Denpasar (Antara Bali) - Seorang ahli bidang perhotelan di Asia, Bill Barnett meluncurkan buku berjudul "Slave to the Bean" yakni menyoroti baik dan buruknya hotel-hotel mewah.
Buku tersebut koleksi terbarunya yang berisi perkembangan sektor industri wisata dan 340 jaringan keburukan bisnis perhotelan.
Popy Tobing Communications Executive-Indonesia, Delivering Asia Communications lewat surat elektronik kepada Antara Bali, Sabtu mengatakan, Barnett merilis buku bersamaan dengan pameran seni ilustrasi yang menjelaskan renungan-renungan tajam dan analisa pedasnya yang menghibur, yang ditulis dalam gelapnya malam di rumahnya di Phuket (Bangkok) atau di ketinggian 30 ribu kaki dalam suatu perjalanannya mengunjungi berbagai tempat di dunia.
Barnett seorang konsultan yang sangat disegani dan berpengaruh dalam perhotelan Asia, pelancong dunia dan mantan eksekutif yang telah lama bekerja pada berbagai perusahaan manajemen perhotelan terkemuka dan organisasi yang terdaftar secara umum dalam pasar utama maupun yang sedang berkembang,
Dia adalah seorang pakar perhotelan yang telah menjadi penasihat bagi para pemimpin perhotelan di Asia dan wilayah lain.
Ketakutan dan kebenciannya terungkap dalam buku "Slave to the Bean" melalui visi-visinya yang kelam dan sengit, anekdot, tanpa basa-basi dan blak-blakan, menantang sesuatu dan seseorang yang mengesalkan, mulai dari teroris sampai "backpacker". Sungguh sebuah bacaan yang menyenangkan, tanpa aturan dan menyesakkan.
"Sebelum saya datang ke Asia, saya pikir hanya perempuan saja yang memakai lipstik," ujar Barnett.
Ia mengungkapkan keanehan yang terjadi selama karirnya memegang jabatan penting di hotel-hotel berbintang hingga akhirnya menjadi seorang penasihat atau konsultan pimpinan.
Dikatakan, peristiwa terkini yang meresahkan dan gencar terjadi dengan segala kegilaannya sepanjang 2015 menjadi alur cerita buku tersebut. Semua komentar Barnett terjalin melalui petualangan tak beraturan sebagai wisatawan profesional dan ditegaskan melalui sebuah kehidupan di atas kursi pesawat 9D.
"Jika anda mencari versi Disney, anda salah tempat," ujarnya.
Jadwal bepergian luar biasa padat yang berhubungan dengan cerita di "Slave to the Bean" merupakan kebiasaan yang dipelajari sejak dini oleh Barnett, yang pada usia 19 tahun telah menjadi manajer perjalanan bagi penyanyi-penulis lagu, nominator Grammy, John Hiatt, bekerja pada label rekaman, penerbit musik dan kontributor majalah Rock and Roll.
Resah dan mencari pembaruan, dirinya menjajaki berbagai pengalaman ajaib dengan bekerja sebagai pembagi kartu blackjack di Reno, sopir di peternakan di Wyoming, pekerja malam pada suatu penginapan di Antah Berantah Alaska dan bekerja pada resor ski yang hampir merengut nyawanya akibat salju longsor.
Perjalanan Barnett yang bergeser ke Asia dimulai dengan sebuah pulau kecil di Hawaii, ketika dia membaca cerita tentang Michael Rockefeller yang hilang di Papua Nugini. Mengejar hantu Rockefeller, dirinya menjual semua hartanya, membeli tiket satu arah ke Papua Nugini tanpa melihat ke belakang.
Barnett tiba di Filipina pada saat revolusi kekuatan rakyat dan penggulingan Ferdinand Marcos di Filipina, menyusuri India dengan mobil, dan menjadi pekerja hotel asal Amerika pertama pasca perang di Vietnam.
Dalam dua dekade terakhir, dirinya menjabat sebagai manajer aset pada hotel mewah seperti Four Season, Ritz-Carlton dan Grand Hyatt hingga memegang posisi eksekutif senior pada berbagai rantai hotel internasional.
Perusahaan perhotelannya C9 Hotelworks telah berkembang menjadi konsultan terdepan di Asia Pasifik dengan proyek di lebih dari 15 negara.
Selama empat tahun Barnett menulis buku-buku satiris dan halusinatif seperti "Collective Swag", "It Might Get Weird" and â¿¿"Last Call". Seri buku ini menjadi inspirasi bagi pekerja malam dan momen-momen yang direkamnya memicu kolaborasi dengan seniman digital, Jason Gagliardi, yang menciptakan gambar-gambar menajubkan untuk setiap cerita hanya dengan menggunakan iPhone dan iPad.
Ilustrasi Gagliardi yang diolah melalui ponsel pintar dan tablet telah menjadi aksesoris penting bagi kehidupan masa kini, menambah hentakan pada kemarahan dan kegeraman Barnett, lewat kombinasi foto, lukisan digital dan aneka gabungan yang dihasilkan oleh lebih dari 30 aplikasi yang dipakai.
Barnett yang sangat berfokus pada perusahaan konsultan C9 Hotelworks telah berdiri mapan pada peta perhotelan, hotel tempat tinggal dan proyek multiguna di Asia dan terus menjadi penasihat serta analis terdepan dalam pasar yang sedang berkembang sembari meningkatkan eksistensi grup perhotelan di Samudera India dan Afrika. (WDY)