Jakarta (Antara Bali) - La Galigo sudah dinobatkan UNESCO sebagai salah satu warisan dunia, tetapi naskah atau arsip seperti apa yang bisa menjadi warisan dunia?
Menurut website resmi UNESCO, La Galigo merupakan naskah yang menggunakan bahasa Bugis yang tebalnya kira-kira 6000 halaman. Naskah Indonesia yang berasal dari sekitar abad ke-14 itu diperkirakan menjadi yang terpanjang di seluruh dunia.
Tahun ini Arsip Nasional Republik Indonesian (ANRI) mengajukan arsip Konferensi Asia Afrika (KAA) sebagai warisan dunia. Menurut Prof. Dr.Ing. Wardiman Djojonegoro ini syarat agar arsip atau naskah bisa menjadi salah satu warisan dunia.
"Syarat yang pertama arsip asli serta dipelihara dengan baik," katanya dalam Focus Grup Discussion (FGD) yang digelar untuk menyelami dan menyebarluaskan nilai-nilai universal KAA yang harus dilestarikan, Senin, (27/10).
Ia menimpali, "Misalkan Jepang ada arsip yang berasal dari tahun 700. Sementara milik kita yang tertua, yakni Negarakertagama tahun 1300."
Syarat yang kedua dan ketiga, yakni arsip atau dokumen bisa diakses umum dan setelah itu panitia warisan dunia (Memory of the World) akan menelitinya.
"Tahun 2013 saat kita mengajukan Babat Diponegoro ada 84 nominasi, yang diterima 44," katanya. "Diponegoro tidak diterima saat itu, karena naskah yang asli sudah hancur."
"Tetapi untungnya Belanda mengopinya dan naskahnya ada di Perpustakaan Nasional dan di Leiden. Jadi kita minta Belanda untuk menjadi co-nominator untuk bisa menyakinkan UNESCO bahwa di negara tropis sudah tidak ada naskah Babat Diponegoro yang asli. Kemudian naskah itu menjadi warisan dunia," tambahnya.
Arsip KAA yang diajukan ke UNESCO pada Maret 2014 lalu ini terdiri dari tujuh roll film, lima ratusan lembar foto, dan 1700-an lembar kertas arsip. (WDY)