Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya menyatakan semua peserta program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang ditanggung pemerintah daerah tidak otomatis menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional dalam integrasi kedua program tersebut.
"Integrasi JKBM ke JKN mulai 1 Januari 2017, tidak bisa secara otomatis sesuai kepemilikan JKBM saat ini, integrasi itu tetap harus mengikuti aturan yang ada," katanya didampingi Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra di Denpasar, Kamis.
Berdasarkan Perpres Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyususnan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan, mewajibkan seluruh jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) sudah harus terintegrasi dengan JKN selambat-lambatnya akhir 2016, sehingga JKBM pun harus mengikutinya.
Namun, aturan JKN menyebutkan masyarakat yang bisa diikutsertakan untuk mendapatkan pertanggungan dari JKN adalah masyarakat yang tergolong miskin, yang berpenghasilan rendah, jumlahnya 40 persen dari total jumlah penduduk pada tingkatan terendah dengan biaya masih bisa "sharing" antara Pemprov Bali dengan delapan kabupaten/kota di Bali.
"Iuran yang bisa dibayarkan oleh pemerintah pun hanya setara nilai Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni sebesar Rp23 ribu yang posisinya berada pada pertanggungan kelas III, serta tidak boleh naik kelas, apabila naik kelas akan kehilangan hak secara otomatis," katanya.
Saat ini, masyarakat Bali yang sudah terdaftar dalam program JKN baik pertanggungan PBI pusat, badan usaha maupun mandiri jumlahnya mencapai 935 ribu orang, dan sisanya yang belum memiliki tanggungan sekitar 400.749 orang.
Namun, jumlahnya dikurangi Kabupaten Badung yang menyertakan seluruh warganya. Jumlah inilah yang selanjutnya menjadi sasaran Pemprov Bali untuk diikutsertakan dalam program JKN sebagai PBI daerah, yang sebelumnya harus mendapatkan verifikasi terlebih dahulu.
Dalam hal ini yang yang memiliki kewenangan adalah Dinas Sosial Provinsi Bali. "Saya berharap Dinsos benar-benar bisa mendata secara valid sehingga didapat data-data yang faktual sesuai kenyataan, dan pihak desa juga harus membantu memberikan data tersebut, jangan sampai ada data yang tidak sesuai dengan kenyataan," ujarnya.
Suarjaya tidak memungkiri masih tetap adanya kemungkinan warga yang tercecer karena kemungkinan-kemungkinan lain, misalnya pindah tempat tinggal, adanya kemungkinan warga yang sebelumnya masuk RTS tiba-tiba bisa sukses maupun sebaliknya.
Untuk menghindari itu, warga yang tercecer pun tetap bisa didata ulang untuk selanjutnya didaftarkan sebagai PBI Tambahan ataupun didaftarkan sebagai PBI Pusat.
Dia menambahkan, untuk mengetahui masyarakat yang masuk sebagai peserta PBI daerah atau bukan, Pemprov Bali akan menindaklanjuti dengan membuat Surat Edaran Gubernur ke instansi-instansi terkait untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat, serta dibantu dengan pemasangan spanduk informasi di puskesmas-puskesmas di Bali.
Untuk menghindari adanya warga yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai program JKN, Suarjaya juga berharap masyarakat lebih proaktif mencari informasi, yang bisa didapatkan di Kantor BPJS, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maupun puskesmas setempat dengan menunjukkan identitas berupa KTP.
"Program ini sifatnya online, dengan hanya menunjukkan KTP, akan dicek NIK yang terdapat didalamnya, jika terdaftar sebagai PBI maka di sana akan kelihatan," kata Suarjaya.
Tidak hanya menyasar warga kurang mampu, pertanggungan PBI daerah juga akan menyasar orang-orang telantar yang tidak memiliki identitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), yang sebelumnya tetap harus melalui pendataan, dan realisasi program ini akan dikuatkan dengan Peraturan Gubernur.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra mengatakan dengan melihat manfaat JKBM yang sudah dirasakan oleh masyarakat, berharap rekan-rekan media bisa membantu mendukung program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut.
