Denpasar (Antara Bali) - Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan polemik di balik proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali karena pemerintah tidak mampu menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan investor proyek reklamasi.
"Pemerintah harus jelaskan secara tuntas dan yakinkan masyarakat bila reklamasi juga mempunyai nilai positif bagi ekonomi warga setempat, disamping tetap harus memenuhi aspek analisis dampak lingkungan (amdal)." kata Enny di Jakarta.
Menurut Enny, selama ini publik lebih banyak menerima informasi yang tidak seimbang atau lebih banyak sisi negatifnya soal reklamasi ketimbang positifnya. Maka atas dasar itulah, pemerintah harus membuat tim dan kajian independen serta komprehensif atas proyek reklamasi dan bukan kajian yang abal-abal untuk melihat, apakah reklamasi sudah menjadi kebutuhan atau sebaliknya membawa keburukan.
Bagaimana pun juga revitalisasi reklamasi Teluk Benoa yang keputusannya ada di tangan pemerintah, kata dia, tentunya mempunyai pertimbangan sisi ekonomi, disamping lingkungan dan budaya untuk menjunjung kearifan lokal.
Namun hal ini perlu kajian dan tim independen agar pemerintah mempunyai dasar dalam mensosialisasikan dibalik pentingnya revitalisasi reklamasi Teluk Benoa atau sebaliknya sehingga tidak terjadi kegaduhan.
Enny menambahkan, belum keluarnya izin amdal yang sudah diajukan pihak pengelola reklamasi makin membuat ketidakpastian bagi pelaku usaha dan hal ini persoalan komunikasi yang tidak bisa dioptimalkan pemerintah.
Padahal dibalik reklamasi, diakui Enny, mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar seperti mampu menyerap tenaga kerja ataupun mendatangkan investor baru.
Hal senada juga disampaikan antropolog Universitas Indonesia (UI) Nurmala Kartini Sjahrir, reklamasi Teluk Benoa, Bali ke depan akan menjadi ikon wisata baru bagi Bali.
Namun karena keahlian komunikasi pemerintah daerah (pemda), khususnya Kabupaten Badung dinilai lemah akhirnya mendapatkan resistensi atau penolakan dari masyarakat. Pemerintah harus mengkomunikasi reklamasi sejelas-jelasnya dengan pengawasan yang ketat.
"Pada dasarnya pro dan kontra adalah hal yang wajar, namun menolak tanpa solusi dan mengabaikan begitu saja juga merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab," katanya
Ia mengatakan yang diperlukan masyarakat saat ini adalah suatu dialog yang cerdas antara pihak-pihak yang bersinggungan. "Pemerintah harus memfasilitasi hal ini, kalau tidak proses pembangunan ini akan berjalan di tempat," katanya.
Dikatakan, reklamasi tidak selamanya harus dilihat dari sisi negatif seperti menghancurkan habitat ekosistem di bawah laut dan menghancurkan hutan mangrove. Namun harus dilihat dari sisi positif, yaitu bisa menghidupkan daerah dan fungsi lahan lebih optimal lagi, khususnya bagi kepentingan ekonomi masyarakat dan wisata di daerah.
"Reklamasi bukan sesuatu yang buruk bila mengacu kepada konsep revitalisasi, bukan hanya sekedar menguruk, tetapi mengembalikan fungsi daerah lebih optimal lagi bagi kehidupan masyarakat lagi," katanya.(I020)