Denpasar (Antara Bali) - Komisi III DPRD Bali melakukan konsultasi ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait izin pertambangan di daerah, karena selama ini menjadi persoalan terkait aktivitas penambangan galian C di Pulau Dewata.
"Tujuan kami konsultasi dengan Kementerian ESDM terkait izin pertambangan jenis galian C. Sebab di Bali terjadi kekisruhan terkait aturan tersebut," kata Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba saat dikonfirmasi, Selasa.
Ia mengatakan persoalan regulasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) tersebut. Karena UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah sudah memberi kewenangan kepada pemerintah provinsi untuk mengeluarkan IUP.
Namun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur IUP yang dikeluarkan provinsi harus berdasarkan rekomendasi pemerintah kabupaten/kota berupa dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) merupakan dokumen pengelolaan lingkungan hidup bagi rencana usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib amdal.
Menurut dia, ketidakpastian hukum tersebut telah menimbulkan persoalan di Bali sebagaimana yang terjadi pada kasus penambangan galian C di Kabupaten Karangasem yang menyebabkan banyak warga masyarakat kehilangan pekerjaan.
Apalagi Wakil Bupati Karangasem telah membuat pernyataan tidak akan mengeluarkan UKL-UPL dengan alasan kewenangan izin itu ada di provinsi.
"Aturan izin penambangan yang di hulu (di buat pemerintah pusat) membuat yang di hilir (di daerah). Tidak hanya soal izin penambangan, aturan-aturan lain juga demikian," ucapnya.
Tamba mengatakan pihaknya menemui Kementerian ESDM untuk mendapatkan kepastian terkait aturan izin usaha pertambangan di Bali, khususnya izin penambangan galian C di Karangasem.
"Di Karangasem ada Perda Nomor 17 Tahun 2012 tentang RTRW yang mengatur batas ketinggian penambangan galian C maksimal 500 meter. Itu jadi dasar mengeluarkan izin. Tapi UU Nomor 23/2014 kewenangan mengeluarkan izin itu ada di provinsi. Namun, izin yang dikeluarkan provinsi harus mengacu PP Nomor 10/2014, artinya harus ada rekomendasi kabupaten. Bagaimana kepastian hukum soal ini, itu yang kami sampaikan. Tapi Kementerian ESDM juga tidak bisa menjawab secara tegas," ucapnya.
Untuk menindaklanjuti masalah tersebut, pihak Kementerian ESDM meminta DPRD berkoordinasi dengan Gubernur Bali untuk meminta penjelasan tertulis kepada Pemerintah Pusat.
"Gubernur diminta mengirim surat ke Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Hukum dan HAM untuk meminta penegasan terkait kewenangan izin penambangan di Bali termasuk izin galian C di Karangasem. agar ada kesamaan persepsi dalam memahami aturan yang ada. Kami akan segera berkoordinasi dengan pak gubernur untuk mengirim surat ke sana. Kami ingin ada kepastian hukum soal izin, dan tidak ada lagi yang kehilangan lapangan pekerjaan karena penutupan galian C tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Tujuan kami konsultasi dengan Kementerian ESDM terkait izin pertambangan jenis galian C. Sebab di Bali terjadi kekisruhan terkait aturan tersebut," kata Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba saat dikonfirmasi, Selasa.
Ia mengatakan persoalan regulasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) tersebut. Karena UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah sudah memberi kewenangan kepada pemerintah provinsi untuk mengeluarkan IUP.
Namun, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur IUP yang dikeluarkan provinsi harus berdasarkan rekomendasi pemerintah kabupaten/kota berupa dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) merupakan dokumen pengelolaan lingkungan hidup bagi rencana usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib amdal.
Menurut dia, ketidakpastian hukum tersebut telah menimbulkan persoalan di Bali sebagaimana yang terjadi pada kasus penambangan galian C di Kabupaten Karangasem yang menyebabkan banyak warga masyarakat kehilangan pekerjaan.
Apalagi Wakil Bupati Karangasem telah membuat pernyataan tidak akan mengeluarkan UKL-UPL dengan alasan kewenangan izin itu ada di provinsi.
"Aturan izin penambangan yang di hulu (di buat pemerintah pusat) membuat yang di hilir (di daerah). Tidak hanya soal izin penambangan, aturan-aturan lain juga demikian," ucapnya.
Tamba mengatakan pihaknya menemui Kementerian ESDM untuk mendapatkan kepastian terkait aturan izin usaha pertambangan di Bali, khususnya izin penambangan galian C di Karangasem.
"Di Karangasem ada Perda Nomor 17 Tahun 2012 tentang RTRW yang mengatur batas ketinggian penambangan galian C maksimal 500 meter. Itu jadi dasar mengeluarkan izin. Tapi UU Nomor 23/2014 kewenangan mengeluarkan izin itu ada di provinsi. Namun, izin yang dikeluarkan provinsi harus mengacu PP Nomor 10/2014, artinya harus ada rekomendasi kabupaten. Bagaimana kepastian hukum soal ini, itu yang kami sampaikan. Tapi Kementerian ESDM juga tidak bisa menjawab secara tegas," ucapnya.
Untuk menindaklanjuti masalah tersebut, pihak Kementerian ESDM meminta DPRD berkoordinasi dengan Gubernur Bali untuk meminta penjelasan tertulis kepada Pemerintah Pusat.
"Gubernur diminta mengirim surat ke Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Hukum dan HAM untuk meminta penegasan terkait kewenangan izin penambangan di Bali termasuk izin galian C di Karangasem. agar ada kesamaan persepsi dalam memahami aturan yang ada. Kami akan segera berkoordinasi dengan pak gubernur untuk mengirim surat ke sana. Kami ingin ada kepastian hukum soal izin, dan tidak ada lagi yang kehilangan lapangan pekerjaan karena penutupan galian C tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017