Fenomena LGBT ( Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender) yang sedang ramai dibicarakan baiknya juga dilihat dari sisi kesehatan. Terutama kesehatan alat reproduksi. Tahukah anda bahwa ancaman serius dari perilaku seks yang beresiko adalah IMS alias Infeksi Menular Seksual. Apa itu perilaku seks yang berisiko?
Perilaku seks berisiko adalah setiap perilaku atau tindakan yang meningkatkan kemungkinan seseorang tertular atau menularkan penyakit ini. Beberapa contoh perilaku berisiko termasuk melakukan hubungan seks tanpa kondom, terutama dengan banyak pasangan. Seperti sebutannya, penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual, baik secara genito genital (heteroseksual), anal seks (homo seksual dan biseksual)danoro- genital (oral seks).
Selain itu penyakit ini juga bisa ditularkan dari ibu ke janinnya. Infeksi menular seksual bisa dibedakan berdasarkan
patogennya (bakteri, virus, parasit, jamur) dan gejalak klinisnya (keputihan, luka/ kutil di kelamin, kencing nanah, benjolan di selangkangan dan lainnya).
Menurut Infodatin-Kemenkes RI jumlah kasus HIV+ di Indonesia per 2014 triwulan III sebanyak 22.869 kasus dinilai meningkat setiap tahunnya dari pertama kali kasus HIV+ditemukan di Indonesia tahun 1987.
Dimana kaum heteroseksual menempati peringkat pertama faktor resiko tertular HIV AIDS (8.922 kasus) dan kaum LSL (lelaki berhubungan seks dengan lelaki) menempati peringkat tiga faktor resiko dengan jumlah 2.518 kasus (Infodatin, Kemenkes 2014).
Beberapa jenis infeksi menular seksual seperti Raja Singa (Sifilis) dan Herpes Simpleks adalah pintu gerbang dari Infeksi Virus HIV yang menjadi momok di kalangan LGBT. Karena dengan adanya infeksi dari patogen tersebut menyebabkan saluran reproduksi kita menjadi lebih rentan dan lebih mudah terinfeksi virus HIV.
Inilah mengapa infeksi menular seksual harus ditangani dengan tuntas karena dengan demikian kita dapat menurunkan angka infeksi HIV+ di masyarakat.
Lalu Gejala seperti apa yang perlu diwaspadai mengarah ke IMS?
Bagi kaum pria dan kaum wanita biasanya berbeda, penyakit gonore misalnya pada wanita sering tidak menunjukkan gejala berarti sering hanya mengeluh keputihan biasa, sedang pada pria gejala lebih berat, seperti adanya nyeri saat berkemih, badan meriang, dan kadang keluarcairan seperti nanah dari alat kelaminnya.
Inilah yang sering terjadi di masyarakat, biasanya para Pria akan mendatangi pelayanan kesehatan untuk berobat, namun kadang mereka lupa/ sengaja menutupi dari pasangan mereka. Padahal kasus IMS seperti ini harus diobati juga pasangan seksualnya, agar tidak terjadi fenomena pingpong atau reinfeksi.
Pada kaum perempuan, keputihan yang tidak normal (bukan karena faktor fisiologis) seperti keputihan yang banyak dan berbau tidak sedap, disertai gatal dan panas di kemaluan, kadang ada nyeri saat bersenggama harus segera diperiksakan ke dokter untuk dilihat apakah keputihannya disebabkan oleh infeksi menular seksual atau infeksi saluran reproduksi biasa.
Selain itu kaum perempuan juga yang paling dirugikan dalam kasus IMS, karena IMS menyumbang hampir 40 persen penyebab infertilitas/kemandulan pada kaum wanita, dan efek kehamilan yang buruk (abortus, dan kelahiran prematur).
Pengobatan untuk IMS hanya bisa diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan terlatih dan biasanya obat diminum di depan tenaga kesehatan. Kebiasaan membeli obat sendiri (antibiotik) membuat masalah IMS menjadi sulit diobati karena beberapa patogen sudah resisten terhadap obat yang ada.
Sedangkan pencegahan terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan kondom setiap berhubungan seks, terutama mereka yang memiliki partner seks lebih dari satu.Tidak ada obat apapun yang dapat mencegah penularan penyakit ini. Maka sebaiknya ikutilah saran untuk mencegah IMS dan HIV AIDS berupa ABCD. Abstinence (tidak berhubungan seks) Be Faithfull (setiap ada pasangan) Condom (selalu pakai kondom), Dont do drugs (tidak menggunakan narkoba).
Pro kontra terhadap LGBT boleh terus bergulir tapi jangan lupa pro terhadap perilaku seks yang tidak beresiko dan periksakan diri anda juga pasangan anda agar terbebas dari ancaman IMS yang merugikan.
Salam sehat.
dr.Kristina Makarti Adriyani