta elemen-elemen demokrasi dan perguruan tinggi," jelas dia.
Dia mengatakan finalisasi pembahasan RUU Pemilu semangatnya tetap lah kompromi musyawarah mufakat.
Namun kalau harus dilakukan pengambilan keputusan suara terbanyak, maka ada mekanisme akhir di paripurna DPR di mana pemerintah dan Pansus menyepakati untuk tidak ada istilah barter pasal atau bermain akrobatik politik.
"Masyarakat memiliki legalitas penuh dalam Pilleg dan Pilpres dalam menentukan siapa jadi presiden/wapres dan siapa jadi anggota DPD/DPD/DPRD dan parpol mana yang akan mendapatkan legitimasi masyarakat untuk berhak mengusung Calon Presiden," ujar dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Mencermati pemberitaan media cetak pagi ini, menurut yang saya pahami dalam pembahasan RUU Pemilu antara DPR dan Pemerintah tidak ada istilah barter pasal antar fraksi-fraksi apalagi dengan pemerintah," ujar Tjahjo di Jakarta, Senin.
Tjahjo menekankan semua anggota Pansus RUU Pemilu dan Pemerintah memiliki semangat membahas revisi UU Pemilu guna menyongsong Pilleg dan Pilpres serentak untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan memperkuat sistem pemerintahan presidensil.
"Itu komitmennya sampai sekarang. Soal ada kepentingan strategis parpol yang diperjuangkan dalam Pansus atau Panja itu sah dan wajar-wajar saja karena Pilleg dan Pilpres adalah rezim parpol, dan pembahasan RUU Pemilu sepakat mengakomodir aspirasi parpol dan masyarakat serta aspirasi pengamat serta elemen-elemen demokrasi dan perguruan tinggi," jelas dia.
Dia mengatakan finalisasi pembahasan RUU Pemilu semangatnya tetap lah kompromi musyawarah mufakat.
Namun kalau harus dilakukan pengambilan keputusan suara terbanyak, maka ada mekanisme akhir di paripurna DPR di mana pemerintah dan Pansus menyepakati untuk tidak ada istilah barter pasal atau bermain akrobatik politik.
"Masyarakat memiliki legalitas penuh dalam Pilleg dan Pilpres dalam menentukan siapa jadi presiden/wapres dan siapa jadi anggota DPD/DPD/DPRD dan parpol mana yang akan mendapatkan legitimasi masyarakat untuk berhak mengusung Calon Presiden," ujar dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017