Dalam keadaan kesurupan (tidak sadarkan diri), puluhan penari keris menikam dadanya sambil menjerit historis, namun sedikitpun bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang akhirnya sadar setelah mendapat percikan air suci (tirta).
Adegan tegang tersebut merupakan bagian akhir dari pertunjukan tari barong dan keris yang disuguhkan khusus untuk wisatawan dalam dan luar negeri yang berliburan di Pulau Dewata.
Panggung khusus pementasan tari barong setiap pagi maupun malam hari terdapat di Kesiman, Kota Denpasar, Batubulan dan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Pementasan berlangsung hanya satu jam mulai pukul 09.30-10.30 waktu setempat, sebelum pelancong mengunjungi objek-objek wisata.
Tari barong dan keris merupakan kesenian "wajib" ditonton oleh setiap wisatawan mancanegara maupun Nusantara, karena penampilannya sangat unik dan menarik.
Tarian tersebut bersama tari Kecak telah menjadi maskot Bali yang mampu memesona masyarakat internasional dalam kontek pariwisata.
Atraksi pertunjukan yang telah mendunia itu menampilkan perpaduan unsur tari, musik, drama, dan ritual mulai dari yang manis, lucu hingga yang menegangkan.
Adalah Ketut Jengki Suparta (58), pria kelahiran Banjar Kaler, Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, 31 Desember 1957, yang tidak diragukan kemampuannya dalam bidang tabuh dan tari Bali, khususnya menarikan barong.
Sosok pria berpenampilan sederhana itu mempunyai kepiawaian dan kharisma di atas pangung yang menjadi modal utama untuk mengadakan pementasan di berbagai tempat di Bali yang dilakoninya secara tulus ikhlas (ngayah) untuk menyukseskan kegiatan ritual, selain pentas untuk kepentingan bisnis.
Jengki Suparta memiliki semua itu berkat ketekunan dan kerja keras mendalami seni budaya Bali sejak usia dini, karena itu dia dikenal sebagai seniman serba bisa.
Pertama kali belajar Tari Jauk, menyusul belajar menarikan Barong Ketet dan sejak tahun 1978 atau ketika berusia 21 tahun sudah menjadi seniman Barong Jumpai.
Meskipun masih sebagai seniman muda saat itu, namun sangat kreatif dengan kemampuannya yang cukup andal menarikan Tari Barong.
Barong yang disakralkan masyarakat Desa Jumpai itu secara rutin mengadakan pementasan untuk kelengkapan ritual keagamaan ke sejumlah tempat.
Pementasan barong yang hingga kini masih disakralkan itu juga untuk keperluan lain, seperti membayar kaul (janji) dari seseorang.
Ketut Jengki Suparta yang hanya mengenyam pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) itu berkat keahliannya menarikan barong banyak menerima permintaan untuk mengajarkan Tari Barong dan jenis kesenian Bali kepada sekaa kesenian desa sekitarnya.
Suami dari Ni Made Sini itu antara lain pernah mengajar sekaligus sebagai penari Barong di Desa Singapadu, Buruan Kabupaten Gianyar dan Bongkasa, Kabupaten Badung hampir selama lima tahun.
Sebagai penari Barong untuk kegiatan ritual maupun pementasan untuk tontonan bagi wisatawan mancanegara yang sedang menikmati liburan di Pulau Dewata.
"Sebagai seniman barong saya membiasakan diri menarikan barong yang beretika serta menarikan barong sakral dengan penuh wibawa," ujarnya.
Ketut Jengki Suparta menuturkan, pihaknya juga sering diminta oleh tokoh masyarakat Desa Tangkas, Klungkung, untuk menarikan barong sakral di desa setempat.
Permintaan serupa juga datang dari Desa Tegal Tamu Singekerta, Tapiapi Pejeng Blusung, Bitra, Samuan tiga, Belahbatuh, Serongga, Madangan, Tulikup dan Sampalangan.
Pengabdi Seni
Ketut Jengki Suparta juga aktif memberikan masukan kepada Pemkab Klungkung dalam mempersiapkan duta seni daerah itu mengikuti kegiatan Pesta Kesenian Bali (PKB) tingkat Provinsi Bali.
Berkat masukannya itu, duta seni Klungkung pada PKB tahun 2006 tampil dengan Barong Somi yang ternyata mampu memberikan nuansa lain, berbeda dengan duta seni kabupaten/kota lainnya.
Pria yang sehat bugar pada usia senjanya itu dengan senang hati mengajar anak-anak muda dalam menarikan barong untuk pementasan wisata maupun barong yang disakralkan.
Melalui pelatihan yang dilakukan secara tulus iklas kepada generasi muda dengan harapan mampu mencetak seniman barong yang bermutu dan beretika dalam mementaskan tari barong.
Hal itu dilakukan, karena tidak senang melihat seniman menarikan barong secara ceroboh, lebih-lebih barong tersebut sakral (disucikan) masyarakat desa pekraman.
Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdiannya secara terus menerus dalam bidang seni tanpa mengenal putusasa sosok Ketut Jengki Suparta mendapat penghargaan pengabdi seni tahun 2015, terkait pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-37 yang berlangsung sebulan penuh, 13 Juni-11 Juli 2015.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika didampingi Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha menganugerahkan penghargaan bergengsi itu kepada Ketut Jengki Suparta di Gedung Ksiarnawa Taman Budaya Denpasar.
Ia merupakan salah seorang dari sembilan seniman utusan dari delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini yang memperoleh penghargaan serupa.
Kepada pengabdi seni selain mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Bali juga diberikan hadiah masing-masing sebesar Rp11 juta yang terdiri dari Rp6 juta bersumber dari APBD Bali dan Rp5 juta berupa tabungan dana sosial (CSR) Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha menjelaskan, pihaknya jauh sebelumnya melakukan seleksi terhadap puluhan seniman berprestasi dari delapan kabupaten dan satu kota di daerah ini.
Tim yang melakukan seleksi beranggotakan utusan dari instansi terkait dalam bidang seni dan budaya. Masing-masing pemerintah kabupaten/kota mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.
Tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang dikirim oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah masing-masing.
Pemprov Bali selama 37 tahun pelaksanaan PKB telah memberikan penghargaan kepada 409 seniman, termasuk sembilan orang yang diberikan dalam pelaksanaan PKB kali. (WDY)
Ketut Jengki Suparta, Penari Barong Kharismatik
Minggu, 5 Juli 2015 13:16 WIB