Pekanbaru (Antara Bali) - Pengamat ekonomi dan mantan menteri
koordinator perekonomian, Rizal Ramli, mengatakan pemerintahan baru di
bawah Presiden Joko Widodo sebenarnya punyak banyak jalan untuk mencegah
kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, salah satunya melalui
kebijakan silang BBM.
"BBM rakyat ini masih tetap bisa digunakan
untuk motor, angkot, dan nelayan, tapi untuk mobil mewah akan cepat
rusak. Dari subsidi silang ini, konsumsi BBM subsidi dari 55 persen akan
turun jadi 40 persen dan pemerintah hemat Rp40 triliun," kata Rizal
Ramli ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Minggu.
Menurut
Rizal rencana kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi seharusnya bisa
dihindari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla karena sebenarnya masih banyak
cara lain untuk mengurangi defisit neraca perdagangan selain dari
menaikan harga. Dengan subsidi silang, lanjutnya, pemerintah bisa
mempertahankan harga BBM jenis premium namun kandungan oktan diturunkan.
Menurut dia, premium di Indonesia terlalu "mewah" karena kandungan
oktan mencapai 88, dan jauh lebih tinggi dibandingkan jenis serupa di
Amerika Serikat sekali pun yang oktannya hanya 86. Ia meyakini cara
tersebut bisa menurunkan konsumsi BBM subsidi sekitar 40 persen karena
pemilik mobil mewah yang biasa ikut "menyedot" BBM subsidi takut
mobilnya rusak.
"Yang dinaikan adalah harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan
Pertamax Plus, yang untuk orang kaya bermobil mewah," katanya.
Ia mengatakan, kebijakan subsidi silang merupakan langkah jitu yang
bisa diambil pemerintahan RI yang baru, ketimbang memaksakan naik
sebesar Rp3.500 per liter. Padahal, kebijakan menaikan harga yang
terlalu tinggi bisa menjadi jebakan bagi pemerintahan Jokowi kedepan
karena berpotensi melanggar konstitusi.
"Kalau tak hati-hati dan BBM naik sampai Rp3.500, maka harga premium
bisa mencapai Rp10.000 dan itu akan lebih tinggi dari harga keekonomian
karena biaya produksi premium Rp8.400 per liter," kata Rizal Ramli.
Selain itu, ia mengatakan ada cara lain untuk menghemat anggaran
tanpa harus menaikan harga BBM bersubsidi, yakni pemerintah harus benahi
mekanisme cost recovery dari industri migas yang terlalu menguntungkan perusahaan, khususnya kontraktor asing. Dari pembenahan cost recovery migas, ia mengatakan pemerintah bisa hemat Rp64 triliun.
Cara lainnya adalah dengan memberantas mafia migas, sehingga negara
bisa hemat Rp100 miliar, dan tentunya perlu ada membangun kilang
pengolahan BBM baru dan negara bisa hemat puluhan triliun ketimbang
selama ini impor yang menguntungkan pemerintah Singapura.
Rizal berharap Jokowi sebagai Presiden RI terpilih untuk menjalankan
amanat Pasal 33 UUD 1945 dengan tetap menjamin agar harga bahan
kebutuhan pokok tetap murah bagi rakyat, dan harganya tidak boleh sama
dengan harga internasional.
Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 15
Desember 2004, mengeluarkan putusan yang membatalkan Pasal 28 Ayat (2)
Undang-Undang Migas 2001 yang berbunyi, "Harga bahan bakar minyak dan
harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan
wajar".
Artinya, aturan dalam UU Migas itu tidak punya kekuatan hukum dan
jika ada upaya-upaya pemerintah tetap menyerahkan harga BBM pada
mekanisme pasar bebas, maka hal itu sama dengan melanggar konstitusi. (WDY)
Subsidi Silang BBM Bisa Hemat Rp40 Triliun
Minggu, 12 Oktober 2014 20:29 WIB