Denpasar (Antara Bali) - Pengamat sosial dan politik dari Lembaga Swadaya Masyarakat Bali Sruti Dr.Luh Riniti Rahayu mengatakan perencanaan penggunaan dan desa harus mengakomodasi semua kebutuhan warga masyarakat secara berkeadilan.
"Dana desa saat ini cukup besar. Jumlahnya mencapai Rp1 miliar per tahun yang diterima masing-masing desa di Indonesia. Karena itu pemanfaatannya harus sesuai dengan perencanaan dan tepat sasaran," kata Riniti Rahayu di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, dana tersebut sebagai tindak lanjut dari amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka sejak tahun 2015 desa memiliki anggaran sendiri yang bersumber dari APBN. Sehingga desa memiliki kewenangan sendiri untuk membuat perencanaan dan menyusun program kegiatan yang dibiayai dana desa tersebut.
"Alokasi anggaran hendaknya juga responsif terhadap gender, termasuk kelompok minoritas seperti difabel. Sekarang ini UU telah memihak kaum perempuan dan yang minoritas seperti difabel UU juga mengharuskan perencanaan yang partisipatif," ujarnya.
Menurut dosen Fisipol Universitas Ngurah Rai Denpasar itu, walau sudah amanat UU, tapi masih banyak hambatan bagi perempuan dan kelompok minoritas untuk dapat berpartisipasi dan bersuara dalam proses perencananaan program, seperti dalam musyawaran perencanaan pembangunan (Musrenbang).
"Musrenbang masih sangat patriakis. Sehingga dibutuhkan dorongan agar perempuan bisa berpartisipasi dan aparat pemerintahan desa juga harus mengakomodasi semua kebutuhan warga masyarakat secara berkeadilan," ucapnya.
Ia mengatakan untuk mendorong alokasi anggaran yg berkeadilan, terutama untuk perempuan dan anak, LSM Bali Sruti bersama LPA, dan Kunti Bakti memberi pelatihan kepada tokoh masyarakat di sejumlah desa di Bali pada Selasa (7/2), mereka melatih tokoh masyarakat di enam desa di Kabupaten Tabanan.
"Untuk kecamatan Marga kami latih tokoh masyarakat Desa Geluntung dan Peken Belayu. Kecamatan Kediri di Desa Nyambu dan Desa Banjar Anyar. Sedangkan Kecamatan Tabanan di Desa Sudimara dan Dauh Peken. Semua ini bertujuan mengkawal dana desa tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dana desa saat ini cukup besar. Jumlahnya mencapai Rp1 miliar per tahun yang diterima masing-masing desa di Indonesia. Karena itu pemanfaatannya harus sesuai dengan perencanaan dan tepat sasaran," kata Riniti Rahayu di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, dana tersebut sebagai tindak lanjut dari amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka sejak tahun 2015 desa memiliki anggaran sendiri yang bersumber dari APBN. Sehingga desa memiliki kewenangan sendiri untuk membuat perencanaan dan menyusun program kegiatan yang dibiayai dana desa tersebut.
"Alokasi anggaran hendaknya juga responsif terhadap gender, termasuk kelompok minoritas seperti difabel. Sekarang ini UU telah memihak kaum perempuan dan yang minoritas seperti difabel UU juga mengharuskan perencanaan yang partisipatif," ujarnya.
Menurut dosen Fisipol Universitas Ngurah Rai Denpasar itu, walau sudah amanat UU, tapi masih banyak hambatan bagi perempuan dan kelompok minoritas untuk dapat berpartisipasi dan bersuara dalam proses perencananaan program, seperti dalam musyawaran perencanaan pembangunan (Musrenbang).
"Musrenbang masih sangat patriakis. Sehingga dibutuhkan dorongan agar perempuan bisa berpartisipasi dan aparat pemerintahan desa juga harus mengakomodasi semua kebutuhan warga masyarakat secara berkeadilan," ucapnya.
Ia mengatakan untuk mendorong alokasi anggaran yg berkeadilan, terutama untuk perempuan dan anak, LSM Bali Sruti bersama LPA, dan Kunti Bakti memberi pelatihan kepada tokoh masyarakat di sejumlah desa di Bali pada Selasa (7/2), mereka melatih tokoh masyarakat di enam desa di Kabupaten Tabanan.
"Untuk kecamatan Marga kami latih tokoh masyarakat Desa Geluntung dan Peken Belayu. Kecamatan Kediri di Desa Nyambu dan Desa Banjar Anyar. Sedangkan Kecamatan Tabanan di Desa Sudimara dan Dauh Peken. Semua ini bertujuan mengkawal dana desa tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017