Denpasar (Antara Bali) - Kesenjangan tingkat kehidupan antara petani produsen sebagai pelaku usaha tani dengan pelaku usaha non pertanian di Bali selama ini masih relatif tinggi, bahkan menuju gap yang semakin melebar.
Pembangunan ekonomi di Bali masih sangat tergantung dari bidang pariwisata dan sektor ikutan lainnya yang telah menjadi salah satu faktor yang patut diuji kembali signifikansinya terhadap pembangunan pertanian, khususnya yang menyangkut petani kecil.
Kenaikan harga-harga produk pertanian di pasar atau di tingkat konsumen ternyata belum serta merta memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani kecil, tutur Pengamat masalah pertanian setempat Dr. Ir. Gede Sedana, MSc.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar itu menilai, kondisi yang demikian itu berarti terdapat ketidaktepatan mekanisme pasarnya karena bagian yang diterima petani belum dirasakan secara adil.
Lebih-lebih lagi dipicu oleh kenaikan harga barang-barang konsumsi termasuk harga sarana produksi pertanian (padi). Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan sistem pertanian yang telah diintroduksi sejak belasan tahun lalu yakni sistem agribisnis terutama di dalam aspek implementasinya.
Gede Sedana, pria kelahiran Singaraja, 53 tahun yang silam itu menilai, sistem agribisnis merupakan suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
Cakupan agribisnis sebagai suatu sistem adalah subsistem penyediaan sarana produksi dan alat dan mesin pertanian, subsistem budidaya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem penunjang.
Konsep agribisnis telah menjadi bagian yang sangat penting dalam membangun pertanian, namun hingga saat ini petani kecil belum memperoleh manfaat seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, jika pembangunan pertanian ingin dapat berjalan secara lebih baik maka dalam implementasi sistem agribisnis perlu didorong melalui pembentukan dan pengembangan klinik agribisnis yang memiliki berbagai fungsi.
Klinik agribisnis tersebut antara lain berfungsi sebagai pusat pembelajaran bagi para petani mengenai aspek teknologi dan wahana memfasilitasi kegiatan bisnis pertanian atau kemitraan di antara para aktor pasar, seperti petani yang diwakili oleh kelompoknya, pedagang, pengusaha dan lembaga keuangan.
Selain itu mampu memberikan layanan prima secara langsung ke lokasi-lokasi pertanian berkenaan dengan teknologi dan bisnis, disamping pengendalian masalah yang dihadapi petani.
Pacu petani
Gede Sedana mengemukakan, melalui klinik agribisnis, para petani dipacu dan dimotivasi untuk memiliki kapasitas pengetahuan, keterampilan teknis dan bisnis yang lebih baik dalam meningkatkan daya saing melalui pilihan teknologi.
Upaya itu mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan berkualitas, serta produk-produk olahan yang memiliki permintaan tinggi di pasar. Oleh karena itu, melalui klinik agribisnis itu diharapkan dapat diwujudkan integrasi dan sinergi di antara para aktor pasar termasuk pemerintah.
Pemerintah dapat menjadi motor penggerak dalam pengembangan klinik agribisnis itu dan secara bersinergi dengan komponen lainnya seperti perguruan tinggi maupun pengusaha industri pertanian di sektor hulu maupun hilir.
Sumber daya manusia yang mengelola klinik agribisnis perlu diberikan pelatihan yang holistik mengenai agribisnis. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam penyelenggaraan dan menggerakan serta memfasilitasi, memediasi para aktor dalam sistem agribisnis.
Integrasi dan sinergi dalam pengimplementasian sistem agribisnis dengan berbasis kebutuhan petani dan pasar diharapkan dapat membangun rasa optimis petani untuk berperan dalam rantai pasar dan mereka memperoleh insentif ekonomis yang layak sebagai komponen dalam peningkatan kesejahteraannya.
Hal itu sangat penting untuk dapat ditetapkan agar potensi besar bidang pertanian di Indonesia, khususnya Bali bisa diolah dalam mewujudkan pertanian yang berdaulat berbasis kesejahteraan rakyat.
Upaya itu sekaligus menyangkut sektor perkebunan, kehutanan serta perikanan dan kelautan. Keberlanjutan pertanian menjadi salah satu tujuan pembangunan pertanian yang menekankan pada kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan melibatkan berbagai pelaku pertanian lainnya.
Kemitraan antara para petani, kelompok petani dan pelaku bisnis termasuk kalangan perbankan hendaknya dapat dibalut dalam suatu rantai bisnis yang dikenal dengan model bisnis.
Model bisnis yang akan dikembangkan tersebut menurut Gede Sedana, alumnus program pascasarjana Universitas Udayana itu harus disepakti terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang tercakup di dalamnya sebelum terimplementasi dalam rantai bisnis komoditas.
Salah satu komponen penting untuk kesinambungan pertanian itu adanya insentif ekonomi bagi seluruh pelaku yang teribat dalam model bisnis untuk komoditas tertentu.
Insentif ekonomis akan terwujud pada saat terjadi interaksi yang saling menguntungkan dalam aliran produk-produk pertanian dan aliran layanan termasuk uang secara lancar dalam model bisnis.
Untuk itu program bidang pertanian di Indonesia masih memerlukan adanya dukungan kebijakan yang bermuara untuk menyukseskan sektor pertanian dalam arti luas.
Sektor pertanian harus menjadi salah satu sasaran bagi sektor lain yang memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan sektor pertanian, seperti industri, irigasi, transportasi, perbankan dan pendidikan.
Salah satu sistem yang dapat dikembangkan adalah penguatan sistem agribisnis. Sistem tersebut merupakan suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian.
Pemerintah melalui sistem agribisnis, dapat merancang adanya peningkatan nilai tambah bagi setiap pelaku usaha pertanian, khususnya para petani, karena petani tidak semata-mata ditempatkan sebagai produsen atau penghasil produk, namun berorientasi pada aspek bisnis terhadap produk yang dihasilkannya, ujar Gede Sedana. (WDY)
Klinik Agribisnis Bangun Kesejahteraan Petani
Minggu, 11 Desember 2016 20:40 WIB