Singaraja (Antara Bali) - "Pecaruan" atau upacara ruwatan yang dilakukan Bupati Buleleng Putu Bagiada bersama jajaran Muspika Kecamatan Sawan di depan tangga masuk Pura Desa Lemukih, Kabupaten Buleleng, Bali, Sabtu, tidak dihadiri tokoh adat di desa yang sempat dilanda konflik tersebut.
Tidak hanya tokoh adat Desa Lemukih, "pecaruan" yang dilakukan pasca-timbulnya konflik antarkelompok warga di desa tersebut juga tidak dihadiri "pemangku" atau para pemimpin agama.
Menurut Bupati Bagiada, tujuan pelaksanaan upacara tersebut merupakan sebuah panggilan terkait dirinya selaku pemimpin di kabupaten di bagian utara Pulau Dewata.
"Kami memiliki tanggung jawab baik secara moral maupun spriritual agar suasana di Desa Lemukih kembali kondusif seperti sebelum terjadi konflik yang berawal dari sengketa tanah antara sekelompok warga dengan pihak adat," katanya, geram.
Namun sangat disayangkan, kata dia, ritual yang sesungguhnya untuk kepentingan masyarakat Lemukih sendiri, malah kurang mendapat tanggapan dari para tokoh dan "pemangku" setempat.
Jro Mangku Gede Budarada, salah sorang "pemangku" yang diminta Bupati Bagiada untuk menyelesaikan upacara tersebut mengatakan, sudah ada pemberitahuan lima hari sebelumnya kepada Kepala Adat Lemukih untuk bisa menghadirkan tokoh-tokoh adat dan agama pada upacara kali ini.
"Pemberitahuan itu langsung disampaikan pihak panitia kepada Kepala Desa Adat Lemukih di hadapan Camat Sawan serta Dandim Buleleng, namun nyatanya tak ada satu pun tokoh agama yang datang," ujar Budarada.
Bupati Bagiada mengatakan, upacara yang digelar pihaknya merupakan sebuah bentuk tanggung jawab dan perhatian pihaknya terhadap masyarkat Desa Lemukih.
Selama ini, lanjut Bagiada, tanah dan masyarakat di Desa Lemukih dianggap telah "dikotori" oleh segelintir oknum provokator hingga munculnya aksi kerusuhan antarkelompok warga yang ditandai dengan pembakaran sejumlah rumah penduduk.
Menurutnya, dengan "kotornya" aura di Desa Lemukih, telah membuat sebuah kebenaran menjadi tertutupi hingga mengakibatkan hilangnya kesadaran masyarakat dalam membedakan mana yang benar dan yang tidak.
"Mudah-mudahan dengan upacara ruwatan kali ini, masyarakat menjadi sadar tentang apa yang selama ini dilakukan. Aksi pembakaran sejumlah rumah warga, merupakan perbuatan yang salah dan tidak baik," ujar Bagiada.
Dikatakan, upacara yang menggunakan dana pribadinya itu merupakan sebuah bukti nyata bahwa selama ini begitu besar perhatian pemimpin Kabupaten Buleleng terhadap masyarakat Desa Lemukih yang menginginkan kondisi serta ketenangan kawasan tersebut kembali seperti sebelum terjadinya konflik.
Terkait ketidakhadiran tokoh agama serta adat di arena upacara, Kelian atau Kepala Desa Adat Lemukih Jro Nyarik Gede Widarta belum berhasil dikonfirmasi.(*)