Badung (Antara Bali) - Pemkab Badung, Bali, mendukung program "One Village One Product" (OVOP) untuk budidaya sayur asparagus yang dikembangkan di Desa Plaga, atas kerjasama pemerintah Indonesia dan Taiwan.
"Kami sangat mendukung program OVOP Asparagus yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk meminimalkan kesenjangan pembangunan Badung Utara dan Badung Selatan," kata Kadiskop Perindag Kabupaten Badung, Ketut Karpiana, di Badung, Kamis.
Dalam kegiatan tersebut diikuti Kabag Umum Pengumpulan Informasi Biro Humas Pemprov Bali Sukra Negara, Kabag Humas dan Protokol Pemkab Badung A.A Raka Yudha, Kadis Pertanian Kabupaten Badung, Ir I Gusti Agung Sudaratmaja.
Kemudian, pembina pengembangan pertanian Asparagus Desa Plaga Mr Zhu asal Taiwan dan segenap Forum Pemred media cetak dan elektronik di Bali.
Menurut dia, asparagus sangat cocok dikembangkan di Desa Plaga karena sesuai dengan keadaan tanah, cuaca, suhu dan ketersediaan petani untuk mengembangkan asparagus yang bibitnya didatangkan dari Amerika Serikat.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Badung sangat mendukung upaya itu melalui bantuan pemberian bibit asparagus yang sudah dikembangkan di area tanah seluas 20 are di daerah itu.
"Pemerintah juga menyiapkan bantuan peralatan, permodalan dan pelatihan seperti mobil box pendingin (cool storage), air, listrik untuk meningkatkan pemasaran sayuran itu ke hotel, restauran dan supermarket yang ada di Kawasan Objek Wisata Kuta. Sedangkan, produksi asparagus saat ini sekitar 200-300 ton per hari," ujarnya.
Ia menjelaskan, dari jumlah produksi tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal, apalagi banyak permintaan dari Surabaya dan Jakarta yang juga hanya sedikit dapat dipenuhi, karena pengembangan masih terbatas.
Oleh karena itu, budidaya aspragus akan terus dikembangkan sebagai icon Kabupaten Badung yang juga akan berpengaruh terhadap hasil pertanian lainnya diantaranya "baby corn, baby buncis, terong ungu dan tomat.
Mr Zhu asal Taiwan selaku Pembina Pengembangan Pertanian Asparagus Desa Plaga mengatakan, bentuk kerjasama dan kontrak asparagus di Indonesia dan Taiwan ini untuk membuat pusat pengembang agrobisnis di daerah yang potensial.
Kemudian, membantu mengembangkan komunitas yang memiliki ekonomis tinggi, memberi pelatihan kelompok petani dan koperasi, memperbaiki strategi pemasaran, menyediakan bibit untuk petani, memberikan masukan untuk ada kendala.
"Kami melihat daerah ini yang sesuai dengan cuaca, suhu dan iklim yang cocok memang asparagus," ujarnya
Ia menambahkan, awalnya mencoba mengembangkan budidaya asparagus itu dengan petani dengan luas tanah tiga hektar Tahun 2013 mampu menghasilkan 600 kilogram asparagus pada panen pertama yang dijual ke supermarket dengan omzet cukup baik.
Kemudian, tahun kedua (2014) memang sempat gagal akibat cuaca buruk akibat adanya angin siklon. Namun, Tahun ketiga (2015) produksi asparagus mencapai capai 27 ton.
"Meskipun produksi melimpah, para petani kewalahan memenuhi keinginan pasar yang cukup tinggi," ujarnya
Saat ini sudah ada 65 hektar lahan asparagus yang berkembang di Desa plaga, namun yang baru produktif 25 hektar dan sisanya masih dalam proses.
"Saya mengharapkan pemerintah mendukung, menjaga dan membina koperasi agar terus berkembang. Kemudian, tetap solit untuk membangun koperasi sehingga semakin maju dan mensejahterakan petani," ujarnya. (WDY)