Tokyo (Antara Bali) - Kaisar Jepang Akihito, yang menghabiskan sebagian
besar hidupnya dalam tahta untuk upaya menyembuhkan luka Perang Dunia
II, berniat melepas mahkota dalam beberapa tahun mendatang, kata
televisi publik NHK, Rabu.
Langkah tersebut belum pernah terjadi sepanjang sejarah Jepang modern.
Akihito (82), yang pernah menjalani operasi jantung serta perawatan
atas kanker prostat dalam beberapa tahun belakangan, menyatakan
kehendaknya itu kepada Badan Rumah Tangga Kekaisaran, kata NHK.
Laporan itu tidak menyebut alasannya dan pejabat Badan Rumah Tangga
Kekaisaran belum bisa dijangkau untuk memberi penjelasan.
Akihito sudah mengurangi sejumlah tugas-tugas resminya dan
menyerahkan sebagian beban kepada pewarisnya, Putra Mahkota Naruhito
yang kini berusia 56 tahun.
Akihito lahir pada 1933, melanjutkan takhta dari ayahnya, Kaisar
Hirohito, yang membawa Jepang bertarung dalam Perang Dunia II.
Akihito, yang bertutur lembut, merayakan peringatan ke-70 akhir PD
II pada tahun lalu dengan menyatakan "penyesalan mendalam", langkah baru
jika dibandingkan dengan pidato sebelumnya, yang oleh sebagian orang
dilihat sebagai usaha meletakkan warisan cinta damai, yang terancam oleh
kaum nasionalis konservatif Jepang.
"Dengan menengok ke belakang, disertai penyesalan dalam atas perang,
saya berdoa agar bencana perang tidak terulang dan bersama dengan
rakyat, saya menyampaikan permintaan maaf bagi yang gugur dan terpuruk
dalam perang itu," katanya.
Ayahandanya adalah sosok kontroversial, sedangkan Akihito adalah
kaisar pascaperang, yang memeluk paham cinta damai dalam undang-undang
dan perannya hanya sebagai lambang persatuan nasional, kata Koichi
Nakano, guru besar ilmu politik Universitas Sophia di Tokyo.
"Ia menangani banyak kesepakatan terkait masalah perang dan
rekonsiliasi dengan negara-negara Asia. Naruhito sudah jelas akan
melanjutkan hal itu," kata Nakano menambahkan.
Akihito berusaha mempererat hubungan dengan dunia melalui lawatannya ke mancanegara.
Pada 1992, ia menjadi keluarga kerajaan Jepang pertama yang dikenang
mengunjungi China, negara yang mempunyai kenangan pahit di bawah
serbuan militer Jepang pada masa lalu.
Kaisar Kokaku yang melepas mahkota pada 1817 adalah kaisar terakhir yang turun takhta, kata NHK.
Miiko Kodama. seorang guru besar emeritus pada Universitas Musashi
mengatakan bahwa Peraturan Kerumahtanggan Kekaisaran harus diubah untuk
bisa meluluskan kehendak turun takhta dari Akihito, suatu langkah yang
memerlukan waktu dan perdebatan di parlemen.
Akihito adalah ilmuwan atas kegemarannya dan putra mahkota pertama
yang menikahi rakyat jelata, Michiko Shoda, putri pengusaha kaya.
Berdasarkan atas undang-Undang pascaperang, yang dirancang Amerika
Serikat, kaisar Jepang adalah "lambang negara dan persatuan rakyat",
yang tidak memiliki kekuasaan politik.
Usaha Akihito membawa keluarga kekaisaran lebih dekat kepada rakyat,
bila bukan faktual, dimainkan dengan sangat hati-hati untuk memberi
gambaran "kerajaan kelas menengah", yang berhasil melindunginya dari
kritikan keras seperti yang dialami keluarga kerajaan di luar negeri,
demikian Reuters. (WDY)
Kaisar Jepang Berencana Turun Tahta Beberapa Tahun Lagi
Kamis, 14 Juli 2016 7:59 WIB