"Khususnya ikut menyosialisasikan perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga khalayak ramai bisa cepat menerima informasi yang ada, agar saat pelaksanaan pada 1 Januari itu tidak terjadi kegaduhan," kata Dewa Mahendra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Integrasi JKBM ke JKN mulai 1 Januari 2017, tidak bisa secara otomatis sesuai kepemilikan JKBM saat ini, integrasi itu tetap harus mengikuti aturan yang ada," katanya didampingi Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra di Denpasar, Kamis.
Berdasarkan Perpres Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyususnan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan, mewajibkan seluruh jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) sudah harus terintegrasi dengan JKN selambat-lambatnya akhir 2016, sehingga JKBM pun harus mengikutinya.
Namun, aturan JKN menyebutkan masyarakat yang bisa diikutsertakan untuk mendapatkan pertanggungan dari JKN adalah masyarakat yang tergolong miskin, yang berpenghasilan rendah, jumlahnya 40 persen dari total jumlah penduduk pada tingkatan terendah dengan biaya masih bisa "sharing" antara Pemprov Bali dengan delapan kabupaten/kota di Bali.
"Iuran yang bisa dibayarkan oleh pemerintah pun hanya setara nilai Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni sebesar Rp23 ribu yang posisinya berada pada pertanggungan kelas III, serta tidak boleh naik kelas, apabila naik kelas akan kehilangan hak secara otomatis," katanya.
Saat ini, masyarakat Bali yang sudah terdaftar dalam program JKN baik pertanggungan PBI pusat, badan usaha maupun mandiri jumlahnya mencapai 935 ribu orang, dan sisanya yang belum memiliki tanggungan sekitar 400.749 orang.
Namun, jumlahnya dikurangi Kabupaten Badung yang menyertakan seluruh warganya. Jumlah inilah yang selanjutnya menjadi sasaran Pemprov Bali untuk diikutsertakan dalam program JKN sebagai PBI daerah, yang sebelumnya harus mendapatkan verifikasi terlebih dahulu.
Dalam hal ini yang yang memiliki kewenangan adalah Dinas Sosial Provinsi Bali. "Saya berharap Dinsos benar-benar bisa mendata secara valid sehingga didapat data-data yang faktual sesuai kenyataan, dan pihak desa juga harus membantu memberikan data tersebut, jangan sampai ada data yang tidak sesuai dengan kenyataan," ujarnya.
Suarjaya tidak memungkiri masih tetap adanya kemungkinan warga yang tercecer karena kemungkinan-kemungkinan lain, misalnya pindah tempat tinggal, adanya kemungkinan warga yang sebelumnya masuk RTS tiba-tiba bisa sukses maupun sebaliknya.
Untuk menghindari itu, warga yang tercecer pun tetap bisa didata ulang untuk selanjutnya didaftarkan sebagai PBI Tambahan ataupun didaftarkan sebagai PBI Pusat.
Dia menambahkan, untuk mengetahui masyarakat yang masuk sebagai peserta PBI daerah atau bukan, Pemprov Bali akan menindaklanjuti dengan membuat Surat Edaran Gubernur ke instansi-instansi terkait untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat, serta dibantu dengan pemasangan spanduk informasi di puskesmas-puskesmas di Bali.
Untuk menghindari adanya warga yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai program JKN, Suarjaya juga berharap masyarakat lebih proaktif mencari informasi, yang bisa didapatkan di Kantor BPJS, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maupun puskesmas setempat dengan menunjukkan identitas berupa KTP.
"Program ini sifatnya online, dengan hanya menunjukkan KTP, akan dicek NIK yang terdapat didalamnya, jika terdaftar sebagai PBI maka di sana akan kelihatan," kata Suarjaya.
Tidak hanya menyasar warga kurang mampu, pertanggungan PBI daerah juga akan menyasar orang-orang telantar yang tidak memiliki identitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), yang sebelumnya tetap harus melalui pendataan, dan realisasi program ini akan dikuatkan dengan Peraturan Gubernur.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra mengatakan dengan melihat manfaat JKBM yang sudah dirasakan oleh masyarakat, berharap rekan-rekan media bisa membantu mendukung program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut.
"Khususnya ikut menyosialisasikan perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga khalayak ramai bisa cepat menerima informasi yang ada, agar saat pelaksanaan pada 1 Januari itu tidak terjadi kegaduhan," kata Dewa Mahendra. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016