Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi II DPR I Gede Pasek Suardika menyarankan, untuk menghindari munculnya kembali konflik-konflik pertanahan di Indonesia diperlukan pengakuan dan penguatan atas hukum adat.
"Masyarakat menjadi berkonflik dengan pengusaha di bidang pertambangan dan perkebunan, seperti yang terjadi pada kasus di Bima, Nusa Tenggara Barat, dan kasus Mesuji di Lampung, hal itu salah satu penyebabnya karena belum ada pengakuan atas hak-hak rakyat setempat," kata Pasek Suardika, di Denpasar, Sabtu.
Pasek yang komisinya membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria itu menyebutkan, sungguh tidak adil jika hanya berdasarkan surat keputusan dari bupati/wali kota yang memberikan izin bagi pengusaha untuk berivestasi lalu mengesampingkan rakyat yang jelas-jelas sudah menempati tanah sejak dahulu.
"Tidak saja pada kasus sengketa agraria yang meletus beberapa waktu terakhir, di Pulau Sumatera dan Kalimantan masih banyak tanah adat. Tanah ini jika dipakai parameter formal dalam menghadapi dorongan para pemilik modal tentu tidak akan bisa," ucapnya.(LHS/T007)
Pengakuan Hukum Adat Hindari Kasus Bima Terulang
Sabtu, 28 Januari 2012 15:03 WIB