Jakarta (Antara Bali) - PT Pertamina (Persero) bisa diusulkan
menggantikan peran Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Migas dalam revisi Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi, kata pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi.
"Revisi UU Migas sangat mendesak untuk segera mengubah kelembagaan
SKK Migas yang lebih sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Keputusan
Mahkamah Konstitusi," katanya saat berbicara pada sebuah diskusi di
Jakarta, Senin.
Menurut Fahmy, ada dua opsi yang bisa dipertimbangkan dalam
merevisi fungsi kelembagaan SKK Migas. Opsi pertama, SKK Migas dijadikan
sebagai BUMN Khusus dalam skema "tiga kaki".
Opsi kedua menyerahkan fungsi dan kewenangan SKK Migas ke Pertamina
dengan skema "dua kaki". "Dari dua skema ini, opsi dua kaki paling
menarik dan memiliki sejumlah kelebihan," katanya.
Beberapa kelebihan opsi "dua kaki" tersebut adalah kewenangan
Kementerian ESDM yang tetap sebagai perumus kebijakan dan strategi serta
Pertamina sebagai regulator, kontrol dan operator.
Dengan begitu, Pertamina akan menjadi tulang punggung negara dalam
mengemban fungsi pengelolaan sumber daya migas. Kedua, Pertamina sebagai
pengembang utama di sisi hulu (upstream).
Ketiga, Pertamina memiliki kapitalisasi aset besar yang memberikan
leverage (tambahan modal) di pasar internasional. "Kelebihan lain dari
opsi dua kaki ini adalah Pertamina memiliki keleluasan dalam manajemen
portfolio upstream," ujarnya.
Fahmy mengungkapkan, bila tujuannya untuk memperkuat posisi
Pertamina sebagai representasi negara dalam pemanfaatan sumber daya
migas bagi sebesarnya kemakmuran rakyat, opsi "dua kaki" adalah pilihan
tepat dibandingkan opsi "tiga kaki".
Namun, kelemahan opsi dua kaki adalah berpotensi menimbulkan
konflik kepentingan dalam menjalankan ketiga fungsi kewenangan.
"Untuk mengurangi adanya konflik kepentingan dalam menjalankan
ketiga fungsi itu, revisi UU Migas juga harus mengatur adanya pemisahan.
Kewenangan regulator dan kontrol dilaksanakan oleh Pertamina sebagai
holding migas, sedangkan fungsi operator dijalankan oleh anak perusahaan
holding migas," katanya.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati
Abdullah mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan opsi atau skema
manapun yang akhirnya digunakan. PWYP Indonesia lebih fokus pada proses
tata kelola yang dilakukan oleh institusi melalui mekanisme "good
corporate governance" (GCG), transparansi dan akuntabilitas.
Ia mengatakan, percepatan pembahasan revisi UU Migas bukan hanya
karena putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan
beberapa pasal UU Migas terdahulu, tapi terkait berbagai persoalan yang
menuntut solusi yang sistemik, seperti ancaman nyata krisis energi pada
2025.
Saat itu, Indonesia diprediksi membutuhkan 7,49 juta barel setara
minyak per hari dengan 47 persen sumber energi dari migas dan konsumsi
energi 1,4 ton setara minyak per hari.
"Di sisi lain, fakta hari ini menunjukkan bahwa produksi minyak
hanya 250 ribu barel per hari dengan 86 persen total produksi minyak
nasional berasal dari lapangan migas tua dan cadangan saat ini tidak
mampu memenuhi kebutuhan," katanya. (WDY)
Pertamina Bisa Diusulkan Gantikan Peran SKK Migas
Selasa, 22 November 2016 8:19 WIB