Jakarta (Antara Bali) - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung khawatir Golkar tidak dapat mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) karena perpecahan dalam tubuh partai tersebut.
"Kami khawatir betul apakah Golkar nanti bisa ikut pilkada karena pilkada tanggal 26 Juli harus sudah punya calon. Sebentar lagi Mei, hanya ada waktu 2 bulan. Jadi mudah-mudahan saja dalam waktu dua bulan bisa selesai," kata Akbar di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly tertanggal 23 Maret 2015, Menkumham mengesahkan kepengurusan partai tersebut versi Musyawarah Nasional (MUnas) Ancol yang dipimpin oleh Agung Laksono.
Namun putusan itu dilaporkan oleh dua pejabat Golkar Ridwan Bae dan John K. Aziz kepada Bareskrim Polri yang melaporkan Menkumham Yasonna Laoly atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan memanipulasi putusan Mahkamah Partai Golkar terkait pengesahan kepengurusan Munas Ancol.
Selanjutnya Ketua Partai Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie juga mengajukan gugatan perselisihan kepengurusan partainya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan saat ini masih berproses.
"Kalau kita sepakati proses hukum, nanti kita tunggu proses hukum. Itukan di PTUN, kita belum tahu putusan PTUN seperti apa. Tapi Putusan PTUN juga bisa digugat. Nanti kalau ada pihak yang tidak setuju, bisa banding, kasasi, bahkan ada PK (Peninjauan Kembali). Bayangkan kalau itu semua diikuti, bisa lama, waktunya sudah mepet, 26 Juli sudah ada calon," tambah Akbar.
Menurut Akbar, untuk menyelesaikan masalah Golkar langkah paling tepat dan dapat dipertangungjawabkan secara organisasi secara kuat adalah melalui munas gabungan.
"Untuk menyelesaikan masalah Golkar, menurut kami langkah paling tepat dan secara organisasi bisa dipertanggungjawabkan secara kuat, yaitu melalui munas islah, munas gabungan karena tidak ada munas resmi, jadi munas luar biasa. Saya sampaikan ini ke Ical tiga bulan lalu," ungkap Akbar.
Namun Aburizal menurut Akbar memilih melalui proses hukum. "Ical berpendapat kita tepat saja melalui proses hukum, nanti kalau ada konflik, munas lagi. Kalau ada konflik di daerah, musda (musyawarah daerah) lagi. Jadi tetap (Ical) melalui hukum, lebih murah dibandingkan Munas. Jadi saya ikuti saja," jelas Akbar.(WDY)