Jakarta (Antara Bali) - Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI), Suhati Kurniawati mengatakan, fenomena lembaga bimbingan belajar, yang semakin marak menjelang Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), berakar dari budaya instan.
"Budaya yang sekarang adalah budaya instan, yang menginginkan hasil dengan segera. Saya melihat hal ini juga menjangkiti anak-anak, remaja serta anak-anak muda sekarang," ujar Suhati, yang akrab dipanggil Iin, di LPT UI, Jakarta, Jumat.
Begitu pula dengan fenomena bimbel, yang menurut Iin bisa dianggap anak sebagai jalur cepat menuju kesuksesan yang disimbolisasikan dengan masuknya mereka ke PTN favorit.
Akibatnya, dia melanjutkan, anak-anak tidak lagi menganggap serius pelajaran yang diterimanya di sekolah.
"Budaya instan inilah salah satu penyebab sulitnya menghapus korupsi di Indonesia. Sebab itu, untuk jangka panjang, dampaknya bisa mengerikan karena ini menyangkut generasi muda yang menjadi penerus bangsa," tuturnya.
Padahal, lanjut Iin, nilai yang tinggi saat seleksi PTN sama sekali tidak menjamin anak dapat mengikuti perkuliahan dengan baik di universitas, institut ataupun sekolah tinggi.
"Ada kasus-kasus anak tersendat saat kuliah karena memang mereka hanya dipersiapkan untuk matang dalam mengerjakan tes masuk," lanjut Iin.
Menurut dia, permasalahan tersebut bisa diatasi dengan memperbaiki sistem pendidikan, mulai dari kurikulum, buku-buku, guru-guru hingga metode pembelajaran.
"Kalau semua itu membaik, anak-anak tidak akan menggantungkan harapannya kepada lembaga bimbel," ujarnya.
Menjelang SBMPTN yang akan dilaksanakan pada 9 Juni 2015, beragam lembaga bimbingan belajar memang gencar menawarkan program "intensif" untuk siswa SMA/SMK yang baru melaksanakan UN dan para alumni. (WDY)
Psikolog: bimbel berakar dari budaya instan
Sabtu, 23 Mei 2015 4:44 WIB